38. End

11.1K 285 13
                                    

"Nyonya Rima sebenarnya memiliki penyakit leukemia yang sudah mencapai stadium akhir."

"Selama ini beliau tetap bertahan dan dibantu dengan obat-obatan dari dokter sehingga kandungannya baik-baik saja sampai akhirnya beliau bisa melahirkan."

"Sebenarnya kami, pihak rumah sakit ingin mengabarkan keluarga, tapi beliau mengatakan jika beliau sudah tidak memiliki sanak keluarga lagi."

"Beliau juga mengatakan jika beliau akan menyerahkan anak-anaknya pada sahabat yang sudah sangat beliau percaya."

"7 bulan yang lalu beliau datang ke kota ini dan memeriksakan kondisinya. Karena semangat beliaulah, beliau bisa bertahan sampai akhirnya beliau melihat Nyonya Elina di rumah sakit ini."

"Beliau sering bercerita jika beliau memiliki sahabat yang teramat beliau sayangi. Beliau ingin menghampiri Nyonya Elina dan menceritakan semua masalah yang terjadi padanya, namun ketika tahu kondisi Nyonya Elina yang sebenarnya, beliau mengurungkan niatnya."

"Sampai akhirnya, Nyonya Rima mencetuskan ide untuk memberikan anak-anaknya pada Nyonya Elina. Beliau bahkan ingin mendonorkan matanya yang kebetulan sangat cocok untuk kornea mata Nyonya Elina."

Hiro dan Elina membeku ketika mendengar penjelasan dokter Anita di hadapan mereka. Mereka benar-benar tidak tahu jika Rima ternyata memiliki penyakit yang bahkan tidak pernah diketahui sama sekali oleh Elina.

Entah mengapa Elina merasa gagal sebagai sahabat yang baik untuk Rima. Seharusnya ia lebih memerhatikan kondisi Rima.

Benar-benar tidak berguna, bisik batin Elina pada dirinya sendiri.

"Ini adalah berkas penandatanganan di mana Nyonya Elina dan walinya yakni Pak Hiro menyetujui untuk menerima donor mata dari Nyonya Rima." Dokter Anita mengeluarkan berkas yang disimpan dalam map kuning ke hadapan Hiro.

Wanita itu juga menjelaskan mereka akan segera bertemu dengan dokter spesialis mata untuk melakukan tindakan.

Hal tersebut tentu saja membuat Elina menolak keras.

"Sahabat saya masih hidup. Tidak sepantasnya dokter menyerahkan tanda tangan dan segala bentuk halnya pada saya. Saya tahu sahabat saya pasti bisa selamat dan hidup bahagia lagi," tolak Elina keras.

Tak lama kemudian pintu ruangan dokter Anita diketuk dan seorang perawat mengatakan jika kondisi Nyonya Rima kembali drop sehingga membuat dokter Anita bergegas menuju ruang operasi di mana Rima berada.

Hiro segala menuntun istrinya keluar dari ruang dokter Anita mengikuti gerakan dokter dan  suster yang melangkah terburu-buru menuju ruangan di mana Rima berada.

Mereka yang di luar menunggu dengan harap-harap cemas berita apa yang akan disampaikan oleh dokter Anita.  Mereka semua berharap agar Rima bisa selamat dan menjalani kehidupan normal seperti biasa. Namun, takdir sudah berbicara. Nyatanya, Rima dinyatakan meninggal setelah mendapat perawatan dokter beberapa jam kemudian. Wanita itu tetap tidak sadarkan diri pasca operasi sesar yang dilakukan, hingga akhirnya Rima menghembuskan napas terakhirnya.

Elina yang mengetahui jika sahabatnya sudah tiada, beberapa kali jatuh pingsan. Wanita itu merasa terpukul kehilangan orang yang dia sayangi. Elina sudah menganggap Rima seperti saudara kandung sendiri hingga kepergian Rima menjadi pukulan telak bagi Elina.

Pemakaman Rima dilakukan di samping makam mama kandung Rima yang sudah lebih dulu menghadap sang khalik.

Umur memang tidak ada yang tahu kapan akan berakhir di dunia ini. Kita sebagai manusia memang tidak bisa melawan takdir. Kepergian Rima memang membawa kesedihan yang teramat dalam untuk Elina.

"Sabar, Sayang. Jangan ditangisi terus-terusan Rima. Nanti dia tidak akan tenang di atas sana," ujar Hiro. Pria itu mengusap lembut punggung istrinya untuk menenangkan Elina yang terus menangis di depan makam Rima.

Siang ini cuaca yang seharusnya terik,  kini mulai dihujani oleh rintik air yang turun dari langit membuat Hiro segera mengajak istrinya untuk kembali ke rumah sakit.

Mereka akan mengurus prosedur yang dibutuhkan pihak rumah sakit untuk melakukan pendonoran mata. Meskipun Elina enggan untuk menerima, tapi ia tidak bisa menolak permintaan terakhir sahabatnya. Lebih lagi Elina ingin membaca surat yang diberikan Rima padanya dengan mata yang diberikan oleh wanita itu.

______

Tiga hari Kemudian.

Operasi Elina berjalan dengan lancar. Anak-anak yang baru dilahirkan oleh Rima pun menurut dokter sudah bisa dibawa pulang. Hal itu membuat Hiro segera membawa ketiga anak-anak mereka untuk pulang ke rumah karena tidak baik untuk lama di rumah sakit.

Hiro menambah orang yang bekerja untuk menjadi babysitter bagi anak-anaknya. Hiro tidak mungkin membiarkan dua orang babysitter sebelumnya untuk bekerja merawat 7 bayi sekaligus.

  Ada rasa haru, bangga, bahagia, dan juga sedih bercampur satu ketika menatap satu persatu bayi-bayi yang terlelap di dalam satu ruangan.

Rata-rata mereka memiliki wajah oriental sehingga membuat Hiro mulai berpikir jika bapak kandung mereka adalah orang Asia Timur.  Namun, hal yang membuat Hiro mengernyit adalah tidak mungkin mereka berasal dari satu ayah yang sama mengingat pekerjaan  Rima sebelumnya. Tapi, entah mengapa wajah mereka justru mirip satu dengan yang lain.

Tak ingin   memikirkan hal itu untuk sekarang, Hiro memilih untuk pamit pada Aina dan menitipkan anak-anaknya pada wanita itu sementara dirinya harus kembali ke rumah sakit.

Hari ini perban mata Elina akan dibuka dan membuat Hiro harus segera berada di samping istrinya. Hiro ingin saat Elina membuka kelopak matanya, wajahnya lah yang  dilihat oleh Elina pertama kali.

Saat tiba di ruang rawat Elina, sudah ada dokter yang menunggu. Hiro segera masuk kemudian dokter mulai menjelaskan jika perban akan segera dibuka.


Hiro menunggu dengan harap-harap cemas ketika pelan-pelan dokter mulai membuka perban di mata Elina. Hiro berharap operasi ini berjalan dengan sukses.

"Pelan-pelan buka matanya ya, Bu. Jangan langsung seketika," ucap Dokter Anwar pada Elina.

"Um."

Elina menganggukkan kepalanya dan mulai mengikuti interuksi dokter untuk membuka pelan-pelan kelopak matanya.  Tak lama kemudian, cahaya mulai memasuki netral matanya. Elina mengerjap beberapa kali sampai akhirnya ia bisa melihat cahaya dan juga sosok pria yang sudah menemaninya beberapa tahun terakhir.

"Mas?" 

Elina bisa melihat dengan jelas wajah tegang Hiro. Tangan wanita itu terulur dan mengusap lembut wajah suaminya.

"S-sayang, kamu sudah bisa melihat?" Hiro bertanya gugup. Sementara jantungnya berdebar kencang menunggu jawaban dari Elina.

"I-iya. Aku sudah bisa melihat, Mas." Elina menjawab dengan senyum kecil di wajahnya. Elina tidak bisa terlalu bahagia mengingat jika saat ini mata yang ia gunakan untuk melihat adalah mata almarhumah sahabatnya, Rima.

"Syukurlah kalau begitu." Hiro segera memeluk istrinya dengan erat. Sementara air matanya menetes haru karena istrinya sudah bisa melihat lagi.

"Mas senang mendengarnya. Setelah ini kita akan memulai kehidupan baru. Mas janji tidak akan ada orang ketiga lagi dalam rumah tangga kita. Termasuk mama." Hiro mengungkapkan janji tulus dari hatinya.

Hiro tidak mau lagi ada konflik orang ketiga atau pun campur tangan mamanya untuk menghancurkan rumah tangga yang ia bangun.

"Mas, kamu tidak perlu berjanji. Mas buktikan saja apa yang ucapkan saat ini."

"Iya, Sayang."

Sekali lagi Hiro memeluk Elina dan mengecup kening istrinya. Tak mereka pedulikan dokter dan suster yang masih berada di ruangan ini.



Sampai bertemu di cerita selanjutnya

BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang