11. Lima Menit!

69 10 1
                                    

Mendapat sif sore, artinya harus siap dengan konsekuensi pulang lebih larut daripada yang lain. Sebenarnya, itu bukanlah masalah besar. Toh, kantor pusat Rads-fur hanya terdiri dari tiga lantai. Tugas para staf kebersihan pun terbilang lumayan sederhana seperti menyapu, mengepel dan membersihkan dinding serta jendela kaca saja. Sementara untuk masalah kerapian meja para pegawai bukan menjadi tugas mereka.

Sistem kerjanya pun fleksibel. Selama lebih dari dua Minggu bekerja, Soraya merasa kalau dirinya lebih banyak duduk. Sibuknya hanya di awal dan di akhir saja tergantung sif. Saking santainya, gadis itu bahkan sudah menamatkan dua judul drama dari negeri Tirai Bambu dengan jumlah 24 episode per judulnya, selama bekerja di Rads-fur.

Akan tetapi, suasana Rads-fur di jam setengah sebelas malam agak bikin merinding juga. Apalagi mengingat di setiap sif hanya dipekerjakan dua orang staf, ditambah dua orang satpam yang berjaga di depan. Beruntungnya, Soraya mendapat rekan kerja yang baik dan pengertian. Dalam artian, semua pekerjaan yang ada dikerjakan bersama agar lebih cepat selesai.

Contohnya saja, Enggar---rekan sif Soraya malam ini---baru saja selesai menyapu, setelahnya, barulah Soraya ditugaskan untuk mengepel. Tenang, Enggar tetap menunggu gadis itu di pintu masuk sambil memainkan ponsel.

"Udah belum, Ya?" tanya lelaki bernama lengkap Aditya Henggara itu yang langsung dibalas Soraya dengan anggukan. "Tadi lantai dua kata Bu Lita gak perlu dipel, aman soalnya. Tinggal perlu cek doang."

"Oh. Oke, Bang," sahut Soraya seraya mengacungkan jempol. "Biar gue aja yang cek."

"Oke. Gue start nyapu lantai satu, ya? Biar entar lo tinggal ngepel aja." Saran Enggar barusan, dihadiahi anggukan oleh Soraya. Keduanya sama-sama memasuki lift untuk turun ke lantai dua. Namun, sebelum pintu lift terbuka, Enggar lebih dulu memastikan, "Berani, kan, sendiri?"

"Berani, lah." Soraya menyahut mantap. "Lagian apa juga yang harus ditakutin?"

"Ya, nggak ada sih." Lelaki yang usianya menginjak angka 25 tertawa sambil menggaruk pelipisnya. "Ya udah, cek dulu sana. Nih, bawa sapu siapa tau ada yang kotor. Biar gue pake sapu yang di bawah."

Soraya menerima uluran alat kebersihan itu, lantas beranjak meninggalkan Enggar yang akan turun ke lantai satu. Matanya bergerak memperhatikan lantai, siapa tahu ada sampah atau apalah yang bisa dibersihkan. Sesuai yang dikatakan oleh Bu Lita, ternyata lantai dua memang terlihat bersih. Mungkin pegawai di lantai ini memang begitu memuja kebersihan karena sejak bekerja di Rads-fur, terhitung hanya beberapa kali saja dirinya menyapu dan mengepel di lantai dua.

Setelah berjalan dari ujung ke ujung, Soraya hanya menemukan selembar kertas yang sudah diremas tepat di dekat tong sampah. Sepertinya, kertas tersebut gagal dimasukkan ke sana dan berakhir mengenaskan di lantai. Dipungutnya remasan kertas itu dan dibuangnya ke dalam tempat sampah yang masih terlihat bersih. Kantongnya baru diganti, sepertinya.

Namun, saat gadis itu hendak berlalu meninggalkan lantai dua, tiba-tiba saja telinganya mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Sontak saja bulu kuduknya berdiri semua. Soraya merinding, jantungnya berdebar lebih kencang daripada biasanya. Ia meneguk salivanya perlahan saat suara langkah kaki itu semakin terdengar mendekat.

Walaupun mendadak merasa takut, tetapi gadis itu memutuskan untuk membalik badan demi mengetahui siapa kiranya pemilik suara langkah kaki tersebut. Ya, lagian siapa yang tidak takut, sih? Di gedung ini hanya ada dirinya dan Enggar, sementara rekan kerjanya itu sekarang pastinya sudah berada di lantai satu. Semua pegawai Rads-fur sudah pulang. Literally, benar-benar tidak ada manusia lain selain ia, Enggar dan dua orang satpam yang berjaga di luar. Akan tetapi, tepat saat dirinya hendak berbalik, sebuah suara terdengar memanggil namanya. "Aya?"

Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan PesonamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang