Bab 15

3.8K 228 14
                                    

Tengah malam Hiro membuka matanya kemudian menghela napas berat saat melihat punggung Elina.

Sejak pulang dari restoran tadi, istrinya terkesan mendiaminya. Bahkan, untuk pergi ke kamar mandi saja, Elina tidak mau dibantu olehnya.

Ini semua gara-gara Mita, pikir Hiro kesal.

Pria itu kemudian mendekatkan tubuhnya pada tubuh sang istri. Tangannya bergerak naik hingga menyentuh perut istrinya dan mengusapnya dengan gerakan lembut.

Hiro menghirup aroma rambut Elina yang sangat wangi. Ini merupakan wangi kesukaan Hiro.

"Maaf," ucapnya lirih.

Pria itu terus meminta maaf pada istrinya meskipun ia tahu jika istrinya tidak mendengarkannya. Hiro benar-benar tidak menyangka jika acara makan malamnya dengan sang istri harus berantakan dengan kehadiran Mita beserta anaknya.

Keesokan paginya sikap istrinya tidak berubah. Elina masih mendiaminya. Bahkan, ketika ia memandikan istrinya itu, mulut Elina tetap bungkam.

Hiro menghela napas berat sebelum akhirnya ia pamit pada sang istri untuk berangkat kerja.

Aina, istri dari Andre menuntun Elina untuk duduk di halaman depan rumah. Cuaca pagi ini cocok untuk kulit serta kesehatan tubuh.

"Mbak, kalau butuh sesuatu tolong goyang lonceng ini ya mbak. Soalnya aku mau masak sebentar," ujar Aina pada Elina.

"Iya." Elina menganggukkan kepalanya. Wanita itu kemudian mendengar suara langkah Aina masuk ke dalam rumah dan kembali Elina merasa sendirian.

Elina tidak tahu apa yang harus ia lakukan dan apa yang terjadi pada dirinya. Elina bertanya-tanya dalam pikirannya mengapa ia bisa bersikap kekanakan seperti ini? Mengapa dirinya marah hanya gara-gara anak orang lain memanggil suaminya dengan sebutan papa? Mengapa dirinya tidak terima? Elina selalu bertanya-tanya mengapa hal ini bisa terjadi pada dirinya dan ia sampai saat ini belum juga menemukan jawabannya.

Elina ingin bersikap acuh dan tak peduli. Tapi, bagaimana dengan perasaannya? Elina tidak bisa menyembunyikan perasaannya akan kekecewaan yang terjadi pada hidupnya.

Elina sedang belajar ikhlas menerima semua cobaan yang terjadi dalam rumah tangga dan hidupnya, tapi mengapa, godaan itu kembali datang hingga membuat Elina yang sedang belajar ikhlas harus menghentikan sejenak perasaan ikhlas yang sedang berusaha ia pupuk. Di dalam hatinya kembali timbul kemarahan akan sikap Hiro pada Mita serta anaknya.

Tak lama kemudian terdengar suara mobil masuk ke pekarangan rumahnya. Elina tidak tahu siapa pemilik mobil itu sampai sebuah tangan mendorongnya hingga ia nyaris jatuh dari kursi yang ia duduki.

"Kamu perempuan buta, kapan kamu pergi dari kehidupan anak saya? Saya benar-benar muak melihat kamu terus berada di samping anakku. Saya mau kamu pergi dari hidupnya dan jangan kembali lagi."

Suara makian berasal dari Hana. wanita paruh baya itu merasa kesal karena setiap kali ia membujuk Hiro untuk menceraikan Elina, putranya selalu saja mengelak dan marah padanya.

Hana tentu saja tidak menerima. Ia baru saja datang ke kantor Hiro dan menyampaikan keinginannya agar Hiro segera menikah lagi. Tapi, ia justru diusir dari kantor putranya sendiri.

Demi melampiaskan kemarahannya pada Hiro yang tak tersampaikan, Hana segera mendatangi rumah putranya dan mencaci-maki istri sang putra yang menjadi penyebab utama putranya membangkang padanya.

"Mama?" Elina tahu jika itu sama mertuanya. Tapi, apa pantas wanita itu mendorongnya dan nyaris membuatnya jatuh? Pikir Elina.

"Jangan panggil saya mama! Saya jelas bukan mama kamu dan saya tidak sudi mengakui kamu sebagai menantu," balas Hana membentak Elina.

Wanita paruh baya itu sangat ingin sekali menampar wajah istri dari putranya. Sayangnya, dia tidak bisa melakukan hal itu dikarenakan takut jika aksinya terekam oleh CCTV yang terpasang dalam rumah ini.

Hana tahu jika putranya memasang CCTV di dalam dan sekitar rumah. Jadi, yang hanya bisa dilakukan Hana saat ini adalah mencaci maki wanita cacat di hadapannya ini.

"Maaf," ucap Elina lirih.

"Saya tidak perlu permintaan maaf kamu. Saya cuma butuh kamu pergi dari hidup putra saya. Kamu tuh cuma beban untuk anak saya yang sempurna. Kalau kamu punya kesadaran diri, tolong pergi dari hidupnya."

Setelah memakai Elina dengan kata-kata kasar, Hana segera berbalik pergi untuk masuk ke dalam mobilnya. Wanita itu memerintahkan sopir yang sudah menunggu pulang ke rumah.

Sementara Elina yang ditinggal mengusap kasar air matanya yang tanpa sadar jatuh menetes membasahi pipinya.

Lagi-lagi ia harus mendapatkan caci maki dari Mama mertuanya. Sungguh, Elina benar-benar tidak menyangka jika sikap Hana semakin keterlaluan dari hari ke hari.

Jika dipikir-pikir lagi memang tidak seharusnya ia berada di sisi Hiro.

"Mbak, saya seperti dengar suara orang. Memangnya siapa yang datang?" Aina segera melangkah keluar ketika mendengar suara seseorang. Ketika tiba di luar, Aina tidak melihat siapapun.

Elina tersenyum menatap kosong arah depan. Wanita itu menjawab, "tidak ada siapa-siapa di sini."

Aina terlihat tidak percaya mendengar jawaban Elina. Wanita itu bisa melihat ada bekas air mata di bawah mata Elina. Aina segera mengedarkan pandangannya ke arah lain dan memang tidak menemukan siapa-siapa. Tapi, sepertinya tadi ia sempat mendengar suara mobil tadi.

"Mbak yakin tidak apa-apa?" Aina menunduk sedikit tubuhnya menatap Elina. Terkadang ada rasa kasihan Aina pada Elina yang terlihat mendapat banyak cobaan berat meskipun Elina sering menampilkan ekspresi baik-baik saja.

"Aku tidak apa-apa, Aina. Jangan khawatir." Elina mencoba menarik sudut bibirnya hingga menampilkan sebuah senyum. Namun, wanita itu tidak sadar jika Aina tahu Elina sedang tidak baik-baik saja. Itu terlihat jelas dari pancaran raut wajah serta manik mata Elina yang redup.

"Kalau begitu, kita masuk saja, Mbak. Kebetulan, aku juga sudah selesai masak."

Elina mengangguk setuju dengan ucapan Aina. Wanita itu kemudian dituntun masuk ke dalam rumah hingga akhirnya ia duduk di sebuah sofa yang tersedia. Tak lama kemudian terdengar suara televisi menyala dan menampilkan sebuah acara musik yang langsung disetel Aina dengan suara yang cukup keras.

"Mbak, aku ke dapur buat cuci piring sebentar ya. Mbak kalau ada perlu apa tolong teriak," kata Aina setelah meletakkan remot di atas meja.

"Iya."

Setelah itu Aina melangkah masuk untuk mencuci piring kotor yang sudah menumpuk di dapur. Sesekali wanita itu akan mengintip dari dapur untuk melihat Elina yang tetap duduk diam di sofa.

Sepertinya, Aina akan mengadukan kejanggalan yang ia dapat tadi pada Hiro. Aina tidak ingin nanti kejanggalan yang ia rasakan akan menjadi bumerang dalam rumah tangga kedua majikan ini.

Aina sangat yakin jika tadi ia sempat mendengar suara orang memakai dan suara mobil masuk ke pekarangan rumah.

Mungkin Aina akan meminta Hiro untuk membuka CCTV dan memeriksa langsung kejadian yang terjadi.

BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang