41. Struggle

109 39 0
                                    

Hai hai! Sebelum membaca, pastikan kalian mengklik tombol vote, juga jangan lupa meramaikan kolom komentar, yaa.
Happy Reading🌹


Jika waktu bisa menyembuhkan, maka waktu juga bisa menyerah.

~☾☼~


Siang, malam, waktu berjalan bagai merangkak.

Seorang Dokter yang ahli dalam melakukan pembedahan dan pengobatan modern, menyembuhkan pasien di beberapa rumah sakit Nebbia. Sungguh pekerjaan yang mulia.

Dalam kondisinya yang tengah mengandung, Esther masih bisa bergerak aktif. Dia semakin bersemangat bekerja dan memperhatikan kondisi kesehatannya. Ini semua ia lakukan untuk kesehatan calon bayi. Meski ia tengah bersedih karena merindukan keberadaan sang suami.

Esther selalu bersama Ratu Paradisa. Usia enam bulan kandungan, masih belum terlihat jelas bentuk perut buncitnya.

Dan ketika menginjak usia delapan bulan, perut Esther semakin membesar, ditutup oleh jubah pun tetap saja terlihat. Untuk itu, Esther mengambil cuti jangka panjang dari pekerjaannya, dan tidak pernah keluar dari kamar selama 24 jam. Paradisa yang selalu mengantarkan makanan, dia bahkan tidak membiarkan pelayan atau prajurit tahu tentang kondisi Esther.

Di kamarnya yang remang, Paradisa datang mengantarkan makanan. Esther menatap Paradisa prihatin. Kondisi kehamilan Paradisa juga sama dengannya. Perut yang membesar.

"Seharusnya Ratu Paradisa lebih peduli dengan kandungan Ratu sendiri," ujar Esther, sungkan.

Paradisa tersenyum, memangku nampan yang berisikan makanan dan minuman. "Jangan khawatir. Aku selalu makan tepat waktu. Dan Lady... Wajah Lady terlihat pucat."

Esther mengulum bibirnya yang kering, lantas bersandar di dinding. Belakangan ini tubuhnya terasa lemas. Meski dia sudah memakan semua buah-buahan yang diantarkan Paradisa, Esther masih merasa kelaparan.

"Ayo, Lady, biar aku suapi."

Esther mengangguk, menyamankan posisi duduknya. Kemudian Paradisa mulai menyendok makanan, lantas menyuapkannya kepada Esther.

Sembari mengunyah makanan, air mata Esther menetes. Senyuman Paradisa pun langsung memudar.

"Dia bahkan belum kembali... Sisa satu bulan sepuluh hari lagi sebelum anak ini lahir."

Paradisa menatap sendu kakak iparnya. Namun, dia harus tetap tersenyum. Ibu hamil tidak boleh merasa sedih. Itu bisa saja mempengaruhi calon bayi yang dikandungnya.

"Lady harus tetap bahagia. Ini juga untuk calon bayi."

Esther menyeka pipinya yang basah. Tersenyum. "Iya. Aku harus tetap berpikir posi-"

"Esther? Apa kamu di dalam? Ibu akan masuk."

Deg!

Seketika wajah Esther dan Paradisa kompak terkejut dengan suara itu. Kemudian pintu kamar dibuka, Meredith datang sendiri tanpa didampingi pelayan dengan wajah bahagianya.

"Ah, sudah kuduga. Aku butuh racikan obat sakit kepala..."

Namun, senyuman di wajah Meredith memudar saat melihat kondisi Esther-terutama di bagian perutnya.

Paradisa mulai panik. Sementara Esther diam terpaku karena saking terkejutnya.

Meredith mengerjap-erjap, seolah tak bisa menyangka dengan apa yang dilihatnya. "Esther? Apa-apaan ini?"

Esther menelan ludah.

Paradisa terburu-buru meletakkan nampan itu di atas kasur. "I-Ibu Ratu ..., saya... Saya bisa menjelaskan-"

SORROW [Vol. 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang