✿✯ 10. Demam ✿✯

13.1K 775 17
                                    

Happy reading 💙
maaf baru bisa update sekarang yaa..

"Aaraz, ternyata dugaan kamu
benar, kalau nyonya ini mengidap penyakit
kanker leukemia. dan yang lebih parahnya lagi,
nyonya ini udah berada di stadium akhir" ucap dokter
Luna, yang baru saja membacakan hasil laporan medis
milik seorang wanita yang baru saja di bawa oleh Aaraz.

Aaraz menghela nafas berat.
ternyata dugaan nya itu benar, kalau
wanita yang baru saja dia gendong itu telah
mengidap penyakit kanker. tapi dia tidak pernah
membayangkan kalau ternyata kanker yang wanita
itu alami sudah berada di stadium akhir. yang membuat
nya menjadi prihatin.

"Kalau begitu kita harus menghubungi
keluarga nya" ucap Aaraz yang diangguki oleh
Luna. Luna memiliki pikiran yang sama dengan
pemuda tampan itu.

"Iya Aaraz, aku setuju sama ucapan
kamu. akan lebih baik kalau kita bisa segera
menghubungi keluarganya mengenai kondisi
nyonya ini"

"Kalian tidak perlu repot-repot
menghubungi keluarga saya, dokter. saya
baik-baik saja" ucap wanita yang baru saja tersadar
dari pingsannya. ia mulai menatap Aaraz dan juga Luna
secara bergantian.

"Apa yang anda katakan, nyonya?
kondisi anda sekarang ini sangatlah parah
dan anda perlu penanganan yang cepat agar nyawa
anda bisa segera diselamatkan" ucap Luna.

"Itu tidak perlu. biarkan kanker ini
terus menyiksa tubuh saya sampai saya
mati. saya ingin rasa sakit yang saya dapatkan
dari kanker ini, bisa menghapus semua dosa saya
terhadap anak saya, dokter" ucap wanita itu terdengar lirih.

Kedua mata Aaraz dan Luna
saling beradu pandang. keduanya
tidak terlalu mengerti apa yang sedang
dibicarakan oleh wanita itu. mereka heran,
kenapa wanita itu berkata seperti itu. sebenarnya
apa yang sedang terjadi? dosa apa yang sudah diperbuat
oleh wanita ini pada anaknya, sampai-sampai dia berkata
seperti itu?

Meskipun mereka penasaran,
tapi keduanya tetap memilih untuk
tidak terlalu kepo pada kehidupan wanita
itu. sebagai seorang dokter, Luna hanya bisa
membujuk wanita itu untuk melakukan segala
pengobatan agar kanker itu bisa hilang dari tubuh
wanita itu meskipun kemungkinan nya hanya kecil,
mengingat kanker yang diderita wanita itu sudah berada
di stadium akhir.

"Nyonya, tapi anda tidak bisa
melakukan itu. anda tidak boleh
menyerah pada keadaan ini. saya yakin
kalau anda mau mengikuti kemoterapi dan
semacamnya, anda bisa sembuh dari kanker ini"
bujuk Luna karena dia merasa kasihan pada wanita itu.

"Tidak, dokter. saya tidak akan
melakukan itu. saya hanya orang
miskin dan saya memang tidak ada
niatan untuk sembuh dari penyakit ini.
kalau begitu saya akan pergi dari sini" wanita
itu perlahan bergerak ingin pergi, tapi tangannya
langsung di tahan oleh Aaraz.

"Anda ingin pergi kemana, nyonya?"

"Ke rumah saya, dokter"

Aaraz nampak berpikir sejenak. "kalau
begitu izinkan saya untuk mengantarkan
anda sampai ke rumah. apakah boleh?" tanya
Aaraz.

"Apakah anda yakin dokter?" Aaraz
mengangguk yakin membuat wanita itu
tersenyum simpul. "baiklah dokter, terimakasih
banyak"

Selang beberapa menit,
mobil Aaraz tiba di depan rumah
sederhana milik wanita itu. wanita itu
tersenyum ramah ke arah Aaraz. "terimakasih
anda telah mengantarkan saya sampai di depan rumah,
dokter. dan maaf karena saya sudah membuat pakaian anda
menjadi kotor" sesal wanita itu, tak enak hati telah membuat
pakaian Aaraz menjadi kotor karena noda darah nya.

Aaraz tersenyum seraya menggeleng
kecil. "tidak apa-apa nyonya. nyonya, apakah
anda yakin bisa menjaga diri anda dengan baik
di rumah ini?" tanya Aaraz khawatir.

Biru Rasendriya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang