21. Nomor Togel

47 13 1
                                    

"271797."

Soraya yang baru saja menyuap makan siangnya mendadak mengerutkan dahi akibat perkataan tiba-tiba sang atasan dari ujung sambungan. Dengan pipi menggembung, gadis itu akhirnya membalas, "Hah?"

Bukan Soraya namanya kalau tidak ngang-ngong. "Nomor apa, Pak? Togel?"

"Ya menurut kamu aja, deh. Urusannya apa tiba-tiba saya ngasih nomor togel?"
Terdengar dengkusan dari sang atasan yang saat ini masih ada di Bali. Kemungkinan, besok atau lusa lelaki itu baru kembali karena satu dan lain hal.

"Ya siapa tau aja Bapak main togel," balas Soraya tak mau kalah. Gadis itu dengan cepat menyelesaikan acara makan siangnya karena si bos mulai resek. Tidak tahu kenapa, sih. Pokoknya selama berada di Bali, mood atasannya itu agak buruk. Memangnya ada, ya, orang kurang kerjaan seperti sang atasan yang sering tiba-tiba menelepon, tetapi tanpa tujuan jelas. Sepertinya, memang hanya Lingga saja, sih.

Untungnya, Soraya sudah mulai membiasakan diri. Ya habisnya bagaimana? Kalau tidak, bisa-bisa nanti dirinya dipecat dan kembali menjadi pengangguran seperti yang sudah-sudah. Trauma, bun. Hidup tanpa uang bikin sengsara soalnya.

"Berapa tadi nomornya, Pak? Belum saya catet," ucap Soraya setelah tak terdengar lagi suara sang atasan. Mungkin lelaki bertubuh tinggi menjulang itu sedang merajuk. Maklum, jiwa remaja puber yang baru disunat--eh, bercanda. Soraya bahkan sampai kesulitan menahan tawa karena pikiran randomnya barusan.

"Nggak tau, males, udah ngambek."

Tuh, kan. Seperti cewek yang sedang PMS. Padahal, di sini Soraya yang sedang datang bulan, tetapi kenapa malah Lingga yang tingkahnya tidak jelas seperti itu, eh? Sepertinya, angin Bali sudah mengubah kepribadian bosnya. Namun, bukannya meminta maaf atau bagaimana, Soraya malah dengan mudahnya berujar, "Ya udah kalo gitu saya matiin ya, Pak, teleponnya?"

"Minimal dibujuk dulu, kek."

Kalau ditanya apa tekanan yang ia dapatkan selama bekerja menjadi Personal Assistant-nya Lingga? Tentu saja Soraya akan dengan lantang menjawab kalau inilah bagian kecil dari tekanan yang ia dapatkan. Memang tidak membuat capek badan, tetapi pikiran, hati dan jiwanya yang menjadi lemah, letih, lesu, lunglai hanya karena meladeni kelakuan atasannya yang di luar nalar itu.

Untung saja dirinya ini memiliki kesabaran di atas rata-rata dalam beberapa hal. Setidaknya, hal itu dapat membantu untuk bertahan hidup. Namun, namanya juga manusia, kan. Perempuan, pula. Soraya tetap tidak mau kalah. Gadis itu malah cemberut setelah mendengar perkataan sang atasan.

"Ya kan tadi Bapak bilangnya lagi ngambek. Berarti teleponnya udahan dulu sampe hilang ngambeknya, kan?"

"Kamu kok gitu sih, Aya? Peka dikit, dong. Kamu tau, nggak, kalo saya lagi badmood di sini!?"

"Ya terus saya harus ngapain, dong, Pak?"

"Susul saya ke Bali."

"Nggak mau."

"Dih!?"

"Kan Bapak sendiri yang ninggalin kerjaan seabrek-abrek di sini. Menurut Bapak, saya harus tinggalin aja itu kerjaannya cuma buat nyusul Bapak? Terus kalo Bapak dipecat sama Pak Vandra, nasib saya gimana?"

Di ujung sambungan sana, Lingga menghela napas panjang. Agak frustrasi dia menghadapi semua perkataan sang asisten pribadi. Tidak tahu, lah, penyebabnya apa. Namun, sejauh yang Lingga pelajari, kepribadian Soraya mulai berubah setelah bekerja dengannya. Ia pikir, apakah gadis itu cukup tertekan sampai berubah dari gadis pendiam yang malu-malu kucing sampai jadi gadis cerewet seperti itu, eh?

Padahal baik Soraya maupun dirinya sama saja. Sama-sama tidak waras dan tak jelas. Ada saja kelakuan mereka yang bisa dibilang cukup di luar nalar dan membuat pening kepala saja memikirkannya. Belum lagi perkara obrolan-obrolan random yang sering tercipta tanpa sengaja. Contohnya ya, seperti perkara nomor yang Soraya kira adalah nomor togel tadi.

Terombang-ambing Diriku Dalam Lautan PesonamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang