45. Blister

112 47 0
                                    

Hai hai! Sebelum membaca, pastikan kalian mengklik tombol vote, juga jangan lupa meramaikan kolom komentar, yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai hai! Sebelum membaca, pastikan kalian mengklik tombol vote, juga jangan lupa meramaikan kolom komentar, yaa.
Happy Reading🌹




~☾☼~


Entah sudah berapa lama, Eric duduk bersimpuh di tengah gelapnya Omichlis. Perlahan, matanya mengerjap. Kemudian Eric tercekat, teringat sesuatu, dia langsung mengambil sepasang senjata miliknya yang tertancap di tanah.

Eric mendecak sebal, mengusap wajahnya yang berkeringat. Sudah berapa lama waktu yang terbuang di sini? Pria itu langsung bangkit berdiri dengan menggenggam sepasang senjatanya.

Dan dengan wujud Vollmond-nya itu, Eric terus bergerak cepat menuju Ecarta. Telinga runcing yang dipadukan dengan rambut gondrongnya itu membuatnya terlihat semakin menawan. Eric tidak bisa berteleportasi sejauh lima kilometer dalam satu jentikan jari seperti Malavi. Sehingga membutuhkan waktu sekitar lima belas detik untuk pergi ke arah barat.

Tiba-tiba kedua mata Eric membesar saat melihat pucuk Bukit Ecarta. Di sana, dia melihat dua siluet dari sosok yang bertarung mati-matian, dan salah satunya memiliki sayap.

"SOUL!" Eric berteriak, dia terus melakukan teknik teleportasi.

Entah sejak kapan dua bersaudara itu saling bertarung. Posisi Soul sangat dirugikan. Berkali-kali jatuh, berkali-kali pula bangkit.

Eric berdiri dalam radius lima puluh meter di hadapan mereka-mengamatai pertarungan. Soul tidak menyerang balik Malavi-dia hanya pasrah dipukuli kakaknya. Bulu-bulu di sayapnya berguguran saat melakukan teknik penyembuhan terhadap tubuhnya sendiri.

"Sudah kubilang, jangan menghalangiku!" Malavi berteriak, meninju wajah Soul.

Eric mendesis. Kemudian dia muncul di dekat Soul, membantunya untuk bangkit. Sejenak Malavi menghentikan serangannya.

"Eric?" Mata kuning Soul membesar. Lima pasang sayapnya itu bercahaya, menyembuhkan luka memar di wajahnya.

Di lain sisi, Malavi mendengus melihat kedatangan Eric. Rupanya teknik manipulasinya terhadap Eric telah menghilang.

"Kenapa kau ada di sini?" Soul sembuh dengan cepat. Namun, itu membuat bulu-bulu di sayapnya terus berguguran. Entah sudah berapa kali Soul melakukan teknik itu.

"Dan kau sendiri?" Eric balas berseru di depan Soul. "Kau membiarkan dirimu dipukuli Malavi?"

"Tapi aku bisa menyembuhkan diri!"

"Bagaimana jika kekuatan penyembuhanmu habis dan kamu akan mati?" balas Eric dengan tegas.

Soul menoleh ke arah barat-menatap lembah di bawah sana.

Eric ikut menoleh, matanya langsung melebar melihat pemandangan di Lembah Ecarta. Sonne dan Vollmond bertarung. Mata jeli Eric menangkap Grita, Vi, dan Brian yang berkali-kali menggunakan kekuatan penyembuhan untuk diri mereka sendiri. Para Sonne bertarung dengan tangan kosong-ada juga yang menggunakan gelombang pedang cahaya. Saat di udara, mereka menyemburkan api yang diperkuat dengan Elemen Angin. Sejujurnya Eric belum pernah melihat bahwa Sonne memiliki kekuatan seperti itu.

Sedangkan Vollmond, mereka terbiasa menggunakan cakar, bergerak secepat kilat, lalu menyerang dari belakang. Jika sasarannya terbang di udara, Vollmond melakukan charge-menghirup udara selama beberapa saat, lalu melemparkan energi kuat berwarna merah dari mulutnya-membuat musuh yang terbang di udara langsung terjatuh.

"Kekuatan apa itu..." Eric berwajah cemas.

Malavi mendengus, tersenyum smirk. "Kau pikir aku menciptakan perang tanpa membuat persiapan? Anggota Vollmond memang sedikit, tapi mereka sangat kuat, darah mereka telah bermutasi, lalu menciptakan kekuatan yang baru."

Soul mengernyit. "Hentikan semua ini, Kak!"

