"Eh, Pak Bos. Lama nggak keliatan, nih, ke mana aja?"
Sapaan klise yang hampir selalu diberikan oleh Enggar ketika dirinya datang ke kantor, membuat Lingga sudah terbiasa. Ah, lebih tepatnya membiasakan diri, sih, sebab lelaki yang lebih muda dua tahun darinya itu pasti akan selalu menanyakan hal yang sama. Sialnya, kenapa sih, Lingga harus berangkat ke kantor di jam yang sama dengan sif kerja Enggar? Bukankah itu sebuah kebetulan yang 'uwaw' eh?
Namun, terlepas dari itu semua, beruntungnya mood Lingga hari ini sedang baik. Makanya ia membalas sapaan Enggar dengan senyum seraya berujar, "Iya nih, biasalah. Sehat, Nggar?"
Enggar agak syok mendengar jawaban dari atasannya itu karena biasanya, beliau akan membalas dengan raut masam, tetapi kali ini Enggar dapat melihat senyum manis lelaki itu. Ia bahkan sampai agak gugup ketika membalas, "A-ah, sehat dong, Pak Bos."
Jawaban dari Enggar membuat Lingga mengangguk-angguk. "Sif sama siapa hari ini, Nggar?" tanyanya basa-basi seraya berjalan menuju ruangannya bersama Enggar. Omong-omong, ia bertemu salah satu staf kebersihan itu di depan pintu lift.
"Oh, hari ini sama Bu Lita, Pak. Balik lagi kayak dulu, biasalah."
Lingga mengerutkan dahinya tak mengerti. "Kok? Ada yang izin nggak masuk kerja?"
"Loh? Kan si Soraya udah dipecat dari Minggu lalu. Pak Bos lupa, kah?"
"Hah!?"
Melihat reaksi yang baru saja diberikan oleh Lingga, membuat Enggar tampak kebingungan sekarang. Lelaki itu menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal. "Itu ... bukannya udah atas persetujuan Pak Bos, kan, ya? Katanya kemaren udah di-acc sama Bapak."
"Bentar. Maksudnya gimana? Saya nggak ada dapat informasi apa-apa selama saya nggak ngantor."
"Tapi Bu Ariska bilang, keputusannya langsung dari Bapak. Ada surat pemecatannya juga, malah."
"Bu Ariska?" Lingga mengerutkan dahi saat mendengar nama manager keuangan Rads-fur pengganti dirinya setelah sempat menjabat selama beberapa tahun lalu. "Hubungannya sampai Bu Ariska yang turun tangan apa? Ceritain yang jelas. Ikut ke ruangan saya sekarang!"
Enggar mendadak ngang-ngong. Disuruh ikut ke ruangan, lelaki itu malah nge-freeze di tempat sampai Lingga menegurnya beberapa saat kemudian. Dalam benak, Enggar menggerutu, Tuh, kan. Apa gue bilang, pasti hubungan Aya sama Pak Lingga nggak cuma sebatas kenal doang. Tapi, kenapa Aya bisa dipecat, sih, anjir?
Saat sudah berada di ruangan Lingga, Enggar langsung diminta untuk duduk, sementara lelaki itu terlihat sibuk menyalakan laptop dan komputernya sambil sesekali bergumam. "Saya nggak ada terima email atau pemberitahuan apa pun, loh. Lita juga nggak ngasih kabar apa-apa."
Mendengar itu, jelas saja Enggar merasa heran. Ia kemudian berkata, "Tapi waktu itu tuh di surat pemecatannya ada tanda tangan Pak Lingga, tau. Serius."
Lingga terdiam sesaat, kemudian menatap Enggar dengan serius sampai-sampai Enggar yang ditatap seketika merasa terpojok hanya karena tatapan itu. "Sekarang, ceritain ke saya gimana ceritanya dari awal sampai akhir."
Sebelum menjawab, Enggar sempat-sempatnya berdeham. "Ini sepengetahuan saya aja, ya, Pak Bos." Saat Lingga mengangguk, barulah lelaki itu mulai menceritakan semuanya dari awal--sesuai dengan yang ia ketahui. "Jadi, kejadiannya tuh pas hari Rabu Minggu lalu, Pak."
Seperti yang dikatakan oleh Enggar, kejadiannya tepat di hari Rabu. Kira-kira, satu jam sebelum jam tukar sif. Waktu itu, Soraya yang sedang makan bersama dengan Enggar karena jam istirahat siang keduanya agak molor karena lumayan hectic akibat mendadak banyaknya karyawan yang memesan makanan dari luar dan meminta keduanya untuk pergi mengambil pesanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan Pesonamu
Romance16+ Jomlo adalah aib! Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Radesta Lingga Argantara selama kurang lebih lima tahun terakhir. Mentang-mentang dirinya pernah memiliki lebih dari satu kekasih, lalu ketika memutuskan untuk menjomlo, Lingga langsung ba...