✿✯ 13. Sandiwara ✿✯

9.8K 767 24
                                    

Aaraz mengulurkan tangannya,
memberikan beberapa obat untuk Wilda.
begitu tidak ada kesibukan, Aaraz memutuskan
untuk pergi ke rumah Wilda. dan sekarang pemuda
dan wanita itu mulai berbincang santai di depan rumah
sambil duduk di sebuah kursi.

"Untuk saya?" Aaraz mengangguk
seraya tersenyum. "Aaraz harap ibu tidak
menolak obat-obatan ini" ucap Aaraz membuat
hati Wilda tersentuh.

"Terimakasih banyak nak Aaraz.
maaf kalau saya selalu merepotkan kamu"

"Tidak masalah. ah ya, Aaraz datang
kemari karena Aaraz ingin mengajak ibu
untuk melakukan kemoterapi. ibu tidak perlu
memikirkan biaya nya karena Aaraz yang akan
menanggung semua itu" ucap Aaraz yang langsung
mendapatkan gelengan kepala dari Wilda.

"Kamu gak perlu melakukan semua
itu. lagipula keputusan saya masih sama
seperti yang waktu itu. saya ingin rasa sakit
yang saya rasakan ini bisa menjadi tebusan dosa
saya, atas apa yang udah pernah saya lakukan ke anak
saya" tolak Wilda kekeh tidak ingin melakukan pengobatan.

Sekalipun Wilda menerima tawaran
itu, sepertinya akan percuma saja. mengingat
kankernya itu sudah berada di stadium akhir. dari
pada membuang uang, akan lebih baik kalau dia tinggal
tunggu ajal menjemput saja.

"Maaf kalau Aaraz lancang, tapi
kenapa ibu selalu berkata seperti itu?
bukankah setiap orang tua pasti telah berbuat
kesalahan pada anaknya? dan begitupula sebaliknya"
tanya Aaraz penasaran.

Wilda menatap lurus ke arah
depan. "ucapan nak Aaraz memang
benar. tapi, kesalahan yang sudah saya
perbuat ke anak saya ini benar-benar sangat
fatal.

Dulu, saya dan suami saya
sangat menginginkan seorang anak.
namun karena waktu itu saya pernah
mengalami kecelakaan, seorang dokter pun
menyuruh saya untuk segera mengangkat rahim
saya yang membuat saya tidak bisa memiliki anak.

Setelah rahim saya diangkat,
saya pun jadi tidak bisa mengandung
lagi dan pada saat itu saya dan suami saya
benar-benar sangat sedih. tapi ajaib nya, tak
lama setelah itu ada seseorang yang meletakkan
bayi nya di depan pintu rumah saya yang membuat
saya dan suami saya sangat terkejut.

Awalnya kami bingung, kenapa
bayi itu bisa ada di sana. namun karena
kami tidak berhasil menemukan orang lain
selain bayi itu di luar pintu, akhirnya kami berdua
pun memutuskan untuk merawat bayi itu bersama-sama.

Kami berdua merawat bayi
itu dengan penuh kasih sayang
sampai dimana tepat ketika anak
itu sudah berusia lima tahun, sebuah
insiden terjadi yang membuat suami saya
meninggal dunia. waktu itu saya melihat anak
itu bermain dengan suami saya di depan rumah.
mereka berdua sedang bermain bola. namun karena
sudah menjelang malam, saya pun menyuruh mereka
untuk segera mengakhiri permainan itu.

Tapi anak saya tetap tidak
mau mendengarkan sampai suami
saya memutuskan untuk tetap menemani
anak itu untuk bermain. dan ketika saya masuk
ke dalam, tiba-tiba saja saya mendengar suara aneh
dari luar yang membuat saya berlarian ke luar rumah.

Dan ternyata ketika saya
keluar, saya sudah mendapati
suami saya yang sudah tewas akibat
tertabrak mobil. di situ, saya langsung
menyalahkan anak saya. dan sejak kejadian
itu saya selalu menyiksa anak saya sampai dimana
kanker itu pun datang ke dalam tubuh saya.

Karena saya terlanjur sering
memarahi, menyiksa dan mengecap
anak saya sebagai seorang pembunuh,
akhirnya saya memutuskan untuk terus
melakukan itu agar anak saya tidak betah
di rumah dan memutuskan untuk kabur. saya
terus menyiksa dia agar ketika saya meninggal, dia
tidak akan merasa kehilangan saya.

Segala upaya selalu saya lakukan
agar anak saya itu membenci saya. tapi
ternyata usaha saya itu hanya sia-sia saja.
bahkan setelah saya sakiti, anak itu tetap tidak
membenci saya. dia selalu berada di sisi saya dan
dia selalu sayang sama saya yang membuat saya tidak
ada pilihan lain, selain mengusir anak itu dari rumah.

Biru Rasendriya ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang