Elina melambaikan tangannya pada mobil Hiro yang sudah melaju keluar dari halaman rumah mereka.
Elina baru saja mengantarkan kepergian suaminya untuk berangkat kerja. Meski tidak melihat, namun Elina tetap melambaikan tangannya.
"I love you, Sayang! Tunggu mas pulang, ya!" Hiro tanpa malu berteriak dari dalam mobil hingga membuat Elina membalasnya dengan senyuman. Meskipun wanita itu tidak tahu bagaimana ekspresi wajah suaminya saat berpamitan dengannya.
Elina kemudian melangkah masuk dengan pelan sambil menggunakan tongkat yang dibeli Hiro beberapa waktu lalu.
Tujuan Elina tentu saja untuk kembali ke kamarnya untuk mendengar musik lewat sebuah salon mini yang dibeli oleh Hiro kemarin malam.
Sementara Hiro sendiri berangkat bekerja seperti hari-hari biasa. Pria itu bersemangat untuk mengerjakan tugasnya. Semakin cepat pekerjaannya selesai, maka semakin cepat pula ia kembali ke rumah untuk menemui istri tercinta.
Tak berselang lama, sekretaris Hiro mengetuk pintu dan mengatakan jika ada Hana serta Mita yang berkunjung ke kantor.
Hal tersebut membuat Hiro menghela napas panjang karena sebentar lagi ia akan melakukan perdebatan dengan mamanya.Pria itu kemudian mempersilahkan mama dan Mita untuk masuk.
"Apalagi tujuan Mama datang kemari? Aku sudah katakan kalau aku menolak untuk menikah dengan Mita. Harus berapa kali lagi aku katakan?" Hiro menatap mamanya dengan tatapan kesal. Pria itu tidak akan pernah mau menuruti keinginan mamanya.
Jika dulu ia selalu memikirkan kebahagiaan mamanya, kini saatnya ia memikirkan kebahagiaannya sendiri. Hiro tidak ingin memiliki istri dua. Satu istri saja baginya sudah cukup.
"Hiro, ada yang mau mama sampaikan pada kamu. Setelah itu, terserah kamu mau menuruti kemauan Mama atau tidak. Tapi, kamu harus tahu satu hal--" Hana menatap Mita yang terlihat pucat duduk di sebelahnya. Wanita itu kemudian kembali beralih menatap putranya yang kini menatap mereka dengan tatapan penasaran.
Tubuh Hiro seketika itu menegang kaku ketika mendengar penjelasan panjang lebar dari mama dan Mita secara langsung.
Hiro ingin mengelak dan tidak percaya, tapi surat dari pihak rumah sakit dan keterangan dari Dokter sudah ia teliti dan hasilnya cukup membuat Hiro tercengang.
"Sekarang, terserah kalau kamu mau menikahi Mita atau tidak. Mama serahkan semua keputusan pada kamu, Hiro."
Setelah itu Hana dan Mita berlalu pergi dari ruang kerja Hiro. Kedua wanita itu meninggalkan Hiro yang terpaku di tempat dengan ekspresi tak percaya yang ia tampilkan. Sungguh, Hiro benar-benar berada dalam situasi yang sangat membingungkan.
Sore harinya.
Hiro segera turun dari mobil kemudian melangkah masuk ke dalam rumah guna mencari keberadaan sang istri yang entah berada dimana.
Saat ini Hiro hanya butuh pelukan istrinya. Maka dengan itu, pikirannya yang sejak tadi di kantor kacau akan merasa tenang dan nyaman.
Hiro kemudian melangkah ke taman belakang rumah dan melihat istrinya sedang duduk di sebuah kursi yang menghadap ke arah bunga-bunga segar yang tumbuh dengan baik di belakang rumahnya.
"Sayang." Hiro memeluk Elina dari belakang dan mencium pipi istrinya itu dengan lembut. Pria itu kemudian mengusap kepala Elina dengan sayang sementara kedua tangannya mendekap erat tubuh istrinya dari belakang.
"Mas, kenapa? Seperti orang yang sudah lama tidak bertemu saja," komentar Elina.
Suaminya memang akan memeluknya ketika pulang dari kerja. Namun, entah mengapa Elina merasa ada yang berbeda dengan pelukan Hiro kali ini.
Orang bilang, suami adalah setengah dari raga dan batin istri. Apa yang terjadi pada suami, maka istri akan peka terhadap apa yang terjadi pada suami. Istri akan paham dan tahu jika sesuatu tengah terjadi pada suami. Misal, saat suami selingkuh, maka istri akan merasakan dan tahu jika suami yang berbagi tempat tidur dengannya sedang berselingkuh lewat firasat atau mimpi.
Sangat berbeda dengan suami, yang memiliki kepekaan seperti itu terhadap istri hanya 30%. Tidak banyak memang, namun pasti ada.
"Mas tidak apa-apa, Sayang. Mas hanya rindu dengan istri mas yang cantik jelita ini." Hiro kemudian pindah duduk di samping Elina. Pria itu memeluk istrinya dari samping, kemudian mendekatkan kepalanya pada cerukan lehernya Elina dan menghirupnya dalam-dalam.
"Mas bisa saja. Kita berpisah hanya beberapa jam. Bagaimana kalau kita pisah lama?" Elina terkekeh dengan guyonannya sendiri. Namun, berbeda dengan Hiro yang kini tubuhnya menegang saat mendengar ucapan Elina.
"Mas?" Elina menghentikan kekehannya ketika tidak mendengar respon dari suaminya.
Sadar jika istrinya sudah menegurnya, Hiro kemudian mengecup leher Elina.
"Jangan bicara seperti itu."
"Bicara seperti apa?" Kening Elina mengernyit tidak paham.
"Tentang perpisahan yang lama. Mas tidak akan mengizinkan itu terjadi. Tidak akan ada yang berpisah di antara kita. Kecuali maut," ucap Hiro tegas. Hiro bahkan tanpa sadar mengeratkan pelukannya pada Elina hingga membuat wanita itu meringis sakit ketika Hiro mencengkram pinggangnya.
"Mas, aku hanya bercanda. Kenapa Mas serius sekali?" Elina tentu saja akan dengan sikap Hiro yang tidak biasa.
"Walaupun cuma bercanda, mas tidak suka, Sayang. Kamu harus ingat itu."
"Tapi--"
"Sudah mandi sore?" sela Hiro mengalihkan pembicaraan. Beruntung Elina segera menganggukkan kepalanya pertanda jika ia sudah mandi.
"Kalau begitu, kita masuk ke dalam. Mas mau mandi, setelah itu mas mau minta kelonin sama kamu."
"Mas seperti anak kecil saja minta di kelon." Elina memukul pelan paha Hiro hingga membuat pria itu meringis. Namun, tak urung ia tetap tertawa melihat ekspresi wajah Elina yang terlihat menggemaskan.
Hiro kemudian membopong tubuh Elina dan membawanya masuk ke dalam rumah. Mereka sempat berpapasan dengan Aina yang langsung menunduk ketika melihat Hiro membopong tubuh Elina.
"Aina, tolong siapkan makan malam. Nanti letakkan saja di depan pintu kamar kami. saya berencana untuk makan di dalam kamar sama istri saya," ujar Hiro pada Aina.
"Mas, kok makan di kamar? Kenapa tidak di meja makan saja?" Terdengar suara Elina yang protes ketika Hiro hendak makan di dalam kamar.
"Mas ingin berduaan terus sama kamu." Hiro tanpa malu menguncup bibir istrinya di depan Aina hingga membuat wanita dengan khimar panjang itu menunduk dengan rona merah di pipi.
Tidak menyangka akan menyaksikan adegan romantis antara majikannya.
"Kalau begitu, kami permisi ke kamar dulu, Aina."
"Baik, Pak."
Setelah itu Hiro berlalu pergi dengan Elina yang masih berada dalam gendongannya.
Tubuh istrinya yang kurus tidak membuat Hiro kesulitan untuk membopong masuk dari luar hingga dalam kamar.
Hiro kemudian mendudukkan Elina di atas tempat tidur. Pria itu kemudian kembali mengecup bibir istrinya dan berbisik, "nanti malam pijitin Mas. Pegal tahu angkat kamu barat."
"Mas." Elina mengerucut bibirnya mendengar ucapan Hiro. Sementara pria itu justru tertawa melihat ekspresi istrinya yang begitu menggemaskan.
Hiro kemudian mengecup bibir Elina dan berlalu begitu saja masuk ke dalam kamar mandi.
Meski ada masalah yang menanti, Hiro yakin jika ia akan melewati masalah ini dengan baik-baik saja tanpa harus melibatkan Elina, istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]
General FictionMenikah selama 4 tahun dengan Hiro tanpa dikaruniai seorang anak, membuat Elina merasa tidak percaya diri. Terlebih lagi saat banyak orang yang mempertanyakan mengapa ia belum mendapatkan momongan juga. Belum lagi desakan dan hasutan ibu mertua m...