Semua hampir terasa normal lagi bagi Vara. Gama tampaknya sudah tidak terlalu marah pada Vara. Gama bahkan memberi kabar yang sudah Vara tunggu-tunggu sejak pindah divisi ini. Vara bersorak riang dalam hati ketika akhirnya Gama memberitahu akan mengajaknya meeting di luar. Ini pertama kali Vara akan pergi berdua saja dengan Gama. Senang, deg-degan, excited... semuanya bercampur menjadi satu.
Vara sudah tidak bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik sejak tahu banyak yang mengincar Gama. Instingnya menuntun untuk ikut berkompetisi. Setiap ada Gama, Vara selalu berusaha menampilkan senyum terbaiknya. Ia juga mengenakan baju dan parfum terbaik untuk menarik perhatian Gama. Apa pun ia lakukan supaya Gama bisa melihatnya sebagai wanita dewasa.
Hari ini Vara mengenakan dress formal dan blazer yang bukan style-nya demi membuat Gama terkesan. Rapi, bagus, tapi terlalu formal untuk Vara. Terlalu mbak-mbak.
"Selamat pagi, Mas Gama," sapa Vara dengan ramah.
Gama menyahut lalu menatap penampilan Vara sebentar.
Vara yang tahu diperhatikan oleh Gama mendadak salah tingkah tapi cukup puas karena usahanya kali ini berhasil. Ia sudah percaya diri akan dipuji oleh Gama, tapi kenyataannya pria itu melengos ke ruangannya begitu saja.
Vara kembali menatap dirinya. Apa ada yang salah dengan pakaiannya hari ini? Mengapa Gama tidak memujinya seperti orang-orang di kantor? Apa ia kurang cantik?
Vara mendadak tidak bersemangat karena miskin pujian. Ia mungkin terlalu banyak berharap pada Gama. Padahal Vara sudah menyisihkan gajinya untuk membeli baju ini bersama Mami.
Ketika makan siang, Vara kembali menatap ruangan Gama berharap diajak makan siang bareng sebelum meeting di luar nanti. Untung saja, harapannya terwujud ketika Gama bertanya apakah Vara mau makan siang di kantor atau pergi ke lokasi meeting bersamanya.
Seharusnya Gama tidak perlu bertanya karena jawabannya sudah terlalu jelas. Vara akan ikut bersama Gama.
"Kita naik apa ke lokasi?" tanya Vara sangat bersemangat. Mereka sudah di lift dan Vara baru ingat harus bertanya. "Nggak naik motor Mas Gama, kan?"
Gama melirik Vara tajam, lalu malah bertanya balik dengan nada sinis. "Memangnya kenapa kalau naik motor?"
Vara terkejut mendengar pertanyaan Gama. Ia tertegun. Apakah Vara sudah menyinggungnya lagi? Padahal bukan maksudnya untuk menyinggung Gama, ia hanya perlu memastikan akan naik apa karena ia mengenakan rok saat ini.
"Naik mobil kantor kok. Operasional akan selalu pakai kendaraan kantor."
Vara tidak lagi berkomentar karena takut malah salah bicara. Bukannya makin dekat nanti malah makin jauh.
Vara pikir, mereka akan pergi bersama supir. Ternyata ia hanya berdua saja dengan Gama. Vara senang tapi juga deg-degan karena ini pertama kali ia pergi berdua dengan Gama. Walaupun untuk pekerjaan, tapi kan sama saja.
"Kita makan siang di dekat sana aja. Habis itu baru ke kantor mereka. Kamu harus makan di tempat tertentu atau nggak masalah makan di mana aja?"
Vara sempat bingung mencari jawaban tepat untuk pertanyaan ini. Ia bisa makan di mana saja, tidak harus di tempat tertentu tapi tetap harus bersih. Vara hanya berharap Gama tidak membawanya ke rumah makan pinggir jalan atau warteg.
Sepanjang jalan, Vara harap-harap cemas menunggu Gama akan membawanya ke mana. Ia baru bisa bernapas lega ketika Gama membawa mobil menuju parkiran mal di sebelah gedung meeting. Setidaknya mereka tidak makan di pinggir jalan.
"Kamu khawatir saya bawa ke warteg, ya? Tenang aja, saya tahu kok kamu nggak biasa makan di rumah makan kecil. Kamu lunch dulu aja di dalam, nanti kalau sudah selesai, kabarin aja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Havara! ✓
Storie d'amoreAvara Dala, si spoiled brat, harus berhadapan dengan mentor di kantor Papi yang bernama Gama. Kehidupan keduanya sangat berbeda. Vara selalu berhasil mendapat semua keinginannya, sedangkan Gama perlu berusaha dengan keras. Ending lanjut di Karyaka...