Sore itu sebenarnya tidak terlalu dingin. Matahari masih cukup terik menyinari bumi di bawahnya. Bulan Juni memang baru awal, belum mencapai puncak musim panas, tapi angin yang bertiup sudah membawa kehangatan.
Tapi sesuatu membuat bulu kuduk Seongwoo berdiri. Bukan karena cuaca. Bukan karena angin yang berhembus. Bukan pula mendung yang nyatanya tak menampakkan satu pun dirinya di langit yang begitu cerah.
Mungkin dimana dia berada, menyadari bahwa deretan batu dan patung di depannya adalah penanda peristirahan terakhir banyak manusia.
Atau mungkin karena kini, Lord Daniel yang menyadari keberadaannya tengah menatapnya begitu dalam. Jarak mereka masih jauh. Sebenarnya nyaris tidak mungkin melihat ke arah mana sepasang bola mata itu menatap, tapi Seongwoo tahu.
Sama seperti pengetahuan yang membisikkannya bahwa dia harus mendekat. Bahwa Daniel ingin berbicara padanya. Bahwa banyak hal yang pun ingin dia tanyakan.
Maka walau punggungnya terasa dingin, dan rambut-rambut di sepanjang lengannya meremang, memberikan sensasi tidak nyaman pada gadis itu, tak sedikitpun langkahnya meragu.
Di lain pihak Daniel diam tidak bergerak. Hanya sepasang matanya yang terus mengikuti setiap pergerakan yang diambil oleh wanita di depannya. Setiap langkahnya. Setiap kibasan gaunnya. Hingga Seongwoo sampai dan berdiri tak jauh darinya.
Dari jarak ini baru Seongwoo bisa melihat dimana Lord Daniel duduk sedari tadi. Memang sudah tidak utuh dan berbentuk, tapi bisa dipastikan batu hitam itu adalah sebuah nisan yang sangat tua.
Ia tahu bukan saatnya membicarakan kesopanan. Seongwoo tahu tidak pada tempatnya mengkritik. Tapi permasalahannya dia tidak tertarik untuk melakukan yang sama.
Matanya melirik ke sekliling dan tak menemukan satupun tempat duduk yang layak. Dan Daniel yang nampaknya sednag tidak pada kondisi sedang ingin berbasa-basi, juga tidak menawarkan sama sekali solusi, yang membuat sang Lady berdiri dengan kikuk dan menundukkan kepalanya.
"Apakah Anda sedang mencari masalah My Lady?" Tanya sang Lord.
Pertanyaannya yang begitu tiba-tiba dan tidak disangka membuat kepala Seongwoo terangkat cepat. "A .. apa maksud anda?"
Daniel mengangkat bahunya. "Berjalan-jalan sendirian, menemu pria tanpa pendamping."
Seongwoo merasakan sedikit tersinggung. Ia mencoba membela dirinya. "I.. ini lahan pribadi. Saya tidak tahu kalau saya membutuhkan pendamping hanya untuk berjalan-jalan di sini. Lagi pula saya tidak secara khusus hendak menemui siapapun."
"Tempat ini terlalu luas. Seseorang dengan niat jahat bisa saja menyusup dan menyerang anda." Daniel mengucapkannya lambat tapi tegas.
Seongwoo mengangkat dagunya mencoba menantang. "Sejauh ini saya hanya bertemu dengan Anda. Apakah Anda memiliki niatan niatan jahat dan keinginan untuk menyerang saya, My Lord?"
Daniel diam. Dia jelas mersakan tantangan dalam nada bicaranya. Sudah tahu sebelumnya kalau Lady Seongwoo berbeda dengan wanita lain yang pernah ditemuinya. Terlihat sopan dan rapuh di luar, tapi sebenarnya tidak takut untuk mengungkapkan pendapatnya.
Maka kali ini dia memilih diam. Tidak mengelak, tidak pula mengiyakan. Membairkan diamnya sebagai jawaban dan membebaskan Seongwoo mengartikan sendiri sikapnya itu.
Membuat sang Lady berdehem untuk memecahkan kecanggungan. "Jadi." Tanyanya berbasa-basi. "Tempat apakah ini?" Tatapannya yang mengedar bukan sekedar melihat-lihat semata.
Daniel mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Bukankah sudah jelas?" tanyanya.
Seongwoo mendengus jengkel, tak sadar sebelah kakinya menghentak ke tanah. "Huh! Itu aku juga tahu. Tapi pemakaman siapa.?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ROYAL LOVE 🔞| Produce 101 season 2 (GS)
Fanfic1845. Ini bukan jalan hidup yang akan dipilih Lord Daniel. Tapi takdir memaksanya. Dia harus kembali ke London yang dibencinya, menjalani peran yang dibencinya, dan bertemu orang-orang yang dibencinya. Tapi siapa menyangka, diantara segala kewaj...