Vara sudah ikhlas karena tak bisa mendapat tiket konser di Jakarta dan berniat pergi ke negara sebelah. Ia pun mengajukan cuti ke HRD dan ternyata ditolak. Ia tahu ini pasti atas perintah sang ayah. Sepanjang hari, Vara kesal karena tak bisa pergi padahal ia sudah memiliki rencana bersama teman-temannya. Kalau sudah begini, ia jadi tidak bisa menonton di mana pun.
Perasaan kesal dan bete Vara sudah sangat terlihat sampai Gama pun menegurnya ketika pria itu ingin memberikan tugas terbaru padanya.
"Kamu kenapa? Saya bukan mau ngasih kamu tugas yang susah. Nggak buru-buru kok, kamu masih bisa enjoy nonton konser besok tanpa mikirin kerjaan."
Vara mendengus. "Aku nggak bisa nonton karena nggak punya tiket. Tadinya juga mau ke Singapura tapi nggak dikasih cuti."
"Saya approve cuti kamu lho."
"Iya, tapi disabotase papi. Percuma. Ya sudah, kerjaan aku apa lagi nih?"
Gama langsung menjabarkan rencana mereka mencari kerja sama baru dengan perusahaan dan Vara dipercaya untuk mengecek serta memulai korespondensi.
"Aku? Aku sendiri? Nggak dibantu Mas Gama? Gimana kalau gagal?" Vara mendadak panik. Ia takut mengacaukan semua.
Gama memasukkan sebelah tangannya ke saku. "Saya nggak akan lepas kamu kerja sendirian. Kamu coba kerjain dulu, nanti saya review dulu kayak biasa."
Vara menggigit bibirnya, mendadak tidak percaya diri. Ia tidak bisa bersembunyi di balik Gama lagi jika ada kesalahan. Semua orang pasti tahu jika ia salah.
"Kerjain kayak biasa aja. Kan beberapa waktu lalu kita sudah kerjain bareng-bareng, sekarang, kamu coba sendiri. Kalau bingung, nanti langsung nanya aja. Saya bantu."
Sangat menenangkan? Tidak terlalu, tapi Vara tetap mengangguk seakan-akan ia baik-baik $
Setelah itu, Gama kembali ke ruangannya meninggalkan Vara yang masih bingung. Lima menit kemudian, Gama keluar lagi dan menghampiri Vara.
"Vara, I have one ticket to the concert, it may not the section you wanted, but still... concert. Mau beli tiket saya?"
Vara tercengang sesaat tapi kemudian berteriak agak keras. "Yes, please. Any section is fine at this point."
"Okay, saya kirim nomor rekening, nanti baru saya kasih tiketnya."
"Yes, thank you, Mas Gama." Vara sudah tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya lagi. Ia tersenyum lebar dan tak pernah berhenti tersenyum.
Begitu Gama mengirimkan nomor rekening dan jumlah yang harus ia transfer, Vara tak ambil banyak waktu untuk mengirimkan uang. Harga normal. Ia bahkan tak bertanya bagaimana Gama bisa mendapatkan tiket sementara dirinya sangat kesulitan.
Vara melihat nama yang tertera di tiketnya dan ternyata nama perempuan. Ia mengernyit dan tampaknya ia harus bertanya mengenai asal-usul tiket ini. Jangan-jangan Gama ini calo dan ini bukan tiket miliknya. Vara pun menuju ruangan Gama setelah jam kantor usai. Ia mengetuk pintu dan Gama mempersilakannya masuk.
"Mas Gama, di tiket tertera nama Gadis Prihatiningtyas. Ini siapa? Nanti aku harus bareng dia supaya bisa masuk ke venue."
Gama terlihat bingung sebentar kemudian menjawab bahwa itu adalah nama adik perempuannya. "Kayaknya saya salah kirim, harusnya tiket kamu itu yang punya teman Gadis. Nanti kamu bisa masuk bareng Gadis. Janjian di tempat yang mudah dicari, nanti saya minta dia hubungi kamu."
"Serius? Bukan pacarnya Mas Gama, kan?"
Gama menggeleng.
"Aku boleh tanya gimana caranya Mas Gama bisa dapat tiket sementara aku nggak? Gimana triknya? Ini yang beli adiknya kamu? Mas Gama tahu kan aku stress banget nge-war tiket kemarin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Havara! ✓
RomanceAvara Dala, si spoiled brat, harus berhadapan dengan mentor di kantor Papi yang bernama Gama. Kehidupan keduanya sangat berbeda. Vara selalu berhasil mendapat semua keinginannya, sedangkan Gama perlu berusaha dengan keras. Ending lanjut di Karyaka...