"Aku tidak menyuruhmu untuk berperang! Kembalilah ke rumah dan tidur saja!" sentak Malavi kepada adiknya.

Soul mengepalkan tangan, merangsek maju. Sudah sangat geram. Kali ini dia tidak akan ragu menyerang Malavi lagi.

"Menjauhlah, Soul!" Percuma saja. Soul tidak menggubris peringatan Eric.

Kedua telapak tangan Soul mengeluarkan cahaya yang dapat menyilaukan mata lawannya. Namun, Malavi berpindah cepat ke belakang Soul. Kemudian Malavi menghantam tengkuk Soul dengan keras ke tanah Bukit Ecarta.

Dentuman terdengar keras. Rasa-rasanya Bukit Ecarta hendak runtuh saja. Soul benar-benar kritis. Pukulan itu membuatnya tak sadarkan diri-atau boleh jadi, Malavi telah memanipulasi pikiran Soul sehingga tidak memungkinkannya untuk sadar dan memulihkan diri.

Ini membuat Eric memikirkan sesuatu. Bukan karena Soul yang langsung terhipnotis oleh kakaknya sendiri, melainkan cahaya menyilaukan Soul yang bahkan sama sekali tidak membuat Malavi bergeming. Bukankah Vollmond terbiasa hidup dalam kegelapan, dan bukankah mereka sangat sensitif terhadap cahaya?

Eric melihat lima pasang sayap Soul yang menghilang bersama dengan cahaya kuning yang menyelimuti tubuhnya.

Kedua tangan Eric semakin erat menggenggam gagang Ombre da Sielleux.

"Apa lagi yang kau pikirkan?" Malavi berjalan maju, dia bahkan melangkahi tubuh adiknya yang tak sadarkan diri.

Kemudian Malavi berhenti. Dia melepas jubah dan kemejanya, lantas melemparnya ke sembarang tempat. Dia bertelanjang dada.

Kesiur angin merambat halus ke lubang telinga, membuat suasana semakin menegangkan.

Tubuh Malavi bergetar, lalu keluar cahaya merah seolah hendak melahap tubuhnya. Eric buru-buru mengangkat salah satu Sielleux, bersiaga. Namun, hal tak terduga terjadi di hadapannya.

Di antara cahaya merah yang menyelimuti tubuhnya itu, wujud Malavi berubah. Bola matanya penuh warna merah gelap, rambut hitamnya menjadi panjang sepinggang. Dadanya yang telanjang itu menjadi berwarna merah padam dengan corak kehitaman. Ujung telinganya runcing, sama seperti milik Eric. Jika sebelumnya Malavi memiliki wujud Vollmond yang biasa-biasa saja, kali ini tidak. Dia memiliki tanduk di kepalanya.

Dan yang paling membuat Eric terkejut adalah cakar besi yang melingkar di pergelangan kedua tangannya. Juga gigi taring panjang yang seolah haus akan darah. Malavi sesekali mendengus, dari hidungnya keluar asap dingin yang mencekam.

Tawa Malavi memenuhi langit malam. "Akhirnya! Aku memperoleh wujud ini! Akulah yang terkuat!"

Eric menelan ludah. Dahinya mulai berkeringat. Bagaimana bisa dia akan melawan musuh yang memiliki wujud mengerikan? Eric mundur satu langkah. Kedua tangannya yang senantiasa menggenggam gagang Sielleux mulai bergetar, cemas, takut, resah. Perasaan itu muncul di benak Eric.

Di lain sisi, para Sonne di lembah bawah sana juga melihat wujud Malavi yang berbeda. Wajah-wajah mereka tampak ketakutan, tak jauh berbeda dengan reaksi Eric.

"Sial. Itu boleh jadi kekuatan final Vollmond." Desis Vi. Pedang cahaya di genggaman tangannya memudar.

"Putriku!" Grita turun dari udara, menguncupkan dua puluh pasang sayapnya. "Apa kamu baik-baik saja?"

Vi mengangguk, menunjuk kepada Bukit Ecarta di atas sana. "Tapi tidak dengan Eric, Ibu."

Grita ikut melihat apa yang Vi lihat. Sejak tadi dia sudah tahu dengan perubahan wujud Malavi. Satu per satu Vollmond dikalahkan oleh Sonne. Meski mereka terluka parah, tetapi Sonne dapat menyembuhkan luka-luka mereka sendiri. Tentu dengan risiko kehilangan sayap-sayap mereka.

Ini semakin menegangkan. Malavi... benar-benar menunjukkan sisi 'iblis'-nya.

~☾☼~

SORROW [Vol. 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang