"Jadi, kamu menikah dengan perempuan sundal itu, Hiro? Selingkuh kamu jadinya," komentar Helia sambil melipat tangan di dada.
Wanita itu baru saja mendengar seluruh cerita dari mulut Hiro langsung.
Helia yang sudah penasaran, segera meminta Hero untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi setelah kepergian Hana, Mita, dan juga Monik.
Hiro yang tidak bisa mengelak akhirnya dengan pasrah menceritakan semua yang terjadi pada kakaknya.
"Aku bukan selingkuh, Kak. Demi Tuhan, aku bahkan tidak pernah menyentuhnya. Memberinya nafkah saja tidak."
Hiro mengusap wajahnya frustrasi.
"Berarti dosamu double. Sudah menikahinya, tidak memberi nafkah lahir dan batin juga. Menikah tanpa sepengetahuan istri pertama itu dosa." Helia berdecak mendengar ucapan adiknya. "Aku pernah mendengar ceramah dari ustad kalau laki-laki menikahi perempuan tapi tidak memberinya nafkah lahir dan batin, pernikahannya tidak sah. Gampang lah, tinggal kamu talak, semua masalah selesai."
Helia memang selalu mengentengkan masalah. Wanita itu bahkan dengan santainya masih wara-wiri di layar televisi setelah skandalnya yang menjadi simpanan Pria beristri mencuat ke media.
Helia adalah tipe wanita berhati batu. Orang lain wajib memikirkan perasaannya, tapi dia tidak wajib memikirkan perasaan orang lain.
"Kakak tidak mengerti. Saat itu posisiku sulit. Aku sering diteror mama dan Mita untuk melindungi Mita. Aku juga tidak mau menikahinya. Tapi mereka berjanji tidak akan mengganggu hidupku dan Elina lagi kalau aku mau menikahi Mita."
"Terus kamu percaya?" Helia terkekeh geli. "Bodoh sekali kamu."
Hiro menundukkan kepalanya. Pria itu bergumam, "aku memang bodoh."
Hiro mengakui jika dirinya memang bodoh dan menyesal mengapa Tuhan memberinya pikiran dangkal seperti ini. Ia sudah menyakiti Elina yang sampai saat ini masih marah dan keukuh ingin bercerai bercerai.
Hiro jelas saja menentang keinginan Elina. Hiro tidak mau jika harus berpisah dengan Elina.
"Kamu memang bodoh. Ya sudah jalan satu-satunya kamu talak saja Mita. Begitu saja kamu pusing." Helia berucap dengan santai. "Huh, andai saja aku laki-laki, sudah dari dulu aku menalak Mas Gunawan. Sayang sekali, pria itu menolak dan bahkan mengancam akan membunuh istri pertamanya kalau aku tetap kekeuh ingin bercerai."
"Kenapa Kakak harus peduli dengan istri pertamanya? Toh, mau istri pertamanya meninggal pun, bukan urusan Kakak."
"Jelas saja itu urusanku, bodoh. Mas Gunawan akan membuat seolah-olah akulah yang membunuh istri pertamanya sehingga aku akan dipenjara." Helia memelototi adiknya. "Aku bisa melakukan apa pun tanpa takut. Tapi aku paling tidak suka berada di penjara."
"Siapa suruh mau menjadi istri kedua dan menjadi simpanan Pria beristri," gumam Hiro mendengus sinis.
"Jelas saja aku mau. Laki-laki itu banyak uang. Aku dibelikan hotel, villa mewah, resort, dan banyak hal berharga lainnya yang diberikan padaku." Helia menyahut dengan santai. "Serta, dendamku terbalas."
Helia menyeringai senang akan semua hal yang ia dapatkan. Namun, ketika Helia berniat untuk pisah dan bercerai dari Gunawan, pria itu menggila.
"Bantu aku, Kak." Hiro menatap Helia penuh permohonan. Meskipun dengan cara licik sekalipun, Hiro tidak masalah asal Elina masih tetap berada di sisinya.
Hiro tahu jika kakaknya memiliki banyak ide licik. Hiro berharap agar kakaknya mau membantu dirinya. Saat ini Hiro benar-benar merasa buntu dan tidak tahu mau bagaimana lagi.
"Tenang saja. Beri Kakak waktu 1 minggu dan semua masalah kamu akan selesai." Helia menyeringai lebar dengan ekspresi angkuh yang dimilikinya.
Tidak ada yang bisa lolos dari seorang Helia.
_______
Helia turun dari mobilnya dan melangkah masuk ke dalam rumah yang sudah lama tidak pernah ia kunjungi.
Kedatangannya ke sini tentu saja untuk mencari gara-gara dengan mamanya. Gara-gara wanita yang sudah melahirkannya itu, adik laki-lakinya terkena masalah dan ia pun mendapatkan masalah karena sang adik minta bantuannya.
Helia mendengus sinis sambil berpikir mengapa ia mau saja membantu Hiro.
Helia melangkah lebih masuk dan tidak menemukan keberadaan sang mama. Wanita itu kemudian berjalan lurus sedikit dan menemukan kamar sang mama yang terbuka sedikit hingga Helia bisa mendengar suara percakapan di dalam kamar tersebut.
Ekspresi wajah Helia tetap tenang dan santai. Wanita itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan mulai merekam percakapan sengit di dalam kamar luas milik orang tuanya.
"Mita, kita sudah melakukan segala cara. Tapi, Hiro tetap tidak menoleh padamu. Dari cara yang paling halus sampai terang-terangan 'pun Hiro tetap tidak peduli."
Suara Hana terdengar putus asa. Wanita paruh baya itu juga terlalu malas untuk mengurusi hal-hal seperti ini. Namun, dia dipaksa keadaan. Lagi pula, mau Hiro memiliki anak atau tidak, Hana tidak peduli. Toh, ia juga memiliki tiga cucu dari anak pertama kesayangannya.
"Sedikit lagi, Tante. tante harus terus bantu aku untuk mendapatkan Hiro. Aku tahu sekarang rumah tangga Hiro dan istrinya sedang tidak baik-baik saja. Jadi, ini kesempatan kita untuk menghancur leburkan rumah tangga mereka."
Mita menjawab dengan suara menggebu-gebu. Ayolah, ini sudah setengah jalan dan Mita tidak ingin gagal. Lagi pula, seandainya Mita gagal, maka ia tidak bisa mendapatkan Hiro.
Mita menginginkan Hiro untuk menjadi miliknya setelah perceraiannya dengan sang suami. Jadi, menurutnya ia tidak bersalah karena menginginkan laki-laki seperti Hiro.
"Kamu lihat sendiri Hiro bahkan berani mengusir mama. Itu tandanya kalau dia memang tidak pernah menginginkan kamu."
"Tante tidak perlu memikirkan mau Hiro menginginkan aku atau tidak. Tapi yang pasti, Hiro akan tetap menjadi milikku."
"Lalu bagaimana dengan rumah sakit itu? Tidak mungkin kamu akan terus menyewa kamar rumah sakit dengan alasan demam biasa terus-menerus. Sewa kamar rumah sakit tidak murah satu malamnya." Hana menatap Mita. "Bisa-bisa dokter dan suster akan curiga jika kita memanfaatkan fasilitas rumah sakit untuk kepentingan pribadi kita sendiri."
"Kalau soal itu tante tenang saja. Saudara aku, sudah mengurus semuanya. Aku hanya tinggal membayar sewa kamar rumah sakit. Lagi pula, aku hanya beberapa kali dalam sebulan saja disana." Mita mengibaskan tangannya. "Jadi, aku minta sama tante untuk terus berperan sebagai antagonis di dalam rumah tangga Hiro dan istrinya. Sementara aku akan berperan sebagai protagonis yang tidak bersalah dan akan tetap bersikap sebagai wanita penurut di samping tante."
Helia mematikan rekaman di ponselnya. Kemudian, mengirimkannya pada Hiro dan Elina, serta beberapa nomor kenalannya untuk berjaga-jaga jika ponselnya menghilang.
Juga, papanya.
Helia membuka pintu kamar mamanya dan mengejutkan dua wanita yang sedang berbincang. Helia dengan santai melambaikan kedua tangannya sambil tersenyum menatap kedua wanita yang menatapnya terkejut.
"Halo, Ma. Apa kabar? Sepertinya Mama bersenang-senang akhir-akhir ini" Helia menyapa mamanya dengan santai. "Apa saat ini Mama sedang bahagia? Kalau iya, aku akan menambah kebahagiaan mama," ucapnya, membuat ekspresi wajah Hana tegang.
"Helia, jangan macam-macam kamu." Hana menampilkan ekspresi dingin di wajahnya. Namun, tidak ada yang tahu jika saat ini jantungnya berdebar keras dan perasaan cemas serta panik tiba-tiba menerpanya.
"Hanya satu macam, Ma." Helia menyeringai lebar, kemudian ia berbalik pergi meninggalkan Hana yang semakin panik memikirkan apa yang akan dilakukan putri nomor duanya itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]
General FictionMenikah selama 4 tahun dengan Hiro tanpa dikaruniai seorang anak, membuat Elina merasa tidak percaya diri. Terlebih lagi saat banyak orang yang mempertanyakan mengapa ia belum mendapatkan momongan juga. Belum lagi desakan dan hasutan ibu mertua m...