7. Pasti Bakal Pergi

83 19 1
                                    

Balasan yang diucapkan oleh Lingga tadi, malah terdengar lucu di telinga Soraya. Padahal, si pelaku niatnya menggombal, tetapi ternyata malah salah sasaran. Buktinya, bukannya baper, Soraya malah tertawa karenanya.

Namun, ada yang aneh. Biasanya kalau gombalannya gagal, Lingga akan merasa kalau dirinya kurang baik dalam memberikan kata-kata manis semacam itu. Hanya saja, kali ini berbeda. Lingga malah terperangkap dalam tawa gadis yang duduk di hadapannya itu. Entah kenapa, hanya dengan melihatnya seketika membuat ia merasa sedang terbawa ombak dan tergulung di dalamnya.

Cantik, adalah satu kata yang seketika terucap dalam benaknya. Tangan lelaki itu bahkan nyaris bergerak untuk menangkap pipi sang gadis, hanya saja, kewarasan seketika kembali menyadarkan kalau dirinya tidak memiliki hak apa pun untuk bertindak lebih jauh.

"Kak Lingga lucu, deh," ujar Soraya beberapa saat kemudian setelah puas mentertawakan perkara panggilan 'sayang' yang barusan diucapkan. Benar-benar seperti tanpa beban, tanpa perasaan.

Soraya merasa bahwa dirinya hanya menebak sesuai clue yang Lingga berikan, juga, gadis itu berpikir Lingga pun sedang bercanda saat membalas tebakannya tadi. Terdengar impas, kan? Hanya saja, Soraya tidak sadar kalau dirinya terlalu lemot hingga membuat si oknum di hadapannya gagal menggombal.

Namun, rupanya tak sampai di situ saja. Lingga yang baru saja disebut lucu oleh Soraya, malah tersenyum lebar. "Makasih," ujarnya tulus. "Kamu juga lucu."

Setelahnya, diam. Mereka mendadak terserang gabut. Tidak tahu harus melakukan apa sampai Lingga tiba-tiba bersuara setelah beberapa saat terdiam bersama-sama. "Saya boleh tanya sesuatu, nggak?"

Soraya yang asyik memainkan tutup botol minuman miliknya, langsung mendongak. Membuat matanya seketika beradu pandang dengan mata indah milik lelaki di hadapannya itu. "Boleh. Kak Lingga mau tanya apa?"

"Waktu itu ... kamu lari kenapa?"

Gadis yang hari ini mengikat rambutnya ala pony tail itu seketika mengerjap dua kali, lalu menatap ke sembarang arah. "Oh ... itu ... um, nggak apa-apa kok."

"Ah, maksud saya, kamu kan punya motor." Merasa bahwa gadis di hadapannya terlihat kurang nyaman dengan pertanyaan yang ia berikan, Lingga langsung mencari pertanyaan lain yang setidaknya tidak menyinggung Soraya. "Kenapa malah lari-larian begitu? Kan kalo pake motor, lebih enak kaburnya."

Soraya tertawa lagi. "Ya, justru itu makanya saya lari. Kalo ketahuan saya punya motor, makin berabe yang ada."

Lingga mengernyit. "Jangan bilang ... yang ngejar-ngejar kamu itu debt collector, ya?"

Karena tidak mau menjelaskan lebih banyak tentang hal yang selama ini selalu dihindarinya, Soraya memilih menjawab, "Anggap aja gitu, deh, hehe." Setelahnya, gadis itu kembali menatap ke sembarang arah sebelum akhirnya berujar, "Um, saya duluan ya, Kak? Udah siang soalnya belum nyuci baju."

"Ah, iya. Hati-hati," balas Lingga singkat.

Padahal, mulanya Lingga ingin mengobrol lebih lama dengan gadis itu. Namun, semua kalimat yang sudah terangkai sempurna di kepala mendadak buyar. Terlebih saat Soraya dengan tampak terburu-buru menaiki motornya dan pergi meninggalkan parkiran minimarket tersebut.

Lingga menghela napas panjang seraya mengumpat dengan suara lirih. "Tinggal minta nomor hapenya, anjir. Bego banget sih lo, Ga!?"

Setelahnya, lelaki itu memutuskan untuk pulang saja. Melupakan niat awalnya pergi ke minimarket untuk membeli beberapa makanan instan karena mendadak sudah tidak mood. Seperti perempuan PMS saja pokoknya Lingga ini.

Omong-omong, setelah kejadian waktu itu, ia belum kembali ke rumah orang tuanya sama sekali. Malas, alibinya. Sebab, sang ibu pasti akan terus-terusan menjodoh-jodohkannya dengan anak dari Tante Hera---wanita yang sudah mengubah ibunya menjadi sosok egois semenjak mereka saling mengenal kira-kira tiga tahun terakhir.

Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan PesonamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang