38. Existence of Love...

98 31 1
                                    

Hai hai! Sebelum membaca, pastikan kalian mengklik tombol vote, juga jangan lupa meramaikan isi komentar, yaa.
Happy Reading🌹

 

 

Ada pepatah yang pernah mengatakan, manusia dilahirkan karena cinta. Mengapa harus ada kebencian di antaranya?

~☾☼~
 

Dokter jelas berbeda dengan tabib. Seorang dokter harus belajar dan dilatih selama beberapa tahun untuk mempelajari hal-hal medis modern, lalu mereka akan mendapatkan gelar Dokter yang tentu saja tidak mudah mendapatkannya.

Berbeda dengan dokter, tabib menggunakan metode tradisional untuk menyembuhkan pasiennya. Menjadi tabib tidak perlu menimba ilmu di universitas ternama. Namun, mereka yang menguasai teknik-teknik pengobatan alami dari leluhur tanpa tambahan zat-zat kimia yang diyakini dapat menyembuhkan pasien, maka bisa saja dia disebut seorang tabib.

Dokter memakai pengobatan terkini atau modern untuk pasiennya. Dokter biasanya tidak mempercayai keahlian tabib yang terdengar kuno dan ketinggalan zaman. Terutama Esther sendiri.

Namun, Paradisa mempercayai tabib istana yang satu ini. Dia telah bekerja sejak kepemimpinan Raja Ian III. Rambutnya memutih, betapa tuanya tabib wanita itu. Paradisa meyakinkan Esther agar membiarkan tabib istana memeriksa kondisinya.

"Bahkan seorang penyembuh pun, butuh disembuhkan." Tabib wanita itu berbicara.

Paradisa tersenyum. "Bagaimana keadaan Lady?"

Sejenak Tabib itu terdiam, menatap Esther yang tidur terlentang, matanya menatap langit-langit kamar.

Kemudian tabib itu menundukkan kepala. Ragu-ragu dia berbicara. "Lady Esther tengah mengandung. Usia kehamilannya enam hari."

Ucapan tabib itu membuat mata Paradisa melotot. Sementara Esther memejamkan kedua mata, air matanya mengalir ke pipi.

"H-hamil? B-bagaimana mungkin?" Wajah Paradisa panik.

Tabib wanita itu mengangguk pelan. "Aku tidak menyangka bahwa Lady Esther rupanya—"

"Tutup mulutmu!" Esther berteriak, terbangun dari posisi rebahannya. Tiba-tiba saja dia menjadi sangat sensitif. "Apa yang akan kau katakan selanjutnya? Jangan menganggapku wanita rendahan! Aku mengandung anaknya suamiku! Mantan Raja Nebbia!"

Paradisa terburu-buru menenangkan Esther, mengusap pelan pundak kakak iparnya—yang sejenak tidak menghiraukan apa yang Esther ucapkan sebelumnya.

Tabib itu menunduk. "Maafkan kelancangan wanita tua ini, Lady Esther."

Napas Esther tersengal, kemudian dia kembali tenang seraya menyeka ujung matanya yang basah.

"Tenanglah, Lady..." Kemudian mata Paradisa serius menatap Esther. "Lady, tadi apa yang Lady katakan?"

Bibir Esther bergetar. Kemudian dia mengangguk. "Eric..., Eric pernah menemuiku di kamar ini. Dia kembali untuk menemuiku, Ratu Paradisa..." Tangisannya langsung pecah.

Paradisa langsung merangkul Esther. "Tenang dulu, Lady. Setelah itu jelaskan apa yang terjadi."

Esther melepas rangkulan Paradisa, bersitatap pada adik iparnya. "Aku bahkan tidak mengingatnya, Ratu... Saat aku bangun dari tidurku, Eric sudah pergi. Dia tidak ada di ruangan ini," jawab Esther dengan parau.

Paradisa turut prihatin. Dia mengusap lembut bahu Esther, menenangkannya.

"Aku seorang dokter, tentu aku memahami kondisiku. Aku tahu kalau aku mengandung. Bahkan sejak ditinggal oleh suamiku sendiri, aku tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Aku selalu mempercayai suamiku meski dia pergi meninggalkanku. Aku... aku benar-benar mengandung anaknya Eric. Percayalah... jangan dengarkan ucapan tabib—"

SORROW [Vol. 1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang