"Putra ku, tidak! putra ku tidak boleh
meninggalkan diriku, dokter! tidak boleh!!
arghhh, mengapa anda gagal menyelamatkan
nya?! mengapa?!" bentak seorang wanita paruh
baya sambil mencengkram kuat kerah baju seorang
dokter yang telah gagal menyelamatkan putra semata
wayang nya."Dia adalah putra ku satu-satunya.
dia adalah harapan sekaligus alasan
mengapa saya masih bisa bertahan di
dunia ini, dokter. tapi mengapa anda malah
gagal menyelamatkan nyawa nya dokter, mengapa?!
apakah anda tidak tau seberapa hancur nya saya sekarang
ini?! mengapa anda tega memisahkan seorang ibu dari anak
satu-satunya dokter?!"Seorang ibu yang baru saja
kehilangan anak semata wayangnya,
terus saja memukul-mukul dada bidang
dokter itu dengan air mata yang terus saja
mengalir, membasahi kedua pipinya. di saat
wanita itu terus menyalahkan nya, dokter itu
hanya bisa diam, membiarkan wanita paruh baya
itu melampiaskan kemarahannya pada dirinya.Dokter itu mengepalkan tangannya,
dengan kedua mata yang memanas. di sini
bukan hanya wanita itu saja yang sedih, tapi dia
juga! dia juga sedih dan sangat merasa bersalah karena
dia telah gagal menyelamatkan putra nya itu sampai-sampai
dia tidak mengeluarkan pembelaan untuk dirinya sendiri.Melihat sang dokter terus
disalahkan dan dipojokkan oleh
wanita itu, beberapa suster yang melihat
nya langsung saja menarik wanita itu. mereka
kompak menenangkan wanita tersebut."Nyonya, tenanglah! ini bukan kesalahan
dokter Aaraz sepenuhnya! dokter dan tim medis
kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk
bisa menyelamatkan nyawa anak anda!" ucap salah
satu suster, merasa kasihan pada sang dokter yang terus
saja disalahkan."Omong kosong! jelas-jelas dokter
ini lah yang telah mengoperasi putra saya
sampai putra saya meninggal dunia!" ucap wanita itu
semakin mengamuk."Dokter, anda telah merebut
dunia saya! anda jahat dokter! anda
jahat! saya akan berdoa semoga suatu
hari nanti, anda bisa merasakan apa yang
saat ini saya rasakan! semoga anda bisa merasakan
kehilangan seseorang yang anda sayangi!" ucap wanita
itu dengan tatapan murka.Dokter itu menatap kedua mata
wanita paruh baya itu. saat mendengar
ucapan itu, hatinya benar-benar terasa sakit.
ada luka lama yang kembali terbuka, saat mendengar
kalimat itu. luka yang amat dalam, sampai-sampai dia
trauma jika mengingat nya kembali."Aaraz" seseorang baru saja
membuyarkan lamunan Aaraz dengan
cara menepuk pelan pundak lebar pemuda
itu.Aaraz membuka kedua matanya
secara perlahan. tatapan teduh nya, dia
layangkan pada seorang pria setengah paruh
baya yang sedang memakai setelan formal berwarna
hitam, lengkap dengan dasi nya."Papa?" Aaraz berdiri, menatap
Ravindra Kendrick. pemuda itu melirik
ke arah sofa dan mengajak sang Papa untuk
duduk di sana."Silahkan duduk, Pa" ujar Aaraz
mempersilahkan Ravindra. pria setengah
paruh baya itu mengangguk kecil, duduk di
sebelah sang keponakan.Ravindra mengelus rambut Aaraz
lembut. "Aaraz, apakah Papa telah mengganggu
waktu mu?" tanya pria setengah paruh baya itu lembut.Aaraz menggeleng kecil. "tidak, Pa. Pa,
mengapa Papa datang kemari? apakah ada
keperluan yang mendesak? atau Papa sedang
terluka?" tanya Aaraz balik, karena tak biasanya
Ravindra datang ke rumah sakit Kendrick tanpa ada
keperluan yang mendesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Rasendriya ✓
Teen FictionHidup ini adalah misteri, dan tak jarang kita menemukan kejutan di dalam nya. contohnya seperti kehidupan seorang bocah pendek bernama Biru Rasendriya. siapa yang akan menyangka, jika bocah nakal seperti dia ternyata bisa menjadi bagian dari salah s...