Hiro menatap tajam sosok mamanya yang sudah duduk dengan santai di ruang keluarga.
Pria itu cukup terkejut saat pulang dari kantor dan mendapati mamanya sudah berada di rumahnya. Bukan Hiro tidak suka mamanya berada di rumahnya, hanya saja kedatangan mamanya pasti akan menimbulkan masalah. Masalahnya dengan Elina saja belum selesai akan semakin runyam jika ditambah oleh kedatangan mamanya.
"Mama ngapain di sini?" Hiro bukan tidak sopan bertanya langsung tujuan mamanya datang ke rumahnya. Hiro mendapatkan firasat tidak baik setelah melihat wanita yang sudah melahirkannya ada di rumahnya. Terlebih lagi ada sosok Elina yang pasti merasa tidak nyaman.
Hiro juga menyadari jika beberapa tahun terakhir sikap mamanya tidak sehangat saat pertama kali menyambut Elina datang ke rumah mereka.
"Kenapa Mama tidak boleh datang berkunjung ke rumah anak mama sendiri? Apa kamu melarangnya, Hiro?" Hana, wanita paruh baya itu menatap putranya sinis. "Mama akan menginap beberapa malam di sini. Helia sedang berada di luar kota. Begitu juga dengan papamu. Jadi, Mama tidak mau berada di rumah sendirian."
Perasaan Hiro langsung mencelos ketika mendengar ucapan mamanya. Sungguh, Hiro benar-benar tidak ingin mamanya berada di rumah ini. Hiro ingin mamanya pergi, namun tidak mungkin ia mengusir wanita paruh baya yang sudah melahirkannya itu.
Hiro menghela napas berat. "Kalau begitu, aku pamit ke kamar dulu."
Tanpa menunggu respon dari mamanya, Hiro segera pergi meninggalkan sang mama dan langsung masuk ke dalam kamarnya.
Terlihat Elina yang sedang duduk bersandar pada tempat tidur. Mata wanitanya terpejam, sementara kedua telinganya disumpal dengan headset.
Hiro tahu jika istrinya sedang mendengarkan lagu. Pasti lagu mellow, pikir pria itu dalam hati.
Pelan-pelan tapi pasti, Hiro segera mendekati Elina dan duduk di sampingnya.
Pria itu dengan pelan melepaskan kedua headset di kedua telinga Elina, membuat wanita itu tersentak dan membuka matanya.
"Kamu, Mas," gumam Elina datar. Meskipun tidak bersuara, namun Elina tahu jika Hiro lah yang berada di dekatnya. Elina tentu saja hafal bau parfum suaminya sendiri.
"Iya, Sayang." Hiro kemudian maju dan mengecup kening Elina. Setelah itu turun merayap hingga bibirnya berhenti di bibir Elina.
Hiro dengan penuh kelembutan mulai melumat bibir Elina tanpa perlawanan dari wanita itu. Elina hanya diam saja ketika Hiro menggerakkan bibir dan lidahnya masuk menjelajahi rongga mulut Elina.
Wanita itu hanya memejamkan matanya menikmati ciuman lembut yang diberikan oleh sang suami.
Detik berikutnya Elina segera mendorong tubuh Hiro ketika bayangan ucapan Mita yang mengatakan jika dia dan suaminya pernah berciuman dan hampir melakukan malam panas berputar dalam benak Elina.
Napas wanita itu memburu sambil mengusap kasar bibirnya. "Bibir itu, pernah menjelajahi bibir wanita lain. Aku jijik. Benar-benar jijik," ucap Elina tanpa intonasi. Namun, Hiro dapat melihat dengan jelas ekspresi wajah Elina yang jijik padannya.
"Sayang--" Hiro menghentikan segala kalimat yang akan keluar dari bibirnya ketika Elina mengangkat telapak tangannya.
"Jangan bicara, Mas. Kamu bisa langsung pergi dan mandi. Tolong, tinggalkan aku sendiri." Elina kemudian menolehkan kepalanya ke sisi lain yang ia yakini tidak akan ada Hiro di sana.
Hiro menghembuskan napasnya berat. Tidak ingin membuat istrinya semakin marah, Hiro mau tidak mau bangkit dari duduknya dan langsung masuk ke kamar mandi.
Setelah mendengar suara pintu kamar mandi tertutup, setetes air mata jatuh membasahi pipi Elina. Cepat-cepat wanita itu mengusap kasar wajahnya tidak ingin jika Hiro tahu jika ia habis menangis. Elina harus menjadi wanita kuat dan tegar. Jangan sampai ia ketergantungan pada laki-laki itu, tekad Elina dalam hati.
____
"Cih, dunia memang benar-benar terbalik. Bukannya Istri yang mengurus suami, tapi justru sebaliknya," cibir Hana dengan tatapan sinis.
Hiro yang sedang menyuapi Elina makan malam menghentikan sejenak aktivitasnya. Pria itu melempar tatapan tajam pada mamanya sebelum akhirnya ia melanjutkan kembali apa yang menjadi tugasnya.
Hiro memang selalu menyuapi Elina makan. Meskipun, keinginannya sering kali ditolak oleh Elina. Namun, Hiro bersyukur wanitanya tidak lagi menolak. Yah, terhitung sejak tadi pagi Elina tidak menolaknya.
"Kamu memang tidak pintar mencari istri, Hiro. Harusnya kamu cari istri yang sempurna. Cari istri yang bisa mengurus kamu, dan istri yang bisa kasih kamu keturunan."
Hana kembali berucap dengan sengit. Wanita itu tidak memikirkan perasaan Elina yang hancur mendengar ucapannya.
"Urusan rumah tanggaku, bukan urusan mama."
"Hiro, sebagai mama kamu, tentu saja Mama ingin yang terbaik untuk anak-anak mama. Carilah istri yang sempurna fisiknya dan yang bisa kasih kamu keturunan. Bukannya justru memilih istri yang tidak bisa kasih keturunan, cacat juga."
Elina sudah mati rasa. Namun, ketika mendengar hinaan yang dilontarkan oleh ibu mertuanya, perasaan Elina semakin sakit. Elina tidak bisa menunjukkan raut wajah sedihnya. Wanita itu hanya menampilkan ekspresi datar yang membuat Hana kesal. Hana ingin melihat Elina menangis hingga ia bisa merasa puas.
"Jaga bicara mama. Saat ini aku masih menghormati Mama karena mama adalah mama kandungku. Tapi, jika mama terus-terusan menghina Elina, jangan salahkan aku kalau aku kehilangan rasa hormat untuk Mama."
Hiro menampilkan ekspresi datar sambil menatap tajam mamanya. Rahangnya mengeras dengan tangan yang menggenggam erat sendok nasi yang sedang dia pegang.
Memang yang dihina bukan dirinya, tapi entah mengapa ia yang mendengarnya merasa sakit hati. Apalagi itu terjadi pada Elina yang dihina dan diejek langsing oleh mamanya. Hiro tidak akan membiarkan siapa pun menghina atau mengejek istrinya.
"Kamu jangan suka membela wanita cacat ini, Hiro. Kamu seharusnya bersyukur Mama masih mengingatkan kamu. Jangan jadi anak durhaka kamu."
"Aku? Jadi anak durhaka?" Hiro terkekeh sinis menatap mamanya. "Terus apa yang dilakukan Mama memang baik? Tidak, Ma. Mama bahkan lebih kejam dari apa pun."
Hiro meletakkan sendok yang ia genggam. Kemudian ia mengangkat tubuh Elina dan membawanya masuk. Hiro mengabaikan panggilan Hana yang memintanya untuk tetap bertahan di meja makan.
Sepertinya Hiro harus menjauhkan istrinya dari mamanya. Hiro tidak mau istrinya semakin sakit hati mendengar semua hinaan mamanya.
"Kamu tunggu sini sebentar. Aku mau ambil makanan untuk kita." Hiro mendudukkan Elina di atas sofa dalam kamar. Pria itu mengecup kening Elina sebelum akhirnya ia melangkah keluar mengambil piring nasi yang sempat ia letakkan tadi. Hiro menambahnya untuk makan dirinya dan juga Elina.
Hiro mengabaikan mamanya yang lagi-lagi mengungkapkan kalimat kasar untuk istrinya.
Hiro lebih baik menghindari Hana, daripada ia akan terus berdebat dan berakhir dengan pertengkaran hebat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]
General FictionMenikah selama 4 tahun dengan Hiro tanpa dikaruniai seorang anak, membuat Elina merasa tidak percaya diri. Terlebih lagi saat banyak orang yang mempertanyakan mengapa ia belum mendapatkan momongan juga. Belum lagi desakan dan hasutan ibu mertua m...