29. Fused Threads

139 30 1
                                    

Hai hai! Sebelum membaca, pastikan kalian mengklik tombol vote, juga jangan lupa meramaikan kolom komentar, yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai hai! Sebelum membaca, pastikan kalian mengklik tombol vote, juga jangan lupa meramaikan kolom komentar, yaa.
Happy Reading🌹

"Cinta pertama memang indah, tetapi cinta yang terakhir adalah penentunya, bukan?"

~☾☼~
 

"Baik, pertemuan selesai. Para walikota bisa beristirahat di tempat yang kami sediakan. Besok pagi para walikota bisa kembali ke kota masing-masing."

Akhirnya, pertemuan dengan para walikota dan menteri selesai setelah dua jam. Karena pertemuan itu diadakan malam hari, maka Eric dengan mudah bisa bergabung, ia ditemani oleh permaisurinya, Lady Esther. Meredith sedang tidak enak badan karena cuaca yang dingin. Julian yang menjaga Ibu Ratu.

Para Walikota dan menteri berangsur-angsur meninggalkan aula. Eric berdiri dari duduknya, disusul oleh Esther setelah melakukan temu-kangen dengan Evan Solstice yang akan pergi ke ruang tamu untuk beristirahat.

"Syukurlah, Eric. Ella dan Rob yang menjaga ayahku belakangan ini. Aku khawatir sekali dengan keadaan Ayah," ujar Esther pada suaminya.

Eric turut merasa senang dengan kabar itu. Eric memang tidak kenal dekat dengan sepupu Esther, tetapi hanya dengan mendengar ceritanya saja, Eric sudah bisa membayangkannya.

"Tuan Solstice akan pensiun lima tahun lagi. Kira-kira siapa menurutmu yang cocok menjadi Walikota Ferreira?" tanya Eric tiba-tiba.

Esther menggeleng pelan seraya menyeringai tipis. "Aku tidak tahu, Eric. Itu masih lama, masih bisa dibahas nanti. Sekarang kamu juga harus beristirahat."

Eric terkekeh, lantas mengangguk-angguk.

"Akan kubuatkan makan malam," ujar Esther kemudian.

Eric menggeleng. "Kamu harus tidur. Nanti aku mengambil sendiri di dapur."

"Hei? Apa salahnya aku yang memasak untukmu?"

Eric menghela napas, tersenyum. "Okay. Masak makanan yang gampang saja, ya?"

Esther tertawa, kemudian dia pergi meninggalkan aula, menuju ke dapur.

Kesiur angin dari luar membuat tirai jendela melambai-lambai. Udara dingin mulai masuk ke dalam ruangan. Eric yang baru saja memasuki kamarnya, bergegas menghampiri jendela yang tiba-tiba terbuka karena angin kuat. Dia berniat untuk menutupnya.

Akan tetapi, ketika Eric berada lima meter dari jendela, Eric merasakan hawa energi yang tak asing lagi. Dan demi melihatnya, Eric berdiam diri di tempat dengan kedua matanya yang membesar.

Entah sejak kapan, terlihat sosok yang berdiri di atap lain bangunan istana. Ujung jubahnya melambai-lambai, kemudian dia berpindah tempat-berdiri tepat di jendela ruangan. Tersenyum lebar. Mata merahnya menyala dalam kegelapan.

SORROW [Vol. 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang