Bab 17

3.7K 219 15
                                    

Hana masih tetap keukuh ingin menikahkan Hiro dengan Mita yang selalu berakhir dengan penolakan dan pertengkaran antara Hiro dan mamanya.

Hal ini sudah berlangsung sejak dua minggu yang lalu hingga perjodohan antara Mita dan Hiro sampai ke telinga Elina langsung.

Wanita itu tergugu di tempat ketika mengingat pernyataan Hana.

"Elina, sebagai istri yang tidak sempurna, seharusnya kamu mengizinkan Hiro untuk menikah lagi. Kamu jangan mengekang Hiro supaya mendapatkan istri yang sempurna. Kamu harusnya mengerti itu."

"Saya sedang berusaha untuk menjodohkan Mita dengan Hiro. Sebagai istri yang cacat dan bahkan mandul, harusnya kamu bersyukur Hiro tidak menceraikan kamu. Seharusnya kamu mengizinkan dia menikah lagi."

Siapakah yang bicara seperti itu? Siapa lagi jawabannya jika bukan Hana. Wanita tanpa hati yang selalu melukai perasaan menantunya sendiri. Wanita yang tidak memiliki empati ke sesama perempuan.

Elina benar-benar tidak mengerti mengapa Hana begitu terobsesi ingin menghancurkan rumah tangganya. Jika  beliau ingin putranya menikah lagi agar bisa memiliki keturunan dan memiliki cucu, apa bisa beliau memerintahkan putranya untuk menceraikannya? Jujur saja, Elina lebih baik mati daripada dimadu.

Apa semua mertua akan bersikap jahat pada menantunya sendiri? Elina jadi bertanya-tanya, wanita beruntung manakah di dunia ini yang mendapatkan mertua baik? Elina sangat ingin merasakan memiliki ibu mertua yang bisa dianggap seperti ibu kandung sendiri.

Hidup memang sudah sebatang kara,  mendapatkan ibu mertua yang tidak bisa dijadikan teman, terkadang membuat Elina merasa frustrasi dan bertanya-tanya apa kekurangannya? Dulu awal-awal menikah, Hana masih menyambutnya dengan baik. Tapi, semakin hari semakin berlalunya waktu, Hana mulai menunjukkan sifat jeleknya pada Elina.

Elina tidak pernah mengadu pada Hiro karena ia pikir tidak mungkin ia akan merusak hubungan antara anak dan ibu hanya karena dirinya. Terlebih lagi, bagaimanapun, Hiro pasti akan membela mamanya.

Elina termenung duduk di teras depan rumahnya. Elina tidak tahu apakah ini sudah  malam apa masih sore. Tapi, yang pasti sejak tadi Aina sudah membujuknya untuk masuk yang ia tolak.

Elina ingin duduk di depan dan menunggu Hiro datang. Elina tidak sabar untuk menanyakan langsung hal ini pada Hiro tentang apa yang dikatakan mamanya.

Tak lama berselang suara mobil terdengar masuk ke pekarangan rumah.  Elina tersenyum lega karena ia tidak akan membutuhkan waktu lama lagi untuk mendapatkan jawaban yang ingin dia dengar.

"Sayang, kamu tunggu Mas di luar?" Suara Hiro terdengar bahagia. Pria itu kemudian mengecup kening dan bibir istrinya, lalu memeluknya dengan erat sambil menghirup aroma rambut sang istri.

Hiro tentu saja merasa bahagia karena hubungannya dengan Elina sudah mulai membaik  sejak dua minggu yang lalu. Elina memang tidak bisa marah terlalu lama dengan Hiro.

"Aku sengaja tunggu mas di luar. Ada yang ingin aku bahas," jawab Elina dengan suara lembut.

"Apa itu?" Hiro melepas pelukannya pada Elina dan menatap istrinya dengan tatapan bertanya meskipun ia tahu Elina tidak bisa melihat ekspresi wajahnya.

Jujur saja saat ini Hiro merasa tegang akan apa yang ingin dibahas istrinya. Pasalnya, hanya ada satu rahasia yang ia sembunyikan dari istrinya dan belum ia ungkapkan pada wanita yang berdiri di hadapannya.

"Kamu mandi dan bersih-bersih dulu. Habis itu kita bahas apa yang mau aku bahas."

Elina meraba tongkatnya yang diletakkan di samping kursi. Wanita itu kemudian mengajak suaminya untuk masuk ke dalam rumah.

____

Tubuh Hiro kaku ketika mendengar pertanyaan serta pernyataan dari istrinya. tidak menyangka jika Elina akan tahu secepat ini tentang rencana perjodohan yang dilakukan oleh mamanya.

Hiro masih tidak habis pikir dengan jalan pikiran mamanya yang tetap memaksa ia untuk menikahi Mita.

Hiro jelas saja menolak karena itu sama saja ia menghianati Elina.

"Kamu diam, Mas? Berarti apa yang aku katakan itu benar?" Elina tersenyum sendu. "Kamu bahkan tidak jujur padaku. Apa aku harus tahu semua yang terjadi sama kamu dari orang lain? Apa kamu masih menganggap aku sebagai istrimu?" Elina mencerca Hiro yang sejak tadi tidak bersuara. Elina tahu jika Hiro masih berada di kamar ini bersamanya.

"Sayang, aku bisa jelaskan semuanya dari awal."

"Ini memang kesempatan kamu untuk memberikan aku penjelasan, Mas."

Hiro terdiam sebelum akhirnya pria itu menghela napas berat. Pria itu kemudian duduk di bawah kaki Elina yang sedang duduk di atas ranjang tempat mereka tidur.  Hiro menggenggam tangan istrinya kemudian mengecupnya beberapa kali hingga Elina berkeinginan untuk menarik tangannya. Namun, jika ia melakukan itu, sama saja ia akan menyakiti hati suaminya.

"Mas, aku butuh penjelasan kamu. Bukan kamu yang terus mencium punggung tanganku." Elina akhirnya menegur Hiro yang tidak menghentikan aktivitasnya.

Pria itu  menegakkan tubuhnya dan kembali menarik napas pelan.

Hiro mendongakkan kepalanya menatap Elina dengan mata berkaca-kaca. Meskipun ia tahu jika istrinya tidak bisa melihat.

"Mama memaksaku untuk menerima perjodohan antara aku dan Mita." Hiro menggenggam erat tangan Elina. "Kamu harus yakin, Sayang, aku menolak keras perjodohan itu. Aku sudah memiliki kamu,  itu saja sudah cukup untukku."

"Kamu yakin, bakal melawan perintah Mama kamu, Mas? Hanya demi aku, wanita mandul dan cacat," ucap Elina sarkas.

Ucapan istrinya tentu saja membuat Hiro merasa sakit hati.  Hiro tidak suka jika Elina mengatakan hal jelek tentang dirinya sendiri. Bagi seorang Hiro, Elina adalah wanita yang sempurna. Tidak peduli orang lain menganggapnya banyak kekurangan, tapi yang jelas Hiro selalu menganggap jika Elina adalah wanita yang sempurna dan pantas untuk ia perjuangkan.

"Kamu jangan berkata seperti itu, Sayang. Kamu bukan wanita mandul dan cacat. Kamu bahkan pernah memberikan aku anak, meskipun hanya bertahan sebentar." Hiro kemudian pindah ke samping Elina dan memeluk istrinya dari samping. "Jangan pernah berkata jelek tentang diri kamu sendiri. Mas tidak suka."

"Tapi, kenapa Mas tidak bilang dari awal kalau mama menjodohkan mas dengan Mita?"

"Mas hanya tidak ingin kamu kepikiran untuk masalah yang tidak begitu penting. Mas sangat menyayangi dan mencintai kamu. Jadi, Mas harap kamu percaya kalau mas tidak akan pernah menghianati kamu."

Hiro menarik dagu Elina kemudian mendekatkan bibirnya pada bibir sang istri. Penyatuan bibir bersatu, dengan tangan Hiro yang sudah berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain hingga tanpa sadar seluruh tubuh mereka yang semula tertutup benang kini polos.

"Mas kangen dengan kamu. Mas minta izin, untuk menggauli kamu, Sayang."

Apa lagi yang bisa dilakukan Elina selain menganggukkan kepalanya pasrah. Terlebih lagi, saat ini gejolak dalam tubuhnya sudah meronta sejak saat pertama Hiro mulai menyentuh setiap bagian sensitif tubuhnya.

BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang