23. The Tale: As Father, as the King

173 30 0
                                    

King Ian II and his Little Princess Meredith

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

King Ian II and his Little Princess Meredith

"Dari mana tekadku terbentuk? Itu karena aku seorang Ayah." -Ian Murphy (Ian II).

~☾☼~

Peristiwa ini terjadi pada pertengahan Tahun 949, lima belas tahun setelah Ian Law Murphy, atau Ian II dinobatkan sebagai Raja Nebbia. Dalam kejadian ini, Ian bersikukuh untuk menaklukkan Omichlis agar dapat menjadi bagian dari negeri Nebbia secara resmi.

Ian seorang pria dengan penampilan yang sederhana meski dia seorang Raja. Rambut cokelat terang, panjang sebahu, iris mata hitam pekat, jenggot dan kumis tipis di wajahnya. Meski begitu, ketampanan Ian tidak berubah walau usianya telah menginjak kepala empat.

Tidak ada yang bisa melawan seorang Ian. Sifatnya yang pemarah dan ketus itu ditakuti oleh seluruh rakyat apalagi keluarganya sendiri. Bisa dikatakan dia pria kasar, sangat tidak mencerminkan sifat-sifat Raja Nebbia yang penyayang dan selalu memahami penderitaan rakyatnya.

Omichlis adalah sasaran selanjutnya untuk seorang Ian yang haus akan pertempuran dan darah. Selama masa pengintaian, Ian tahu bahwa ada penghuni di Omichlis. Hal itu membuat semangatnya berkobar. Satu lawan sepuluh? Dua puluh? Ratusan? Tidak masalah bagi Ian. Dia dijuluki 'The Rough King' karena kekejamannya yang di luar batas manusia.

"Ayahanda, pasukan akan segera berangkat." Seorang laki-laki berusia dua puluh tahun, berbicara kepada ayahnya. Dialah Marco, pewaris takhta Nebbia setelah Ian II nanti. Karena dia anak paling sulung dari sepuluh bersaudara.

Benar. Meski terlihat seperti sosok yang kasar, Ian sangat dikagumi oleh kalangan para wanita, tentu karena paras wajahnya yang tampan itu. Di usia empat puluh tahun ini, dia telah memiliki lima orang istri dengan sepuluh orang anak, masing-masing istri dikaruniai dua anak.

"Tunggu sebentar, Marco." Ian masih menatap pantulan wajahnya di permukaan air sungai.

Tidak seperti ayahnya, Marco memiliki sifat yang lembut. Dia tersenyum mendengar jawaban tersebut. "Baik, jika Ayahanda masih ingin beristirahat. Kami berkumpul di tengah lembah."

Ian mendengus.

Marco pun pergi meninggalkan ayahnya sendirian di tepi sungai.

Saat ini, Ian membutuhkan waktu untuk sendiri. Boleh jadi dia merasa lelah akan sifatnya yang kasar, kejam, dan tak tahu diri.

"Kenapa aku diberi wajah tampan?" gumam Ian yang masih menatap pantulan wajahnya di permukaan sungai.

Saat itu juga, permukaan Sungai Ecarta yang mengalir tenang, mendadak berpusar. Ian mulai panik, aliran sungai mulai terlihat aneh. Dia mencemaskan pasukannya di lembah sana.

Tes! Terdengar suara tetesan air. Apa itu suara hujan? Ian mendongak, tidak mungkin ada hujan di langit yang cerah. Kemudian Ian kembali menatap sungai, kali ini yang ia lihat benar-benar di luar akal sehat.

SORROW [Vol. 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang