29. Go

952 93 4
                                    


Gama memeluk Vara dari belakang lalu mereka berjalan sambil tertawa menuju ruang TV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gama memeluk Vara dari belakang lalu mereka berjalan sambil tertawa menuju ruang TV. Awalnya, Vara duluan yang datang langsung memeluk Gama. Setelah itu Gama malah membalikkan posisi mereka. "Kamu datang pas Gadis dan Gina sudah pergi. Sengaja, ya?"

"Nggak deh, suer. Aku nggak tahu kalau adik-adikmu nggak ada di rumah. Ini aku bawa makanan kan supaya kita bisa makan siang bareng, Mas," sahut Vara setengah merajuk. Ia memang tidak tahu kalau adik-adiknya Gama sudah pergi. Tadinya, Vara memang tak berniat datang karena ada acara keluarga, tapi karena dibatalkan akhirnya ia langsung ke rumah Gama untuk memberikan kejutan.

Belakangan ini, keadaan rumah Gama tiap weekend memang selalu sepi. Ia berpikir apakah mungkin adik-adik Gama pergi bersama Kinan lagi hari ini?

"Mereka lagi ke Pantai. Kamu mau nyusul mereka?"

Vara mengerutkan dahi lalu menggeleng. "Nggak deh. Mereka pasti pergi sama Mbak Kinan, ya?"

Vara tidak perlu menunggu jawaban Gama untuk tahu bahwa dugaannya memang benar. Kedekatan Kinan dengan adik-adik Gama memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Ini mungkin hanya satu kegiatan dari ribuan kegiatan lain yang akan terjadi di hari-hari mendatang. Vara mulai menyadari hal ini mungkin akan terus terjadi di kemudian hari dan ia harus mulai menerimanya.

"Aku nggak bisa ngelarang mereka pergi." Gama sudah terlalu lelah menghadapi Kinan. Beberapa hari ini, setiap Gama pulang ke rumah, ia menemukan Kinan di sana bersama adik-adiknya. Kinan bahkan sempat memasak tanpa diminta. Gama masih bisa menegur sekali-dua kali, tapi makin lama ia makin lelah. Akhirnya, Kinan berhasil mengajak adik-adik Gama berlibur. Gama bisa bernapas lega karena ada hari tanpa Kinan. Akhirnya. Namun, ia belum menceritakan masalah Kinan pada Vara karena takut melihat reaksinya. Vara pasti kecewa.

"Iya, nggak apa-apa kok." Vara langsung tersenyum senang karena ia bisa menghabiskan waktu berdua dengan Gama tanpa khawatir kepergok adik-adiknya.

Gama menggumam lalu dia mengajak Vara duduk. Pria itu duduk bersandar di sofa lalu menarik Vara untuk mendekat. "Kenapa kamu nggak jadi ikut acara keluargamu? Katanya kangen sama keponakan-keponakan kamu."

"Ternyata acara orang tua doang, sepupuku nggak pada datang. Katanya mau datang pas lebaran aja. Mentang-mentang sudah pada nikah jadi sok sibuk semua. Aku nggak ada teman lagi nih, cuma Mas Gama aja yang bisa aku andalkan." Vara kemudian mencari posisi nyaman supaya bisa duduk sambil memeluk Gama. "Aku nggak apa-apa kan di sini? Kamu juga nggak ada acara, kan?"

"Kalau tadi kamu nggak ngabarin, aku tadinya ikut main futsal. Untung kamu bilang sebelum aku berangkat."

"Yah, berarti aku ganggu acara kamu, ya?" Vara langsung duduk tegap lalu menatap Gama setengah menyesal. Hanya setengah. Sisanya ia senang karena Gama memilihnya.

"Nggak apa-apa, lagian aku ikut biar ada kegiatan aja. Nggak jadi pun nggak masalah. Terus kita mau ngapain? Kamu mau ngapain?"

Vara tersenyum manis sambil memiringkan kepalanya ke kanan setengah menggoda Gama. "Boleh nggak kalau aku minta sesuatu ke kamu? Biar adil, kamu juga boleh minta sesuatu."

Havara! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang