1. Lingga vs. World

257 24 0
                                    

"Kalo nggak mau jadi anak durhaka, pulang! Mau jadi malin kundang, kamu, hah!?"

Lingga otomatis menjauhkan ponsel dari telinganya, saat suara melengking sang ibu dari ujung sambungan terdengar. Beruntungnya ia tidak mengenakan earphone saat menjawab panggilan sang ibu tadi. Maklum, sudah kadung hafal dengan kelakuan sang ibu yang tidak pernah bermanis-manis ria ketika menelepon dirinya.

"Bilang aja kangen sama anaknya, susah amat." Lelaki yang kini mengenakan setelan kemeja dan celana panjang hitam, terlihat memundurkan langkah. Hampir saja diserempet pengendara motor yang lewat. Salahnya juga, sih. Siapa suruh berdiri di pinggir jalan begitu?

"Ngomong sama tembok." Mama Ninda di ujung sambungan sana sok jual mahal. Padahal ya, memang benar. Wanita paruh baya itu sedang merindukan anak bungsunya. Maklum, lah, gengsinya setinggi langit. Susah diturunkan. "Pokoknya awas aja kalau kamu nggak pulang malam ini. Mama hancurin itu pajangan kamu yang di kamar!"

"Yah, Ma---astaga." Lingga menghela napas pasrah saat sang ibu tiba-tiba memutuskan sambungan telepon begitu saja. Mana pakai acara mengancam segala, lagi.

Masalahnya, ibunya itu tidak pernah main-main dengan ancamannya. Pernah sekali waktu Lingga tidak mengindahkan ancaman sang ibu, besoknya, motor kesayangannya sudah menjadi uang alias sang ibu tega menjual motor tersebut hanya karena ia tidak mau bangun lebih pagi untuk mengantar wanita itu menghadiri arisan keluarga.

Mencoba melupakan kejadian pahit di masa lalu, Lingga sebenarnya belum ada rencana untuk pulang ke rumah orang tuanya dalam beberapa hari terakhir. Maklum, sedang sok sibuk. Selain disibukkan dengan jabatannya di Rads-fur, lelaki 27 tahun itu juga sekarang sedang mencoba bisnis baru. Lumayan lah, buat tambah-tambah modal nikah walaupun pasangannya belum ada.

Walaupun terlahir tampan mempesona begitu, faktanya saat ini Lingga sedang menyandang status jomlo. Tepatnya lima tahun lalu setelah diputuskan oleh kedua kekasihnya saat itu dalam waktu yang berdekatan. Yang satu alasannya karena bosan dan yang satu lagi katanya sudah tidak cinta. Hah. Kedua gadis itu pasti merugi karena sudah menyia-nyiakan cintanya yang tulus dan berharga ini.

Omong-omong, mohon digarisbawahi. Lingga ini orangnya agak narsis dan hobi sekali caper alias cari perhatian. Sudah bawaan lahir, susah dihilangkan. Dia ini sadar kalau dirinya 'tampan'. Makanya kesempatan satu itu benar-benar dimanfaatkannya dengan baik untuk menggaet hati banyak wanita.

Sayangnya, lima tahun terakhir ini sepertinya Tuhan sedang menguji kisah percintaannya. Salah sendiri, sih. Siapa suruh begitu memiliki kekasih, harus punya dua sekaligus? Serakah sekali, bukan?

"Mas Lingga?"

Asyik mengingat-ingat dosa di masa lalu, Lingga dikejutkan oleh panggilan seseorang. Saat membalik tubuhnya, lelaki itu dapat melihat sosok sang pemilik ruko berjalan sambil membawa sesuatu di tangannya. "Ini kunci rukonya, Mas. Mau lihat-lihat dulu?"

Lingga mengangguk seraya memasukkan ponselnya ke saku. "Boleh, Pak Amar," ujarnya kepada lelaki paruh baya yang mengenakan kaus berkerah berwarna abu-abu dan celana panjang hitam itu.

"Rukonya masih baru, Mas. Baru banget jadi dua bulan lalu. Belum ada yang nempatin. Tapi semuanya udah beres. Aman, lah. Udah dibersihin juga semalam sama istri dan anak saya."

Mendengar perkataan Pak Amar barusan, membuat Lingga mengangguk-angguk. Sepertinya benar yang dikatakan oleh lelaki paruh baya itu. Ruko yang sekarang dirinya masuki memang benar-benar masih baru. Bahkan hidungnya masih bisa mencium aroma cat yang cukup menyengat.

"Tempatnya juga strategis kalau buat jualan atau bikin usaha gitu, Mas. Dekat jalan raya, beseberangan langsung sama kantor pegadaian, terus dua ratus meter dari sini ada sekolah. Yayasan gitu, Mas. Kalo buka usaha konter pulsa gitu pasti laku. Atau dibuat jualan pernak-pernik anak perempuan gitu, wah, laris manis pasti."

Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan PesonamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang