✿✯ 04. Permohonan ✿✯

18.8K 1.2K 32
                                    

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar dari
luar kamar seseorang. kurang lebih lima
menit Aaraz mengetuk pintu kamar adik bungsu
nya, tapi Aksa tidak kunjung keluar ataupun menyahut
membuat pemuda itu khawatir.

Tanpa berpikir panjang, Aaraz
segera berjalan menuju kamarnya
untuk mengambil kunci cadangan milik
kamar Aksa. dan saat pintu itu terbuka, kedua
netra Aaraz sudah tidak bisa menemukan keberadaan
si bungsu.

"Dimana Aksa?" Aaraz membuka pintu
kamar mandi anak itu. namun hasilnya tetap
nihil. Aksa tidak ada di dalam kamar nya.

"Kavy!" panggil Aaraz berlari kecil
menghampiri Kavy yang sibuk sarapan
di lantai bawah.

Kavy melirik sekilas tanpa mau
menyahut panggilan kakak nya. "Kavy,
apakah semalam kau melihat Aksa pergi dari
mansion?" tanya Aaraz.

"Enggak. kenapa emang?"

"Aksa tidak ada di dalam kamarnya.
dan kemungkinan, semalam Aksa telah
melarikan diri dari mansion. tapi kakak tidak
tau kemana dia pergi" balas Aaraz dengan wajah
cemas.

Belum sempat Kavy membalas
ucapan kakak keduanya, Aksa pun
datang. "Aksa pulang" suara Aksa menginterupsi,
mengalihkan perhatian semua orang.

"Aksa, kau habis pergi darimana? mengapa
kau baru pulang? apakah kau baik-baik saja?
coba kakak lihat!" Aaraz berlari kecil, mengecek
kondisi sang adik bungsu.

"Kak, Aksa gapapa. sebenernya
semalem Aksa habis pergi ke mansion nya El"
jawab Aksa.

"Ke mansion nya El, tapi kamu
gak bilang-bilang dulu sama kita? Aksa,
kamu bisa gak, gak usah bikin orang rumah
khawatir?! ini bukan sekali atau dua kali ya kamu
kaya gini!" tegur Kavy, menatap tajam si bungsu. ia tidak
suka dengan cara Aksa yang selalu pergi secara diam-diam,
walaupun dia juga kerap seperti itu.

"Kak Kavy gak salah ngomong kaya
gitu ke Aksa?" tanya Aksa dengan tatapan
remeh.

"Maksud kamu apa ngomong kaya
gitu ke abang? kamu nyindir abang?!"
ucap Kavy tidak terima. dari Kavy maupun
Aksa, keduanya tidak ada yang mau mengalah.
mereka saling bertukar pandang dengan tatapan
tajam sampai Aaraz menghela nafas.

"Kavy, Aksa, jangan berkelahi. kita
ini berkeluarga, jadi tidak baik kalau
kita saling bertengkar satu sama lain. kita
tidak perlu memperbesarkan masalah ini" lerai
Aaraz dengan nada lembut. pokonya dia tidak boleh
tersulut emosi. dia harus tetap tenang, menghadapi sifat
kedua adiknya yang sedang memanas. Aaraz harus menjadi
air, ditengah-tengah kobaran api kemarahan Kavy dan Aksa.

"Kavy, Aksa, lebih baik kita sarapan"

Kavy memutar bola matanya malas,
berjalan menuju meja makan hanya untuk
mengambil jaket dan juga kunci motor nya, setelah
itu dia memilih meninggalkan mansion karena nafsu
makan nya sudah hilang.

"Kavy, kau ingin pergi kemana?
habiskan dulu sarapan mu" tanya Aaraz,
namun tak digubris oleh adiknya itu.

"Aksa--"

"Aksa gak laper" sela Aksa cepat, berjalan
memasuki lift, meninggalkan Aaraz seorang
diri. Aaraz meraup wajahnya, mengambil ponsel
nya untuk menerima panggilan telepon.

"Katakan." ucap Aaraz.

"..."

"Baiklah, saya akan ke rumah sakit
sekarang." Aaraz mematikan sambungan
nya, melirik ke salah satu maid.

"Bi, tolong bawa sarapan Aksa ke
dalam kamarnya. katakan pada dia, kalau
Aaraz harus pergi ke rumah sakit dan kemungkinan
Aaraz akan kembali sore hari nanti" ucap Aaraz.

Biru Rasendriya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang