5. Hampir Menyerah

1.3K 119 0
                                    

Vara tidak terlalu menyambut baik kehadiran Gama sebagai mentornya. Sepanjang sore, ia terus mengeluh pada sang mama. Keluhannya baru berhenti ketika mendengar suara Bimo memanggilnya. Bimo berjalan ke ruang tengah dengan wajah marah.

Bimo memarahi Vara karena kabur dari kantor. Rima pun ikut kena tegur karena menuruti keinginan Vara dan memanjakannya.

"Papa nggak keberatan kasih kamu tambahan uang selama kamu nurut. Papa malu waktu dikasih tahu Pak Budi dan Gama kalau kamu mau berhenti kerja padahal belum mulai apa-apa."

Vara menoleh ke arah Rima meminta dukungan, tapi ibunya itu hanya menggengam tangannya tanpa membantu membelanya. "Papi nggak tahu sih belum apa-apa Mas Gama sudah mulai galak. Aku nggak mau ah dibimbing sama dia, nanti stress."

"Gama itu nggak galak, gaya bicaranya aja yang kayak begitu. Kamu tuh memang harus dibimbing dengan orang seperti dia supaya kamu nggak bermalas-malasan. Papa nggak akan nyuruh Gama kalau dia nggak baik. Kamu belajar dulu sama dia biar kamu bisa lebih dewasa. Kalau kamu bisa lolos tiga bulan sama Gama, Papa janji akan langsung balikin kartu kredit dan carikan calon suami buat kamu."

"Kenapa harus nunggu tiga bulan? Sekarang aja nggak bisa?"

"Vara, nyari laki-laki yang baik itu butuh waktu. Papa nggak mau kamu nikah sama sembarang laki-laki apalagi kamu orangnya manja gini. Papa butuh waktu."

"Ya sudah, aku kerja, tapi ganti Mas Gama dengan orang lain."

"Papa nggak akan milih Gama kalau dia nggak kompeten. Sudah, besok kamu minta maaf sama Gama lalu kerja sesuai arahannya. Jangan kabur. Kalau kabur, Papa ambil uang bulanan kamu biar nggak bisa belanja."

"Pih!"

Bimo kemudian menoleh ke arah Rima. "Mama jangan dukung si Vara jadi bandel gini dong. Kalau Vara kabur lagi, Papa yang malu. Biarkan anak kamu ini mandiri sedikit. Pokoknya, Mama nggak boleh bantuin Vara atau kartu kredit Mama juga Papa ambil nih."

"Kok Mama jadi ikutan kena, Pa?" Raut wajah Rima ikutan panik.

"Kita bicara di kamar aja, Ma."

Kedua orang tua Vara kemudian pergi meninggalkan Vara yang sudah ingin menangis karena ancaman Bimo. Tampaknya, Vara tidak akan bisa kabur sama sekali.

***

Saat teman-temannya liburan ke Eropa, Vara harus bekerja di kantor orang tuanya. Vara hanya bisa memandangi foto-foto unggahan Cindy dan Kez di Swiss dengan rasa iri yang tinggi. Seharusnya, ia bisa ikut jalan-jalan bersama mereka.

Demi kartu kredit, Vara kembali ke kantor lalu meminta maaf pada Gama atas ucapan dan tindakannya kemarin. Hidup Vara bergantung pada sang ayah—uang dan kartu kreditnya. Tanpa itu, Vara tidak akan bisa hidup. Tabungan? Vara sama sekali tidak punya tabungan. Ia sudah meminta Rima untuk membantunya membujuk Rima tapi nihil. Rima sudah tidak berani berani membantah Bimo lagi.

Gama tidak merespon macam-macam saat Vara minta maaf. Lelaki itu hanya serius memberikan pekerjaan pada Vara.

Perlakuan orang-orang di divisi ini masih sama sesuai dengan apa yang Vara bayangkan. Mereka tahu bahwa Vara anaknya bos, jadi mereka sangat berhati-hati sekali di depannya kecuali Gama. Gama tidak berbicara dengan suara manis yang dibuat-buat ataupun memperlakukannya dengan istimewa. Gama juga tidak menyuruhnya santai saja di meja.

Sejak mulai kerja di kantor ini, Vara jarang diberikan pekerjaan berat oleh supervisornya dulu. Jadilah Vara juga ogah-ogahan. Hanya Gama yang memberinya tugas agak berat. Gama memberikan beberapa pilihan perusahaan dan Vara harus mulai mengecek prospek kerja sama dengan mereka. Semua dilakukan dari 0.

Havara! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang