Dante: Another World
Creator : Sacracias
Story line : Aoki Ryuta
Writer : Sasabill Jei
Genre : Isekai, Fantasi, Petualangan
BAB 8 : Kota Nidhafeli
Gumpalan awan hitam di langit malam kini berganti terang. Langit yang semalam berwarna gulita kini mulai memancarkan warna kebiruan. Ellion dan Shelvyanne refleks terbangun. Namun, beda dengan Dante dan Riesscha yang sama sekali tidak tertidur setelah kejadian semalam.
Setelah bersiap-siap, mereka berempat kembali melanjutkan perjalanan. Riesscha memimpin perjalanan sedangkan Dante berada tepat di belakangnya dengan raut wajah sayu sebab memikirkan kejadian semalam.
"Dante," panggil Ellion, yang berjalan di belakang Dante. Seketika pemilik nama menghentikan langkah dan berbalik seraya menatap Ellion. "Kau masih menangguhkan pertanyaanku kemarin malam.”
"Maaf Putri Ellion," balasnya.
"Ellion saja. Kau sudah kuanggap sebagai rekan sekarang."
"Ah, iya, baiklah,” balas Dante dengan sungkan seraya menggosok tengkuknya, lalu kembali berbalik dan melanjutkan langkah yang diikuti Ellion dan Shelvyanne. “Aku sebenarnya memikirkan gadis bernama Nalla yang menyerang Riesscha semalam. Dia sangat mirip Natali, temanku di bumi,” katanya, sambil memalingkan wajah—kilat—ke arah Ellion. “Aku terus berpikir bagaimana mungkin dia bisa sampai di dunia ini.”
Ketika indra pendengaran Riesscha menangkap ucapan Dante, langkahnya terhenti dan berbalik menatap laki-laki beriris hitam itu. Otomatis mereka bertiga yang berjalan di belakangnya juga menghentikan langkah.
"Mungkin jawaban atas pertanyaanmu itu ada pada seseorang dalam bayangan yang memanggil gadis itu dengan sebutan Nalla,” ujar Riesscha, “Putri Ellion, meski kita tidak bisa melihat gadis itu ketika menghilang, tapi kau melihat dengan jelas bukan siapa orang dalam bayangan itu?" lanjut Riesscha, seraya melirik Ellion.
"Raevan Alathea, mantan Jendral Zephyra—Zona Angin yang berkhianat,” respons Ellion.
"Jadi, Natali dibawa ke dunia ini oleh orang bernama Raevan itu?" Netra Dante menatap penuh ke wajah Riesscha yang berada tepat di depannya.
"Kemungkinan besar iya. Aku tak mungkin lupa dengan suara Raevan” Kemudian wanita berambut pendek itu berbalik dan kembali berjalan. “Tetapi masih ada banyak hal yang belum kita ketahui apa alasan si pengkhianat Raevan membawa kawanmu. Dan tentu saja mengapa kawanmu itu hanya bisa terlihat olehmu saja. Kita membutuhkan banyak informasi,” tutur Riesscha panjang lebar.
"Aahhh ... apa yang kalian bicarakan? Kapan kita sampai? Panas ini sungguh menyiksaku!" Keluh Shelvy di tengah diskusi membuat ketiganya mengukir kurva lengkung.
Mereka berempat pun terus berjalan di tengah-tengah gurun pasir yang memiliki dataran tidak rata tanpa pembicaraan yang berarti. Hingga tiba di tengah dataran yang cukup tinggi, Ellion tergelincir membuatnya terguling. Lantas dengan sigap Dante berlari ke bawah menolong Ellion. Laki-laki beriris hitam itu pun kemudian mengulurkan tangan—bermaksud membantunya. Gadis itu pun meraih tangan Dante.
Setelahnya, Ellion berjalan mendahului Dante untuk sampai ke atas dengan air muka dingin seperti biasanya gadis itu. Tak berapa lama kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan yang membakar kulit.
Sang surya sebentar lagi tenggelam di cakrawala sana. Namun, keempat pengembara dari Zelenia sama sekali belum sampai di kota Nidhafeli. Hingga pada akhirnya, tungkai mereka kini menjejak di sebuah perkampungan kecil dengan rumah-rumah yang dibangun tak beraturan—mengelilingi sebuah ladang kaktus yang begitu luas. Tungkai mereka pun berhenti manakala Riesscha menghentikan langkah saat tiba di perkampungan itu.
Perkampungan tersebut juga tampak kumuh dan tak terurus. Tak terlalu banyak pula orang-orang berlalu lalang saat netra mereka mengedar ke seluruh bagian yang dapat mereka jangkau. Hanya ada beberapa lansia yang tengah duduk di kursi goyang depan rumah mereka dengan kondisi rumahnya yang hampir saja rusak dan beberapa lagi sudah tak layak ditempati. Ada pula dari mereka terlihat sedang memunguti sampah.
Ellion sendiri tak percaya ada perkampungan seperti ini, pun dengan Shelvyanne yang merasa jijik melihat pemandangan di hadapannya. Ya, tentu saja gadis berambut pirang dengan iris hijau itu merasa demikian karena memiliki kehidupan yang tak banyak orang miliki dan lagi pula ia tak pernah menjumpai satu pun wilayah di Zelenia yang kondisinya semacam itu.
"Kita sudah tiba,” ucap Riesscha, kala kedua tungkainya berhenti.
"Huh? Sudah sampai? Lalu, di mana kotanya?" tanya Shelvyanne dengan suara terengah-engah, yang berdiri seraya merangkul pundak Ellion karena begitu kelelahan setelah melewati Padang Pasir El-Shaara yang gersang.
"Di sini, Putri Shelvyanne," jawab Riesscha, tanpa mengindahkan atensinya ke Shelvyanne yang berada di belakang.
Mendengar penuturan Riesscha, kedua gadis dengan model dress yang sama namun berbeda warna itu membelalak tak percaya. Yang mereka ketahui selama ini, Kota Nidhafeli adalah kota futuristik dengan super teknologi yang bahkan melampaui teknologi di bumi. Sepertinya mereka sekarang percaya bahwa desas-desus tentang Kota Nidhafeli hanyalah kota kecil dan kumuh itu benar adanya.
"Ini hanya perkampungan biasa. Bukankah Nidhafeli itu kota yang besar?” tanya Shelvyanne.
Mendapat pertanyaan itu, Riesscha tak merespons. Justru wanita berambut merah pendek itu mengayunkan langkah kembali hingga pada sebuah bangunan kumuh berbahan kayu—berada tepat di depan kebun kaktus—dan terlihat di beberapa sisi depan rumahnya sudah reyot. Kemudian wanita beriris merah serupa rambutnya itu mengucapkan kalimat ‘Maa Tahayati’ sebanyak tiga kali.
Tak lama, seorang pria lansia keluar dari balik pintu rumah itu seraya berkata, "Madzha?"
"Zelenia,” balas Riesscha singkat.
Lantas, pria lansia itu kembali merespons, “Udkhul.” Kemudian kembali masuk ke rumahnya yang terlihat begitu gelap tanpa menutup pintu.
Setelah itu Riesscha memberi isyarat kepada Dante, Ellion, dan juga Shelvyanne dengan melambaikan tangan untuk mengikutinya. Mereka pun menurut. Lalu, mengikuti wanita itu masuk ke rumah pria lansia tadi.
Setelah memasuki rumah tersebut, netra milik Ellion dan Shelvyanne tak henti menelusuri tiap jengkal rumah itu sembari terus berjalan mengikuti pembimbing mereka. Isi rumah begitu berantakan, tak tersusun rapi semacam tak berpenghuni. Tak ketinggalan, debu pun tampak menghiasi permukaan benda di rumah kecil itu.
Ketiga orang di belakang Riesscha hanya bisa mengira kalau mereka akan kembali ke luar melalui pintu belakang melihatnya terus berjalan lurus tanpa berhenti di satu ruang. Entah apa yang di lakukan wanita berambut merah pendek itu mengapa membawa ketiganya masuk jika akhirnya keluar lagi tanpa melakukan sesuatu apa pun.
Perkiraan mereka benar. Pada saat tiba di depan pintu, tungkai Riesscha berhenti dan satu tangannya kini menggenggam handle pintu tersebut dan mulai membukanya perlahan. Sedikit demi sedikit cahaya menyilaukan menyambut netra mereka, pun secara langsung mereka membiasakan dengan cahaya itu. Setelah semuanya terbuka, manik mata ketiga orang itu membelalak takjub tak percaya.
Pemandangan yang sungguh di luar dugaan. Mereka mengira pintu ini mengarah pada kebun kaktus tadi. Namun ternyata salah. Sebuah kota bernuansa futuristik yang justru kini berada di penglihatan mereka. Sebuah kota yang berbeda jauh dari Zelenia. Gedung-gedung pencakar langit, jalan raya, bahkan kendaraan seperti mobil juga ada di sana. Tak hanya itu, langit-langit Nidhafeli juga dihiasi berbagai kendaraan terbang mirip UFO dan ada pula balon udara serta masih banyak lagi.
Nidhafeli sendiri didominasi Ras Dwarven (manusia kerdil dengan tinggi 90-120cm) dan selebihnya ada Ras Ethernian, Elven, dan Sylphian. Namun, setiap ras yang tinggal di Nidhafeli tidak dipengaruhi konflik luar seperti yang saat ini terjadi antara Ras Ethernian & Elven. Mereka semua tinggal dengan damai dalam satu lingkup.
Mereka bertiga masih terperangah melihat semuanya, terutama Ellion dan Shelvyanne. Kedua manik mata mereka pun tersadar, rumah yang tadi mereka masuki, bahkan perkampungan yang tadi mereka jejaki bisa terlihat dari sini namun berangsur-angsur bangunan tersebut terlihat samar dan akhirnya menghilang dari pandangan. Walau secara teknis bangunan itu tetap ada di luar konstruksi Kota Nidhafeli.
Pada dasarnya, perkampungan tersebut hanyalah sebuah hologram atau fake town yang dikendalikan pemerintah Nidhafeli sebagai keamanan untuk mencegah musuh tahu keberadaan Nidhafeli atau hal buruk yang mengancam. Seperti yang diketahui, kota tersebut adalah satu-satunya kota termaju di Yggdra. Tidak menutup kemungkinan akan adanya bahaya besar. Selain itu, perkampungan tersebut adalah pintu gerbang menuju Kota Nidhafeli yang sebenarnya. Namun, tentu saja tak sembarang orang bisa masuk karena ada cara tertentu seperti yang Riesscha lakukan, yaitu dengan mengucapkan kata ‘Maa Tahayati'.
Sebelum masuk lebih jauh, mereka berhenti di sebuah pos penjagaan. Kemudian mereka disapa oleh kedua pria kerdil yang tingginya kira-kira 100cm—yang mengurusi perizinan untuk tinggal sementara di Kota Nidhafeli.
Setelah mendapat izin, mereka berempat sekarang menuju pusat kota dengan mengendarai sebuah mobil mirip mini bus untuk mencari penginapan karena hampir malam. Sepanjang perjalanan, mereka berempat disuguhi pemandangan yang jauh berbeda di setiap jalan yang mereka lalui.
Kota Nidhafeli sendiri dibagi menjadi 3 lapisan. Di bagian paling luar tempat tinggal para pekerja dan pengrajin, di bagian tengah tempat jual beli berbagai macam benda mulai dari makanan sampai perlengkapan persenjataan. Sedangkan bagian dalam atau pusat kota sebagai tempat tinggal bangsawan dan petinggi kota.
Setelah menemukan sebuah gedung penginapan, Riesscha meminta Dante, Ellion, dan Shelvyanne untuk beristirahat terlebih dahulu. Sementara dirinya kembali ke luar untuk pergi ke pusat kota.
"Huaaaaa ... tak kusangka kota ini begitu hebat. Iya kan Elli?" seru Shelvyanne, sembari mengambrukkan diri di kasur.
"Iya. Bahkan kota ini memiliki kereta besi tanpa kuda. Sungguh di luar pemikiranku,“ jawab Ellion, sambil duduk di tepi ranjang yang sama dengan tempat Shelvyanne berbaring. Ia begitu kagum dengan semuanya. Bagaimana bisa mereka menyembunyikan kota sebesar ini? "Hey, Dante! Sepertinya kau sama sekali tidak menikmati perjalanan di kota ini? " lanjut Ellion, beralih melirik Dante yang duduk di tempat tidur lain. Namun, laki-laki itu hanya memasang wajah sayu tanpa berkata apa pun. "Tentang gadis yang menyerang kita semalam?" tebak Ellion.
"Ada banyak hal yang tidak aku mengerti dari dunia ini, termasuk gadis yang mirip dengan temanku di bumi,“ cerita Dante. Mendengar hal itu, Shelvyanne bangkit dan ikut memperhatikan. "Struktur Kota ini sangat mirip dengan suasana tempatku berasal. Bahkan teknologi yang kota ini gunakan."
"Teknologi? Apa itu?" Shelvyanne mengerutkan dahi, seraya menatap Dante intens.
Di tengah perbincangan mereka yang hampir menginjak tengah malam, Riesscha akhirnya kembali ke penginapan di mana Dante, Ellion, dan shelvyanne berada.
"Riess? Bagaimana?" tanya Ellion, setibanya Riesscha di kamar.
"Besok pagi kita akan ke pusat kota, tepatnya ke laboratorium Al-Tech," papar wanita berambut merah pendek itu.
Keesokan paginya, mereka berempat sudah bersiap untuk pergi meninggalkan penginapan. Sesampainya di luar, Riesscha memilih jalan kaki karena tempat yang akan dituju tak begitu jauh dari penginapan. Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah gedung pencakar langit. Tungkai mereka pun memasuki gedung tersebut melewati pintu otomatis.
Sesampainya di dalam gedung, mereka disuguhi dengan interior perkantoran pada biasanya. Hawa sejuk pun seketika menyergap tubuh mereka, memberikan sensasi dingin di permukaan kulit. Tungkai Riesscha kini menuju ruang resepsionis—dengan hiasan bingkai foto besar seorang perempuan yang menjadi pemilik kantor. Demikian pula dengan ketiganya yang selalu mengekor di belakang Riesscha.
"Selamat datang Tuan dan Nyonya. Kedatangan kalian sudah ditunggu Nyonya Jasmine di kantornya. Silakan lewat sini," sapa seorang resepsionis perempuan, seraya mengarahkan tangan sesuai yang diucapkannya.
Resepsionis itu pun mengantar Riesscha dan ketiganya hingga di depan pintu ruang Nyonya Jasmine. Namun, sebelum sang resepsionis itu mempersilakan masuk, seseorang menyapa Riesscha dari arah samping tak jauh dari dirinya berdiri.
"Ah, Riesscha! Lama tak jumpa," ucap seorang wanita paruh baya dengan penampilan rambut pirang sepunggung dan kacamata hitam yang dikenakannya. Wanita itu terlihat mengenakan pakaian ala kantoran berwarna putih dilengkapi sepatu high heel berwarna hitam.
Refleks, Riesscha mengedarkan atensi ke sumber suara. "Ahh, Nona Jasmine. Senang bertemu dengan anda.”
"Aku sudah mengetahui kedatanganmu dari surat yang dikirim Ratu Ursula. Tapi tak kusangka akan secepat ini," Jasmine tersenyum seraya melangkah kehadapan Riesscha."Kau pasti Dante Alcaro?" Jasmine mengalihkan perhatiannya ke arah Dante yang berdiri tepat dibelakang Riesscha. Tanpa berkata apa-apa, Dante hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Jasmine.
"Atau haruskah kupanggil Dani Adrian?"Sejenak suasana hening, mata Dante terbelalak. Ellion terlihat sedikit melirik ke arah Dante.
"Bagaimna bisa dia mengetahui nama asliku?" Dante bergelut dengan fikirannya, tak sanggup bertanya dan hanya diam mematung ditempat
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dante: Another World
Fantasyseorang anak SMA yang terjebak di dunia misterius dan tidak bisa kembali ke dunia asalnya. terpaksa menjalani takdir yang berbeda dari kehidupan dia sebelumnya.