✿✯ 28. Kebersamaan ✿✯

7.3K 615 26
                                    

Killian bertelanjang dada saat seorang
dokter mulai mengobati luka tusuk di bagian
perut kiri pemuda itu. dia melilitkan kain kasa pada
tubuh atletis Killian dengan hati-hati setelah itu barulah
dia memutuskan pergi, usai berpamitan pada Killian.

"An, bagaimana bisa kau terluka seperti
ini? apakah ini karena perbuatan Alex?" tanya
Kavindra mulai duduk di sisi Killian. saat ini Killian
sedang duduk di sofa ruangan Biru, karena dia tidak
ingin diobati di ruangan lain, selain di tempat Biru.

Killian mengangguk singkat, sembari
memakai pakaian nya yang baru saja diantar
oleh Ravindra. "hm, tapi daddy tidak perlu khawatir
karena ini tidak sakit" balas Killian.

"Alex, sepertinya dia benar-benar sudah
hilang akal. bagaimana bisa dia melukai keluarga
kita begitu saja? aku bersumpah tidak akan pernah
mengampuni nya. kak, sebaiknya kakak juga jangan
pernah memaafkan orang itu" ucap Ravindra.

"Tentu saja. mana mungkin aku akan
memaafkan orang yang sudah berani melukai
putra-putra ku?" balas Kavindra.

Killian membuka ponselnya begitu
mendapatkan pesan dari seseorang. setelah
itu barulah dia mulai menghubungi Aaraz untuk
segera datang ke ruangan Biru tidak lupa sambil mengajak
Alan karena ada yang ingin dia sampaikan pada semuanya.

Selang beberapa menit, kedua orang
itu sampai juga di ruangan Biru. "kak, ada apa?
apa yang ingin kakak bicarakan pada kami?" tanya
Aaraz membuka obrolan.

"Dengar, seperti yang sudah kita ketahui
kalau saat ini nyawa Biru sedang terancam. jadi
An sudah memutuskan untuk memindahkan anak
itu dari sini. An ingin memindahkan Biru ke tempat
yang lebih aman" ucap Killian memberitahu sembari
menatap Biru.

"Pindahin Biru? emang nya kakak mau
pindahin Biru kemana?" tanya Aksa penasaran.

"Ke tempat dimana keamanan Biru bisa
terjamin. tempat dimana semua penjagaan di
sana sudah sangat ketat sehingga tidak mudah untuk
para anak buah Ronald menembus pertahanan tersebut."

•••

Perlahan tapi pasti, kedua mata hazel
Biru mulai terbuka. dia menatap asing ruangan
ini. ruangan yang dia lihat saat ini tidak sama seperti
ruangan yang terakhir kali dia memejamkan mata. tunggu,
sebenarnya dia dimana?

Biru melirik ke sekitar, lalu tatapan nya
terkunci pada sebuah meja kaca di ruangan ini.
entah kenapa saat melihat itu, dia malah teringat
tentang kejadian dimana dia telah membunuh seseorang.

Kedua mata Biru memanas, tangannya
mengepal sempurna. "gue pembunuh" gumam
Biru, membenci dirinya sendiri.

"Ternyata ucapan bunda itu bener, kalau
gue pembunuh. gue pembunuh ayah, orang itu
dan mommy. secara gak langsung gue udah ngebuat
mommy mengalah demi keselamatan gue." monolog Biru.

"Gue pembunuh. pembunuh"

"Eh? Biru, kamu kenapa? kenapa kamu
nangis? badan kamu ada yang sakit? Biru, kamu
mau aku panggilin kak Aaraz?" tanya Aksa terkejut
bukan main, melihat adik bungsunya tengah menangis.

"Bang Sasa, Biru pembunuh. semua orang
yang ada di deket Biru meninggal. Biru pembunuh
abang... " lirih Biru menangis sesenggukan.

"Biru, kamu ngomong apaan si? kan Aksa
udah bilang kalau kamu itu bukan pembunuh.
stop nyalahin diri kamu sendiri! udah jangan nangis!
kalau kamu nangis dan terus kaya gini, kamu bisa drop
Biru. kondisi kamu bisa semakin parah" tegur Aksa terus
berusaha membujuk Biru agar berhenti menangis.

"Tapi Biru pembunuh"

"Kamu bukan pembunuh!"

"Biru pem--"

Biru Rasendriya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang