Kalau ada predikat manusia paling nekat di dunia, mungkin, Soraya bisa menjadi salah satu kandidatnya. Bagaimana tidak? Jam sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, tetapi gadis itu nekat mengendarai motornya yang belum di-upgrade-alias masih butut itu, membelah jalanan malam, menuju ke kediaman sang atasan. Hal ini terjadi, akibat tidak adanya balasan pesan dari Lingga setelah berjam-jam. Bahkan, pesan yang ia kirimkan, berakhir centang satu.
Mulanya, Soraya sempat berpikir bahwa mungkin saja nomornya sudah diblokir oleh Lingga, saking parno-nya. Beruntungnya tidak. Hanya loading saja sedikit.
Iya, mungkin dirinya memang terlihat tidak peduli dengan sang atasan, tetapi percayalah kalau sebenarnya, ia lumayan ketar-ketir juga. Soalnya, Lingga itu kalau sudah merajuk, beuh. Hasrat ingin mencekik lelaki itu pasti akan memuncak saat itu juga alias nyebelin banget, loh.
Terlepas dari itu semua, Soraya benar-benar dalam kesadaran penuh mengendarai motornya menuju apartemen sang atasan untuk memastikan apakah atasannya itu baik-baik saja atau tidak. Ya, semoga saja sih, Lingga dalam kondisi baik, ya. Namun, untuk jaga-jaga, gadis itu lebih dulu melipir ke sebuah apotek yang kebetulan buka selama 24 jam untuk membeli plester penurun panas, parasetamol, bahkan sampai obat asam lambung dan penambah darah sekalian. Semisal sang atasan tidak membutuhkannya pun, itu semua bisa menjadi stok obat yang bisa ia gunakan kapan pun. Maklum sajalah, ya. Manusia-manusia yang dikit-dikit darah rendah, dikit-dikit asam lambung, memang cocoknya nge-stok obat-obatan seperti itu.
Sesampainya ia di gedung apartemen sang atasan, Soraya langsung memarkirkan motornya di basemen dan dengan cepat memasuki lif yang di tengah malam ini terasa lumayan mencekam. Ya, memang tidak semencekam itu, sih. Tidak horor seperti di film-film, tetapi dasarnya Soraya ini suka men-sugesti diri secara berlebihan, makanya sekarang, ia ingin segera tiba di lantai di mana apartemen milik sang atasan berada.
Soraya memencet bel beberapa kali, tetapi tidak ada tanda-tanda pintu di hadapannya itu terbuka. Sesekali, gadis itu mencibir sebal. Tidak berhenti sampai di situ, ia bahkan berusaha menghubungi sang atasan dan mengirimi lelaki itu SPAM alias pesan sampah beruntun, tetapi hasilnya tetap sama. Lingga tidak merespons sama sekali.
Semula, Soraya sempat berharap kalau Lingga pulang ke rumah orang tuanya atau apalah. Akan tetapi, saat di basemen tadi, ia dapat melihat mobil sang atasan terparkir sempurna di tempat biasa. Sekali lagi, Soraya menekan bel. Masih tidak ada jawaban.
Gadis yang malam ini mengenakan kaos lengan pendek yang dibalut jaket jeans yang senada dengan celananya itu, menghela napas panjang sembari mengingat apa yang dikatakan oleh sang atasan saat pertama kali ia bekerja sebagai asisten pribadi lelaki itu. "Pokoknya kalau kamu udah tekan bel dua kali dan saya nggak keluar, langsung masuk aja. Paling, saya masih tidur."
Jadi, berbekal pesan itulah, Soraya memilih langsung memasuki kediaman sang atasan setelah menekan kombinasi nomor yang menjadi password pintu apartemen Lingga sebagaimana yang pernah lelaki itu sebutkan beberapa waktu lalu.
Hal pertama yang Soraya rasakan ketika memasuki apartemen Lingga adalah gelap. Wah, makin tidak nyaman saja perasaannya saat ini. Maklum lah ya, Soraya ini agak parno sedikit. Pertanyaan-pertanyaan tak penting berawalan 'bagaimana jika' mulai menghiasi isi kepalanya saat ini.
Masih berusaha berpikir positif, Soraya mencoba memanggil sang atasan, belum berani kalau harus langsung memasuki kamar lelaki itu karena saat ini, bukan termasuk jam kerjanya seperti biasa. Ia juga mencoba menghubungi nomor sang atasan, tetapi nihil. Sekarang, nomor atasannya itu malah tidak bisa dihubungi. Di luar jangkauan katanya.
Sambil menghela napas panjang, Soraya bergumam, "Izin masuk ke kamar, ya, Kak."
Tidak langsung masuk, gadis itu memilih menyembulkan kepalanya setelah membuka pintu. Dan lagi-lagi, Soraya disapa kegelapan. Ah, kali ini agak remang-remang karena cahaya rembulan yang masuk lewat dinding kaca yang tidak ditutup tirai gordennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan Pesonamu
Roman d'amour16+ Jomlo adalah aib! Setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Radesta Lingga Argantara selama kurang lebih lima tahun terakhir. Mentang-mentang dirinya pernah memiliki lebih dari satu kekasih, lalu ketika memutuskan untuk menjomlo, Lingga langsung ba...