18. Nikah Sama Tembok

65 13 8
                                    

"Gimana kalo kamu kerja sama saya aja?"

Pertanyaan Lingga barusan membuat Soraya menoleh. "Di Rads-fur lagi?" tanyanya. "Enggak, ah. Saya nggak berani ketemu sama orang-orang di sana. Nanti dituduh-tuduh lagi."

Lingga menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal. "Ya, iya, di Rads-fur. Tapi yang kali ini beda. Kamu, kerja sama saya. Jadi PA saya. Gimana?'

Sudah pernah dibilang, kan, kalau Soraya itu agak bolot. Makanya sekarang, gadis itu malah mengerutkan dahi kebingungan. "PA itu apa?" Dalam benak, ia bahkan bertanya-tanya, PA apaan? Pembantu Anyar, kah? Atau apa?

"Personal Assistant. Asisten pribadi. Gimana?"

"Hah!?" Soraya membulatkan matanya saat mendengar apa yang Lingga katakan.

Sementara itu, Lingga memilih melajutkan penjelasannya supaya gadis yang ada di dekatnya itu semakin paham mengenai maksud dan tujuannya. "Kasarannya gini. Kamu kerja sama saya, tapi ikut saya ke Rads-fur. Paham, kan?"

"Tapi nggak ada sangkut pautnya sama Rads-fur, kan?"

"Ada," jawab Lingga kemudian. Hampir saja Soraya hendak menolak sampai akhirnya lelaki itu melanjutkan, "Karena kamu yang bakal atur tugas-tugas dan jadwal saya nanti."

Soraya menggaruk kepalanya yang gatal karena belum keramas hampir seminggu lamanya karena sedang datang bulan. "Tapi saya agak bego kalo begituan. Nggak usah, deh, Kak. Nanti saya cari kerjaan yang lain aja."

"Nggak bisa." Lingga kukuh. Tiba-tiba ia memegang kedua lengan Soraya, membuat gadis itu mau tak mau menghadapkan tubuhnya dan seluruh perhatian hanya kepada Lingga seorang. "Saya maunya kamu yang kerja sama saya."

"Tapi--"

"Memangnya kamu nggak mau bersihin nama kamu?"

Pertanyaan Lingga barusan membuat Soraya membuang muka ke sembarang arah, lantas bergumam dengan suara yang nyaris tak terdengar. "Memang udah kotor, kok." Akan tetapi, karena dekatnya posisi duduk mereka saat ini, Lingga dapat mendengar dengan jelas apa yang Soraya katakan.

Ia kemudian meminta Soraya untuk kembali menatapnya dan mau tak mau gadis itu menurut hingga saat ini, posisi keduanya duduk berhadapan sambil bertatap-tatapan. "Kerja sama saya, ya? Seenggaknya sampai kamu ngerasa bosan. Sampai keuangan kamu settle. Sampai kamu nggak perlu mikirin besok harus makan apa. Mau, kan?"

Bak tersihir, Soraya diam saja sambil terus menatap mata sosok di hadapannya yang terasa begitu menenangkan. Tidak pernah rasanya ia menatap seseorang selama dan sedalam ini sebelumnya. Entah kenapa, seolah-olah tatapan mata Lingga memiliki pesona magisnya tersendiri yang membuatnya jatuh dan tenggelam di dalamnya.

"Aya?" Karena tidak ada respons dalam bentuk apa pun yang Soraya berikan, membuat Lingga berusaha memanggil gadis itu. "Aya? Kamu dengerin saya, kan?"

Panggilan Lingga membuat Soraya tersentak. Gadis itu kembali mengalihkan tatapan sambil menggigit bibir bawahnya, berpikir. "Tapi kayaknya saya nggak cocok, deh, untuk posisi itu. Soalnya--"

"Kalo belum dicoba, mana tau bakal cocok atau enggak. Kan saya udah bilang, kamu boleh berhenti kalau kamu bosan."

Soraya melirik curiga saat Lingga terlihat cengengesan setelahnya. "Pasti ada 'tapi'-nya, kan?"

"Yup. Kamu boleh berhenti asal atas persetujuan saya."

"Em ... g-gajinya ...?" Agak malu-malu gadis itu sebenarnya saat mempertanyakan soal gaji.

Namun, beruntungnya Lingga langsung paham. Lelaki itu tampak tersenyum sebelum membalas pertanyaan Soraya dengan pertanyaan yang lain. "Kamu maunya digaji berapa?"

Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan PesonamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang