Bab 5

5.3K 278 11
                                    

Bab 5

"Aku tidak bisa mengantarmu, Mita. Maaf, istriku lebih membutuhkan aku."

Hiro langsung memutuskan sambungan telepon dari Mita yang memintanya untuk mengantarkan wanita itu ke rumah sakit memeriksa kondisi Monik.

 Monik memang terlahir tidak sempurna. Gadis kecil itu memiliki riwayat penyakit jantung yang harus membuatnya selalu kontrol ke rumah sakit. Tidak ada orangtua Mita yang bisa membantunya karena Mita sendiri sudah terusir dari rumah saat orang tuanya tahu jika Mita hamil di luar nikah. 

Papa Monic yang bernama Mardi tahu jika putrinya menderita penyakit jantung. Namun, pria itu tidak peduli. Pria itu hanya peduli tentang kehidupannya yang glamor tanpa memikirkan istri dan anaknya sehingga membuat Mita memutuskan untuk bercerai dengan Mardi.

Tatapan Hiro beralih menatap ke arah sang istri yang masih tidak sadarkan diri. Hiro menghela napas kemudian menggeleng pelan kepalanya menatap istrinya miris. 

Andai saja malam itu ia memilih untuk mengantarkan sang istri, mungkin saja Elina tidak akan berada pada posisi seperti sekarang. 

Ini salahnya! Hiro merutuk sikapnya yang lebih peduli pada wanita lain. 

 Tak selang berapa lama, dokter Susanti masuk memeriksa kondisi Elina dan masih belum ada perkembangan padahal sudah satu bulan berlalu semenjak kecelakaan tersebut namun Elina tidak juga membuka mata.

"Kita hanya bisa berdoa semoga Nyonya Elina segera sadar."

 Itu adalah kalimat yang kesekian kalinya didengar oleh Hiro. Namun, tak jua membuahkan hasil. 

Panggilan telepon dari sekretarisnya membuat Hiro segera mengangkatnya. 

Hiro yang semula berprofesi sebagai dosen harus beralih profesi menjadi GM di perusahaan papanya. Hal ini ia lakukan agar bisa menutupi biaya rumah sakit perawatan Elina yang cukup mahal. Sementara gajinya sebagai dosen tidak bisa mencukupi kebutuhan Elina di rumah sakit. Sehingga akhirnya Hiro menerima ajakan sang papa untuk bergabung di perusahaan menggantikan GM sebelumnya yang dipecat karena ketahuan melakukan penggelapan dana.

 Hiro tidak pernah kesulitan menangani pekerjaan di kantor karena sebelum bekerja sebagai dosen, Hiro pernah bekerja di kantor. Namun, karena ia memiliki cita-cita untuk menjadi pengajar, Hiro melepaskan pekerjaannya dengan karir cemerlang dan menjadi dosen selama 2 tahun terakhir.

Sekretarisnya bernama Anya meminta untuk datang demi melakukan pertemuan dengan klien yang berasal dari Cina. Hal tersebut membuat Hiro mau tak mau harus meninggalkan sang istri.

 "Sayang, aku pergi sebentar," bisik Hiro di telinga Elina. Setelah itu ia mencium kening istrinya lalu berbalik pergi dengan langkah terburu-buru meninggalkan kamar rawat wanitanya.

 Tak lama setelah Hiro pergi, jemari Elina mulai bergerak. Wanita itu berada dalam kegelapan yang membuatnya tidak bisa bergerak atau meraba sekitar. 

Elina menyentuh kain yang menutup matanya kemudian tersenyum lirih saat ingatannya berputar pada kejadian sebelum ia tidak sadarkan diri. Wanita itu sempat merasakan pecahan beling menusuk matanya. Elina tentu saja bukan wanita polos yang tidak mengerti jika ada kemungkinan matanya tidak bisa melihat lagi. 

 Elina tidak tahu apa yang akan ia lakukan jika benar-benar ia mengalami kebutaan. Elina berharap semoga Tuhan tidak memberinya ujian yang lebih menyakitkan lagi.

 Tangan Elina diletakkannya ke tempat semula saat mendengar suara pintu terbuka. Elina mengira jika itu adalah Hiro yang tidak jadi pergi. Namun, dugaan Elina ternyata salah. Sosok yang datang bisa Elina pastikan berjenis kelamin perempuan karena terdengar suara hak sepatu tinggi yang melangkah masuk.

Elina mengatur napasnya. Wanita itu akan pura-pura tidak sadarkan diri seperti yang ia lakukan selama dua hari terakhir. Nyatanya, Elina sudah sadar sejak 2 hari yang lalu, namun enggan untuk memberitahu Hiro ataupun yang lain. 

"Ck, kasihan sekali kamu Elina."

 Elina menggigit bibir dalamnya saat mendengar suara wanita itu. Suara itu adalah milik Mita, wanita yang mengaku sebagai sahabat suaminya.

"Sudah kecelakaan, bisa dipastikan kamu akan buta dan lumpuh," ujar Mita sambil tersenyum senang. Mita tidak tahu jika Elina sudah sadar dan mendengar apa yang ia katakan.

"Kamu bahkan sudah kehilangan anak kamu yang sudah kalian idamkan sejak dulu. Kamu benar-benar hancur, Elina," kata Mita dengan kalimat yang begitu kejam. "Asal kamu tahu--" Mita membungkuk tubuhnya sedikit sambil menatap wajah Elina. "Malam saat kamu kecelakaan itu, aku sempat bertukar liur alias ciuman dengan suamimu. Kamu tahu rasa bibir suamimu 'kan Elina?" Bisiknya tajam.

"Kamu adalah pengganggu hubungan kami. Kenapa kamu enggak mati aja? Kalau kamu mati, aku pasti orang yang paling bahagia. Kamu tahu kenapa?" Mita menjeda kalimat yang sejenak. "Karena dengan begitu, aku bisa memiliki Hiro tanpa gangguan wanita seperti kamu. Wanita merepotkan," desisnya sinis.

"Aku berdoa semoga Tuhan cepat-cepat mencabut nyawamu."

 Setelah mengucapkan isi hatinya,  Mita segera berbalik pergi meninggalkan Elina yang membeku di tempat. 

Keguguran dan ciuman adalah dua kata yang selalu berputar di otak Elina saat ia mendengar ucapan Mita. 

Tanpa sadar Elina mulai meneteskan air matanya menikmati rasa sakit yang begitu tajam menusuk ulu hatinya saat mendapati fakta di malam ia nyaris mati, sang suami justru bermesraan dengan wanita lain.

"Tuhan, mengapa tidak kau cabut saja nyawaku saat itu?" gumam Elina dengan suara serak. Wanita itu mulai menangis dalam diam menikmati rasa sakit yang menikamnya secara tiba-tiba sampai akhirnya ia tak sadar jika salah satu suster masuk dan tertegun saat melihat air mata pasien mengalir di pipi sang wanita.

 Suster tersebut melebarkan matanya. Suster segera berbalik pergi untuk memanggil dokter Susanti dan mengatakan jika pasien atas nama Elina memberi respon melalui air mata yang mengalir di pipi wanita itu.

"Nyonya Elina sudah sadar?" Dokter Susanti yang sudah memeriksa Elina bertanya dengan hati-hati. 

Elina menganggukkan kepalanya. "Sudah, Dokter."

"Syukurlah kalau begitu." Dokter Susanti menghela napas lega. "Saya berharap, Nyonya Elina akan segera sembuh. Soal mata Nyonya Elina, biarkan tertutup perban lebih dulu sampai satu minggu ke depan. Setelah itu, perban baru boleh dibuka."

"Terus, bagaimana dengan kaki saya, Dok?" tanya Elina pelan. Kaki Elina teramat sakit saat ia menggerakkannya.

"Patah pada tulang kaki masih bisa disembuhkan. Mungkin membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun untuk pulih normal." Dokter Susanti menjelaskan. "Setidaknya masih ada harapan buat Nyonya untuk bisa berjalan kembali," katanya, agar tidak membuat Elina begitu kecewa. 

Memang kenyataannya, menyembuhkan kaki Elina memerlukan waktu kurang lebih 5 tahun. Namun, dokter Susanti ingin membuat Elina tidak begitu depresi jika ia menyebutkan angka yang begitu banyak. Setidaknya dengan mengatakan dua atau tiga tahun mendatang, masih ada harapan Elina bisa sembuh dengan cepat. 

"Terima kasih, Dokter."

"Kalau begitu kami permisi. Panggil kami jika membutuhkan sesuatu," pamit dokter Susanti.

Setelah itu ia dan tim kecilnya melangkah keluar meninggalkan Elina yang terpaku di tempat. Wanita itu tengah memikirkan langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya.


BUKAN WANITA MANDUL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang