"Vara, ayo, papa sudah marah tuh kelamaan nunggu kamu." Rima mendatangi Vara yang sedang menunggu di depan pintu masuk.
Vara menoleh sambil menampilkan wajah cemas dan gelisah pada sang ibu. "Mas Gama belum datang, Mih. Nunggu Mas Gama dulu."
"Kamu yakin Mas Gama beneran mau datang?"
Vara mengangguk. "Iya, tadi sore Mas Gama janji mau datang. Sebentar lagi pasti dia sampai, Mih."
"Coba telepon tanya di mana."
"Nggak diangkat, mungkin dia lagi nyetir. Sebentar aja, Mih. Aku mau nunggu Mas Gama dulu."
Rima akhirnya mengabulkan permintaan Vara untuk membujuk Bimo agar bersabar karena si bungsu masih menunggu Gama.
Setelah Rima pergi, Vara kembali membuka ponsel dan mencoba menghubungi Gama. Namun, sama saja. Gama tidak mengangkat panggilan telepon darinya. Itu sangat membuatnya khawatir. Meskipun Gama awalnya ragu untuk datang, tapi Vara berhasil membujuk Gama untuk datang. Ia yakin Gama tidak akan ingkar.
Sudah hampir satu jam menunggu, kali ini kakak pertamanya yang menghampiri.
"Masih belum ada kabar? Mungkin dia nggak jadi datang, Vara."
Vara menghela napas dalam lalu mengembuskannya panjang. Ia pun mengunci ponselnya. "Mungkin. Papa sudah marah, ya?"
Satria menggeleng lalu merangkul sang adik. "Kita mulai aja acaranya ya. Banyak tamu yang nungguin birthday girl-nya."
Vara tidak menyahut dan hanya mengikuti bimbingan sang kakak untuk masuk kembali ke ballroom. Acara ulang tahun yang dijadikan excuse orang tua untuk mengundang rekan bisnis. Tamu yang hadir bahkan lebih banyak rekan kerja Bimo daripada tamu Vara.
Vara sebenarnya tidak menginginkan pesta besar mengingat usianya yang sudah bukan remaja lagi. Namun, ia setuju karena diperbolehkan mengundang Gama datang. Bukannya tidak boleh, tapi biasanya Bimo hanya mengundang orang kantor di level yang lebih tinggi. Level Gama belum sampai ke sana. Setelah keabsenan Gama, Vara menjadi tidak bersemangat lagi menjalani pesta ini.
Dekorasi ruangannya sudah cukup girly, kue besar bertuliskan happy birthday dan figure wanita di atasnya cukup membuat Vara terkesan. Namun, lagi-lagi ia memikirkan Gama. Ke mana Gama....
Setelah meniup lilin, Vara ikut duduk bersama keluarganya menyantap sajian makan malam. Di meja itu ada Rima, Satria, dan Rama. Rama sedang bercerita tentang renovasi rumah barunya bersama Arsa. Rima dan Satria sesekali menimpali dan tertawa ketika mendengar cerita lucu. Sayangnya, Vara tidak bisa ikut tertawa.
Ketika ponsel Vara menyala, matanya langsung berbinar. Ia berharap Gama menjawab semua pesan dan panggilannya. Ia berharap bahwa Gama masih di perjalanan, bukan sengaja tidak datang. Namun, ia mengernyit ketika melihat nama Gadis tertera layar.
Vara pun izin pada sang mama untuk mengangkat telepon di luar agar tidak berisik. Begitu ia menggeser tombol hijau, ia langsung mendengar suara tangis Gadis. Perasaan Vara mendadak tidak karuan. "Gadis, kok nangis? Ada apa, Dis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Havara! ✓
Roman d'amourAvara Dala, si spoiled brat, harus berhadapan dengan mentor di kantor Papi yang bernama Gama. Kehidupan keduanya sangat berbeda. Vara selalu berhasil mendapat semua keinginannya, sedangkan Gama perlu berusaha dengan keras. Ending lanjut di Karyaka...