Baru kali ini Vara ditolak oleh pria. Biasanya, Vara yang dikejar-kejar, tapi sekarang malah ia yang ditolak bahkan sebelum mulai mengejar. Ia sedih dan kecewa karena ini adalah pengalaman pertamanya.
Sepulangnya dari rumah Gama, Vara berubah menjadi murung. Ia pun tiba-tiba memeluk sang ibu yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah.
Rima menutup majalah dan meletakkannya di meja. Setelah itu, ia menatap anak bungsunya. "Ada masalah apa lagi? Tadi bukannya happy banget mau ke rumah Mas Gama?"
"Mih, aku suka sama cowok, tapi dianya nggak suka sama aku. Aku sedih," ungkap Vara seraya menyandarkan kepalanya di bahu Rima. "Terus... aku masih harus ketemu dia setiap hari."
"Ini ngomongin Gama, Var? Mungkin dia sudah punya pacar."
"Jomlo, Mih. Dia tahu perasaanku dan ngelarang aku untuk suka sama dia." Vara kembali merajuk pada sang mama.
"Kok bisa dia nolak kamu?"
Vara mengangkat bahunya. "Dia nggak kasih penjelasan, cuma bilang jangan dan nyuruh aku nyari cowok lain aja. Aku tuh belum mulai, tapi sudah ditolak."
"Kok bisa sih dia nolak anak mama sampai galau begini?" Rima setengah bercanda untuk menggoda sang anak. Ia berhasil karena Vara langsung merajuk lagi. Rima kemudian tersenyum dan menanyakan tentang Gama karena sampai saat ini ia belum tahu Gama yang mana.
Vara pun tak ragu menceritakan semua hal yang ia ketahui tentang Gama dan pandangannya pada pria itu. Ia sangat menyukainya dengan sepenuh hati. Vara juga mengatakan alasan mengapa waktu itu Gama marah padanya, "Aku yakin Mas Gama juga suka sama aku, tapi dia pura-pura nggak suka aja."
"Dari mana kamu tahu? Katanya kalian jarang ngobrol selain tentang kerjaan."
"Feeling aja, Mih. Masa sih dia nggak tertarik sama aku yang cantik begini? Buktinya dia juga setuju ngajak aku ke rumahnya—ke acara keluarganya. Nggak mungkin nggak ada perasaan."
Rima pun tertawa terhibur mendengar anaknya yang sangat percaya diri. Tidak ada bedanya dengan kakak-kakaknya. "Buktinya kamu ditolak, Var."
Vara menghela napas panjang. Upayanya untuk menghibur diri sendiri pun gagal. Gama mungkin memang tidak tertarik padanya, dan Vara hanya ingin merasa lebih baik saja setelah ditolak. "I know, Mih. Aku harus gimana dong? Sedih banget baru kali ini dibilang nggak boleh suka sama orang langsung sama orangnya sendiri."
***
Sejak obrolannya dengan Gama, Vara merasa murung dan sedih. Gama bersikap biasa saja, tapi Vara tidak bisa begitu. Setiap kali Gama memberikannya tugas, Vara ingin sekali menolak karena masih kesal. Namun, ia tidak ingin dianggap sebagai anak manja yang sedang tantrum karena tidak mendapatkan keinginannya yaitu hati Gama. Ia berusaha bersikap profesional walaupun itu sulit.
"Kok murung banget, Var. Mau makan siang di mana hari ini? Kita mau ke La Plaza nih. Mau ikut?"
Vara menggeleng. Ia bahkan tidak nafsu makan dan menolak makan siang bersama Genk anak muda di kantor. Vara berbohong bahwa ia akan makan siang bersama temannya padahal ia tidak ingin ke mana-mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Havara! ✓
RomanceAvara Dala, si spoiled brat, harus berhadapan dengan mentor di kantor Papi yang bernama Gama. Kehidupan keduanya sangat berbeda. Vara selalu berhasil mendapat semua keinginannya, sedangkan Gama perlu berusaha dengan keras. Ending lanjut di Karyaka...