27. Kali Pertama

84 11 5
                                    

Opsi 'tinggal sementara' yang diberikan oleh Lingga, membuat Soraya menghela napas lelah. Ia tidak habis pikir, sebenarnya bagaimana jalan pikiran atasannya tersebut? Membiarkan orang luar mengetahui sandi masuk apartemen saja sudah aneh, apalagi ini malah dengan suka rela menawarkan tempat berlindung untuk orang lain.

Walaupun ia memang tidak memiliki niat jahat, tetapi bagaimana jadinya kalau semisal Lingga menawarkan hal tersebut kepada orang jahat? Bisa saja itu terjadi, kan? Lagi pula, hari nahas tidak ada di kalender. Soraya pun tidak bisa memastikan kalau dirinya adalah orang baik sampai akhir. Sebab, bisa saja ia menjadi villain di tengah-tengah atau bahkan di akhir nantinya.

Tentu saja tawaran yang diberikan oleh Lingga, ditolak mentah-mentah oleh gadis itu. "Kak Lingga jangan ngadi-ngadi, deh!" ujarnya sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Tolong perlakukan saya seperti karyawan biasa!"

Lingga mendengkus. "Ya, maksud saya, tinggal sementara aja di apartemen saya sampai kamu nemu kos-kosan yang baru. Gitu lho, Aya! Jangan mikir jorok dulu, deh!"

"Dih!" Lagi-lagi Soraya mencibir. "Siapa juga yang mikir jorok. Lagian, rasanya nggak etis aja, kan, kalo orang asing kayak saya dikasih izin tinggal? Kak Lingga nggak takut rugi?"

Lelaki berusia 27 tahun itu memicingkan kedua matanya. "Sejak kapan kamu jadi orang asing? Dari negara mana kamu memangnya?" tanyanya dengan nada jenaka.

Soraya makin masam saja dibuatnya. Atasannya ini, ya ampun. Tidak ada serius-seriusnya sama sekali! Pusing sekali menghadapinya. Ia sampai tidak bisa berkata-kata lagi karena kelakuan lelaki itu.

"Maksud saya gini, lho, Aya. Kamu bisa tinggal di apart saya untuk sementara. Terus kalo kamu nanya gimana sistemnya, ya gampang. Saya nggak akan tinggal seatap sama kamu, kok, kalo semisal kamu ngerasa nggak nyaman."

Gadis kelahiran Oktober itu mengerutkan dahinya tak mengerti. "Tapi--"

"Bentar, jangan dipotong dulu!" Lingga menghentikan ucapan sang asisten sambil meletakkan telunjuknya di depan bibir gadis itu. Hal tersebut jelas membuat Soraya mendadak terdiam dengan bibir kaku. "Saya paham kebingungan kamu. Saya tahu kalau selagi kita belum ada ikatan apa-apa, kurang etis rasanya kalau kita tinggal seatap. Makanya ...."

Soraya mengerutkan dahi saat Lingga menggantung kalimatnya. "Makanya apa?" tanya gadis itu kemudian.

Sementara itu, rasa penasaran sang asisten membuat Lingga tersenyum aneh. ".... Makanya kita nikah dulu aja, biar bisa tinggal bareng--aw!"

Akhirnya, Soraya main tangan juga. Ia refleks melayangkan tangannya itu untuk menepuk lengan sang atasan hingga lelaki itu mengeluh kesakitan. "Bisa nggak sih, Kak Lingga serius sedikit?"

"Loh? Ini kan saya mau nyeriusin kamu. Kamunya aja yang nggak mau!"

"Maksud saya bukan serius yang kayak gitu!" Soraya berteriak frustrasi, sementara lelaki itu malah tertawa karenanya. Sialnya, Lingga terlihat sangat manis ketika taring-taring panjang di sisi kanan dan kiri mulutnya itu menampakkan diri.

"Ya udah gini aja. Malam ini, kamu tinggal di apartemen saya. Sst! Kamu tenang aja, hari ini saya bakal pulang ke rumah orang tua saya, jadi kamu nggak usah khawatir!" ujar Lingga setelah dengan cepat menyelesaikan kalimatnya saat tadi, Soraya lagi-lagi hampir saja tidak menyetujui perkataannya dan berniat protes untuk yang kesekian kali.

"Nggak usah, deh, Kak. Nggak enak--"

"Kamu nggak saya suruh makan apartemen saya, Aya! Jadi nggak bakal ada kata nggak enak! Tapi kalo semisal kamu nekat gerogotin apartemen saya dan rasanya ternyata nggak enak, tinggal kasih kucing!"

Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan PesonamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang