Bab 1

13.6K 382 8
                                    

Bab 1

Suasana remang-remang dalam sebuah kamar diiringi suara desahan saling bersahutan terdengar di antara kesunyian malam. 

 Dua tubuh saling menyatu bergerak dengan ritme tak beraturan di atas tempat tidur luas. 

Suara dengusan, desahan, pekikan menambah kesan vulgar yang terjadi di kamar luas dengan cat warna coklat tersebut. 

Aktivitas keduanya yang sedang mengejar kenikmatan duniawi harus terhenti ketika mendengar suara dering ponsel tak jauh dari tempat tidur berada.

"Mas, ada suara telepon. Sepertinya itu ponsel Mas," kata wanita disela tarikan napasnya.

"Ugh, sabar, Sayang. Itu yang menelepon bisa menunggu sedangkan Mas tidak bisa menunggu." Sahutan dari pria yang sedang memompa tubuhnya terdengar bersahutan dengan napasnya. 

 Wanita yang berada di bawahnya tidak berkomentar lagi. Mereka kembali melanjutkan aktivitas mengejar kenikmatan duniawi. Suara ponsel kembali terdengar dan kali ini lebih panjang dari sebelumnya. Mau tak mau, pria yang tengah memompa tubuhnya mengulurkan tangan ke nakas dan menjangkau ponsel miliknya yang terus berdering.

Sebelum berniat untuk mematikan ponselnya,  pria tersebut sempat melihat nama pemanggil.  

Pria itu memperlambat gerakan bawahnya dan menelan ludahnya gugup saat melihat nama si pemanggil. Pria itu mendongak menatap lawannya yang kini membalas tatapannya. 

"Siapa, Mas?" Wanita itu bertanya dengan suara parau. Sepertinya itu dia, fikir wanita itu dalam hati sudah bisa menebak siapa yang menelepon di tengah malam seperti ini.

"Mitha." Pria tersebut menjawab dengan ragu. Namun, tak urung ia mengangkat panggilan telepon yang mungkin saja penting.

"Halo?" Pria itu mengangkat telepon dari wanita yang bernama Mitha. tak lama kemudian keningnya mengerut sebelum ekspresi khawatir terlihat jelas di matanya. "Aku ke sana sekarang." 

 Tubuh wanita yang berada dibawahnya mulai melemas ketika mendengar sahutan dari pria yang yang sudah menghentikan aktivitas mereka. 

"Kamu mau pergi lagi, Mas?" Wanita tersebut menatap datar pria yang sudah mencabut penyatuan mereka. Rasa kecewa dan kehilangan membuat wanita tersebut tidak bergerak atau mengubah posisinya.

"Maaf, Sayang. Mitha butuh bantuanku. Monik masuk rumah sakit dan Mitha sendirian."

 Pria tersebut berkata dengan tergesa-gesa sambil memakai kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Setelah pakaiannya rapi, pria tersebut mengambil tempat tidur dan mencium kening sang wanita dengan lembut. 

"Kamu istirahat dulu, ya. Aku pergi dulu," pamit sang pria. 

Setelah sang pria menghilang di balik pintu, setetes air mata jatuh mengalir di pipi sang wanita. Dengan posisi masih mengangkang seperti sebelumnya, wanita itu mengusap kasar wajahnya kemudian ia terkekeh sumbang. 

Lagi-lagi ia ditinggalkan dalam posisi puncak untuk mendapat kenikmatan hanya demi satu orang yang sama. 

Ditinggalkan oleh orang yang ia sayangi dan ia cintai untuk yang ke sekian kalinya tetap saja membuat sang wanita merasa tersakiti dan tidak berharga.

"Aku siapa kamu, Mas?" tanya sang wanita pada kesunyian malam. 

 Wanita tersebut berikut tubuhnya seperti bayi dalam kandungan tanpa menutup tubuhnya dengan kain atau selimut. Air mata menetes mengalir di pipi sang wanita. Ia terisak oleh rasa sakit dan sesak yang selalu ia rasakan. Tidak ada tempat untuk bercerita. Hanya pada tempat tidur dan angin malam yang menjadi saksi bagaimana dirinya diperlakukan oleh sang suami layaknya wanita buangan.

 Dia adalah Elina Krista istri dari pria tadi yang tak lain Hiro Niko.  Mereka menikah sudah 4 tahun dan belum dikaruniai seorang anak.  Sudah banyak yang mempertanyakan mengapa belum mendapatkan momongan.  Sementara mereka berdua sama-sama subur dan tidak ada dalam kondisi yang menyulitkan untuk mereka mendapatkan momongan. Namun, sepertinya Tuhan memang belum mengizinkan mereka untuk mendapatkan momongan.    

 Lelah dengan keadaan fisik yang tidak mendapat puncak kenikmatan, juga rasa sakit kepala yang mendera, serta kekecewaan yang menyayat hati, membuat Elina mulai memejamkan matanya dan masuk ke alam mimpi. 

 Hanya dengan tertidur ia tidak bisa merasakan lagi rasa sakit yang ia alami di dunia nyata. 

Pukul empat subuh, suami dari wanita bernama Elina yang tak lain adalah Hiro kembali ke rumah dengan keadaan kemeja yang berantakan. Pria itu kemudian masuk ke dalam kamarnya  dan tertegun melihat tubuh polos istrinya tidak tertutup sehelai kainpun. Bahkan selimut yang seharusnya menutup tubuhnya kini jatuh ke lantai. 

Hiro mengusap wajahnya. Pria itu kemudian mengambil selimut dan menutup tubuh istrinya. Hiro membuka celana dan baju kemeja yang ia kenakan kemudian masuk ke dalam selimut memeluk tubuh istrinya yang terlihat menggigil kedinginan. 

Hiro tersenyum lembut merasakan pergerakan gelisah Elina saat wanita itu  ia tarik masuk ke dalam pelukannya.

"Ssst, Sayang, maaf," bisik Hiro meminta maaf.

Hiro mulai memejamkan matanya dan tidur mengikuti Elina lebih dulu ke alam mimpi.

 Hiro meregangkan tubuhnya kemudian meraba tempat tidur disampingnya yang terasa kosong. Hiro membuka mata dan melihat hari sudah mulai agak siang. Ditatapnya ke samping tempat di mana Elina harusnya tidur kini kosong.

 Hiro menguap malas. Pria itu kemudian bangkit dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi. Setelah membersihkan tubuhnya, Hiro langsung memutuskan keluar dari kamar dan menuju dapur dimana aroma masakan sang istri sudah menguar masuk ke indra penciumannya.

Hiro tersenyum lebar melihat punggung istrinya yang bergerak lincah di dapur mereka. Pelan tapi pasti, Hiro mendekati istrinya dan memeluknya dari belakang.

"Selamat pagi, Cintaku," sapanya pada sang istri.

Elina menoleh. Wanita itu tersenyum lembut sebagai  balasan sapaan  pada suaminya.

"Mas mau sarapan apa?" Elina bertanya dengan nada santai seperti biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa tadi malam.

"Mas mau sarapan kamu. Boleh?" 

Elina tersenyum menyesal kemudian menggeleng kepalanya pelan. "Maaf, Mas. Aku lelah," katanya dengan suara lemah. 

Elina sedang tidak ingin melayani Hiro. Rasa kecewa dan sakit hati yang ia alami tadi malam tidak hilang begitu saja. Ini memang bukan kali pertama Hiro meninggalkannya untuk wanita bernama Mitha. Namun, rasa sakitnya tetap saja ada.

"Baiklah kalau begitu."

 Terdengar suara helaan napas Hiro yang kecewa atas penolakannya. Namun, Elina bersikap tidak peduli meski dalam hati ia meminta maaf dengan tulus pada Tuhan karena menolak keinginan suami.

"Mas hari ini berangkat kerja bawa bekal?" Elina bertanya tanpa menoleh menatap Hiro yang tidak melepaskan pelukan dari tubuhnya.

"Mas selalu bawa bekal. Untuk apa bertanya lagi?" Hiro menyahut santai tidak memerhatikan ekspresi wajah Elina yang berubah sesaat.

"Bekal yang beberapa kali tidak mas makan karena makan di restoran."

"Kamu bicara apa, Sayang?" Hiro tidak begitu mendengarkan dengan jelas gumaman Elina sehingga membuatnya meminta Elina untuk mengulang perkataannya sendiri. Namun, Elina hanya kepalanya pelan dan menjelaskan jika dia sedang melantunkan sebuah lagu.

Hiro yang sangat percaya pada istrinya hanya mengangguk. Hal tersebut membuat Elina menghela napas untuk yang kesekian kalinya.

BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang