37. Potong Gaji Aja

95 8 6
                                    

Suasana ruangan Lingga saat ini terpantau hening. Ah, tidak bisa dibilang hening juga, sih. Sebab, Soraya sedang tampak sibuk mengetikkan sesuatu di laptop milik sang atasan. Biasalah, laporan kinerja bulanan yang harus selalu disetorkan kepada sang pemegang tahta tertinggi di Rads-fur, Vandra.

Maklum, lah. Atasannya itu kan salah satu orang yang senang sekali memanfaatkan kekuasaan sang kakak. Makanya, Vandra tidak mau adiknya itu dengan bebas menerima gaji kalau pekerjaan yang ia lemparkan tidak beres atau minimal berprogres sedikit, lah. Dari itu jugalah makanya sekarang, Soraya menjadi sosok yang dibebankan untuk mengurus catatan laporan tersebut.

Namun, terlalu lama fokus pada laporan yang sedang ia kerjakan, Soraya jadi agak bosan. Apalagi saat melihat sang atasan tampak tenang sambil bermain ponsel. Wah, agak tidak terima, dong, rasanya. Harusnya lelaki itu sekarang sedang memantaunya mengerjakan laporan agar sekiranya ada yang salah atau kurang tepat, bisa segera diperbaiki supaya tidak kerja dua kali. Sayangnya, Lingga tadi malah dengan seenak jidat berujar, "Tulis aja semuanya. Saya percayakan semua sama kamu, ya, Ay."

Cih! Soraya auto melayangkan tatapan julid, bombastic side eye kepada lelaki yang lebih tua darinya itu. Masa bodoh, deh, walaupun lelaki itu adalah atasannya, ya.

Bibir gadis itu bergumam kecil saat mengetikkan kata-kata terakhir pada berkas laporan yang ditulisnya. Ia bahkan sampai menekan tuts keyboard dengan sedikit kuat saat mengakhiri tulisannya dengan tanda titik. "Beres ...," ujarnya sambil meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Soraya juga tak lupa menarik napas dan mengembuskannya kuat hingga menarik sedikit perhatian Lingga.

"Udah?" tanya lelaki itu yang langsung dijawab dengan anggukan singkat oleh Soraya.

"Good." Lingga tersenyum manis, tanda jika katakanlah baru saja ia memberikan ucapan terima kasih kepada asisten pribadinya itu atas pekerjaan yang baru saja ia lakukan. "Makan siangnya di sini saja, ya. Saya udah gojekin makanan. saya males makan di luar. Kamu katanya pengin makan ramen, kan?"

Soraya melirik atasannya itu dengan tatapan julid. "Mana ada saya bilang!" balasnya tak terima dituduh-tuduh seperti barusan. "Pak Lingga fitnah aja!"

"Eits! No, no, no, no. Coba ulangi tadi panggilnya gimana?"

Gadis kelahiran Oktober 22 tahun lalu itu menghela napas panjang, sambil tersenyum pasrah--ah, agak horor sedikit. "Baik, Kak Lingga yang terhormat. Maaf sekali sebelumnya, tapi hari ini saya tidak pernah bilang kalau saya ingin makan--"

"Stop. Makanannya udah sampe. Boleh tolong ambilin makanannya ke bawah?"

Astaga naga! Soraya frustrasi. Gadis berpipi bulat itu mendengkus sebal untuk yang kesekian kalinya hari ini karena tidak sanggup dengan segala yang terjadi mulai dari pagi hingga siang hari begini. Ya, siapa lagi memang pelakunya kalau bukan si Lingga-Lingga itu, heh? Beruntungnya, Soraya masih cukup tahu diri. Kalau tidak, mungkin sudah ada berita yang ditayangkan di seluruh televisi bahwa seorang asisten pribadi, meracuni atasannya yang cerewet dengan pembersih lantai.

Singkat cerita, sekarang dua manusia itu sedang sibuk menikmati makan siang mereka dengan tenang. Lingga yang makan sambil menonton kartun, sementara Soraya yang makan sambil ngebatin. Iya, woy. Walaupun sudah tua begitu, Lingga masih suka nonton kartun. Efek keseringan dititipi keponakan-keponakannya karena terlalu hobi bolos ngantor.

"Kenapa?" tanya Lingga saat asistennya itu terlihat lebih banyak diam hari ini. Yah, biasalah. Lingga ini memang nomor satunya orang yang tidak tahu diri, jadi harap maklum saja kalau kelakuannya seperti ini. "Dari tadi bengong mulu. Mending ikut nonton sama saya, sini."

"Nggak." Soraya menyahut singkat untuk pertanyaan dan ajakan yang Lingga lontarkan.

"Terus, kenapa bengong?"

Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan PesonamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang