Satu buah tamparan melayang ke pipi Hana ketika wanita itu baru saja masuk ke dalam rumahnya.
Wanita paruh baya itu mendongak kepalanya terkejut menatap sang suami yang kini sedang membalas tatapannya dengan tatapan marah.
"Kamu benar-benar wanita tanpa hati. Bisa-bisanya kamu memaksa Hiro untuk menikahi perempuan lain disaat anakmu sendiri sudah memiliki istri."
Hari menatap istrinya dengan tatapan penuh amarah. Dia baru saja pulang dari dinas keluar kota. Ketika tiba di rumah, bukan sambutan hangat yang ia dapatkan, tapi justru wajah murung putranya yang terlihat jelas oleh mata tuanya.
Hari tentu saja langsung menanyakan mengapa Hiro bisa berada di rumah ini sementara istrinya ditinggal sendiri di rumah.
Hiro menceritakan semuanya dari awal hingga kejadian tadi pagi saat ia membawa Monik pulang ke rumah.
Hari tentu saja marah dengan sikap putranya yang tidak tegas. Pria itu ingin Hiro menjadi pria yang tegas dan bertanggung jawab. Tidak seperti dirinya dulu yang dibutakan oleh cinta Hana sehingga membuat ia mau melakukan apa pun terhadap wanita itu dan berujung pada semua tingkah laku putra-putrinya yang tidak beres atas didikan Hana.
Contohnya saja Hera. Lalu ini, Hiro. Terakhir, ada Helia yang bahkan tidak diketahui keberadaan Putri nomor duanya itu.
Ketiga anak-anaknya tidak ada yang benar soal akhlak dan sifat yang baik. Hari tahu semua ini adalah kesalahan dirinya yang tidak pernah memperhatikan kondisi psikis putra-putrinya.
Waktu muda Hari hanya dibutakan oleh ambisi yang membuatnya harus memiliki banyak harta agar Hana tidak pergi dari hidupnya. Jika tahu kehidupan putra-putrinya tidak ada yang beres, Hari lebih baik untuk memendam rasa cintanya pada Hana agar tidak berlebihan dan berhubungan dengan hubungan toxic.
"Apa salahnya aku meminta Hiro untuk membantu Mita? Aku hanya ingin membalas budi atas kebaikan Mita yang dulu pernah mendonorkan darahnya untuk aku." Hana membalas tatapan suaminya. "Apa itu salah, Mas?"
"Pertanyaan bodoh!" bentak Hari kasar. "Kamu yang ingin membalas budi, tapi anakmu yang harus melakukannya. Kamu benar-benar wanita tanpa hati dan otak."
"Mas, kenapa kamu selalu membela Hiro dan perempuan itu? Aku hanya ingin yang terbaik untuk keluarga kita. Aku ingin Hiro memiliki keturunan dan wanita yang pantas mendampingi Hiro adalah Mita. Dia wanita baik yang rela mendonorkan darahnya untuk aku beberapa tahun yang lalu."
Dulu, Hana pernah mengalami kecelakaan sehingga membuatnya kehilangan banyak darah. Stok darah di rumah sakit habis dan Mita lah yang mendonorkan darah untuknya. Jadi, apa salahnya jika ia membalas kebaikan Mita dulu dengan cara menikahkan Hiro dengan Mita? Hana rasa tidak ada yang salah.
"Karena Hiro adalah putraku, dan Elina adalah menantuku. Kurang jelas apalagi soal status mereka? Kenapa aku harus membela yang lain?" jawab Hari sambil melotot pada Hana.
"Menantu yang tidak bisa memberikan keturunan. Sudah mandul cacat pula. Itu yang kamu bela?"
Kembali Hari melayangkan tamparan pada pipi Hana hingga membuat wanita paruh baya itu tersungkur. Maklum saja, meski usianya sudah tidak muda lagi, namun Hari masih memiliki tenaga yang cukup untuk membuat Hana jatuh.
"Ada yang salah dengan otak dan nuranimu, Hana. Lebih baik kamu perbaiki itu, sebelum kamu menyesal di kemudian hari."
Setelah itu, Hari berbalik pergi meninggalkan Hana dan Hiro di ruang keluarga.
Hana kemudian mengalihkan tatapannya pada Hiro yang sejak tadi duduk dalam diam.
"Puas kamu, Hiro, melihat Mama dan Papamu sendiri bertengkar?" Hana membentak Hiro. Namun, yang ditatap justru menggeleng pelan kepalanya sambil tersenyum dan bangkit dari duduknya.
Hiro menghampiri mamanya dan berdiri di hadapannya.
"Aku belum puas, sebelum aku melihat rumah tangga mama dan papa hancur. Sama seperti rumah tanggaku yang saat ini sedang di ambang kehancuran."Hiro terkekeh menatap mamanya. Bahkan, pria itu tidak menghilangkan seringainya setelah mendapat tamparan dari Hana.
Hiro kemudian berujar, "mama tunggu saja tanggal mainnya."
Setelah itu Hiro berbalik pergi meninggalkan Hana yang terdiam ditempat dengan rasa takut yang diam-diam menyusup ke dalam relung hatinya saat mendengar ancaman tak tersirat yang diucapkan Hiro padanya.
Suara tangis bayi mulai terdengar ketika Hiro memasuki rumahnya.
Buru-buru pria itu masuk ke dalam dan melihat Monik berdiri dengan kepala menunduk berdiri tak jauh dari posisi Elina berada. Sementara itu, Elina sendiri tengah berusaha untuk mengatur napasnya agar tenang.
"Saya benar-benar tidak habis pikir kamu melakukan ini pada anak-anak saya. Apa tidak cukup kehadiran kamu dan mamamu membuat aku terluka? Sekarang, kamu justru menyakiti anak-anakku."
Pandangan Elina mengedar ke segala arah guna mencari posisi di mana Monik berada.
Tadi, Elina sedang duduk bersama keempat anaknya yang sedang tertidur pulas usai diberi babysitter makan.
Elina tidak tahu jika Monik diam-diam datang ke tempat ia dan anak-anaknya berada. Gadis kecil itu kemudian mencubit satu persatu anaknya hingga mereka menangis. Awalnya Elina bingung mengapa anak-anaknya menangis hampir secara bersamaan. Sampai akhirnya Mbak Jum salah satu babysitter yang bekerja untuk Elina tiba-tiba datang dan menegur Monik karena sudah membuat adik-adiknya menangis.
"El," panggil Hiro. Pria itu menghampiri Elina dan berdiri di hadapannya. "Kamu kenapa marahi Monik seperti itu? Dia masih kecil dan kamu sudah marah sangat keterlaluan seperti ini," tegur Hiro pada istrinya.
"Oh, kamu sudah datang. Tolong, ajarkan anak kamu untuk tidak menyakiti anak-anakku. Dia belum sehari tinggal di sini, tapi sudah membuat kekacauan."
"Sayang, Monik hanya anak kecil. Dia belum paham. Coba kamu kasih penjelasan sama Monik. Jangan marah seperti ini," ujar Hiro dengan nada lembut. Hiro ingin istrinya tidak marah pada anak kecil. Hiro menginginkan agar Elina bisa mengontrol emosinya yang memang sedang labil saat ini.
"Buat apa aku kasih penjelasan sama anak yang bukan anakku? Bukannya itu anak kamu? Harusnya kamu bisa mendidiknya dan bilang sama dia untuk jangan mengganggu anak-anakku," ujar Elina penuh amarah. "Kalau kamu tidak bisa mendidiknya, silakan bawa dia pergi dari rumah. Kehadirannya, tidak diinginkan di sini."
"El--"
"Apa? Kamu mau marah? Silakan! Tapi ingat, sekali lagi anakmu menyakiti anak-anakku, aku tidak akan tinggal diam."
"Menyakiti apa memangnya?" Hiro menatap anak-anaknya yang sudah tenang setelah diberi susu oleh baby sitter yang menjaga mereka. Tapi, Hiro bisa melihat wajah anak-anaknya terlihat sembab.
"Tanyakan sama anak kamu, apa yang sudah dia perbuat sampai membuat anak-anakku menangis." Setelah itu Elina mulai meraba sekitar bersiap untuk pergi. Namun, Hiro menahan lengannya.
"Kamu mau ke mana?"
"Kemanapun aku pergi, tidak ada urusannya dengan kamu."
"Tapi, kamu istri aku."
"Hanya istri pajangan. Apa yang bisa diharapkan?"
Elina kemudian melangkah pergi meninggalkan Hiro yang terpaku di tempat. Masalahnya dengan Elina semakin rumit apalagi dengan kesalahan yang dilakukan oleh Monik. Hiro tahu jika istrinya tidak akan marah tanpa sebab. Itulah sebabnya Hiro akan bertanya pada baby sitter yang berada di sini agar ia tahu apa penyebab Elina begitu marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]
General FictionMenikah selama 4 tahun dengan Hiro tanpa dikaruniai seorang anak, membuat Elina merasa tidak percaya diri. Terlebih lagi saat banyak orang yang mempertanyakan mengapa ia belum mendapatkan momongan juga. Belum lagi desakan dan hasutan ibu mertua m...