34. Selalu di hati

1.1K 99 5
                                    


Ini tidak mudah bagi Vara. Ia patah hati dan rasanya terlalu menyakitkan. Vara bahkan menolak untuk masuk kantor karena takut bertemu Gama. Ia belum bercerita pada sang ibu apa yang terjadi, jadi beliau bingung melihat Vara yang galau.

Vara tidak ingin keluar kamar dan melakukan apa-apa. Rasanya lebih menyakitkan daripada putus yang sebelum-sebelumnya. Ia benar-benar menyukai Gama dan berharap bahwa mereka bisa bersama. Ketika itu tidak terjadi, dunia Vara terasa runtuh. Ia tidak pernah merasakan patah hati sesakit ini.

"Vara, makan dulu dong. Kamu kenapa, sih? Berantem sama Mas Gama, ya? Habis pulang outing kok jadi galau terus, sih, Dek?"

Vara hanya menggeleng dan menolak makanan yang dibawakan sang ibu.

Rima menghela napas panjang lalu mengelus kepala Vara dengan sayang. "Cerita sama Mama ada apa. Jangan diam aja. Biasanya kan kamu juga cerita, Sayang. Papa nanyain kenapa kamu nggak mau ngantor. Apa mau pindah lagi jadi anak buahnya Mas Gama?"

Vara diam sebentar sebelum akhirnya membuka suara. "Mas Gama disuruh Papi jadi mentor supaya aku semangat mau kerja. Selama ini, dia cuma disuruh sama papi makanya mau ajak aku ke mana pun yang aku mau dan mau pacaran sama aku. Semua demi uang. Apa Mami tahu kalau Mas Gama dapat bonus dari Papi?"

Rima menggeleng dan terlihat terkejut. "Mama nggak tahu, Vara. Papa nggak cerita soal itu, tapi mama tahu kalau papa minta tolong cari orang supaya kamu mau senang kerja. Mama nggak tahu kalau ternyata itu nyakitin kamu..."

"Ya, well, now you know. Aku telanjur sayang sama Mas Gama tapi ternyata perasaan Mas Gama bohongan. Aku malu, kecewa dan patah hati. Dia pasti ngetawain aku yang benar-benar bucin ke dia. Dia pasti mikir aku bodoh banget bisa tertipu."

"Mas Gama belum tentu mikir kayak gitu, Vara. Kamu kan nggak tahu hati dia yang sebenarnya. Mama lihat waktu acara kantor kamu, dia jadi karyawan teladan. Kelihatannya dia baik..."

"Mami jangan belain Mas Gama dong. Aku yang anaknya mami, bukan Mas Gama." Vara mendadak sebal karena Rima malah membela Gama yang telah membuatnya patah hati.

Rima minta maaf dan bergerak untuk memeluk anak bungsunya. Ia tahu Vara tidak pernah beruntung soal percintaan. Dulu, Vara pernah dimanfaatkan oleh pria, sekarang pun sama. Ia sedih dan kecewa pada semua pihak yang menyakiti anaknya. Ia ingin sekali melindungi Vara dan tidak rela melepasnya untuk siapapun.

Vara membalas pelukan sang ibu dengan amat erat. Ia merasa sedikit lega bisa jujur setelah sebelumnya tidak berniat cerita.

"Adek anak kesayangan Mama, nanti Mama bilang sama Papa supaya nggak maksa kamu ke kantor lagi. Kalau Papa maksa, Adek pergi sama Mama ke rumah Nenek, ya?"

Ia berusaha untuk tidak menangis lagi, tapi amat sulit setelah mendengar itu. Rima rela bertengkar dengan Bimo jika Vara terus dipaksa ke kantor.

"Adek makan dulu, ya? Kamu dari kemarin nggak mau makan, cuma minum aja. Nggak lapar?"

Vara menggeleng. Ia memeluk ibundanya erat. "Aku nggak nafsu. Hati aku sakit banget, Mi. Kapan ya sakitnya hilang?"

"Dek..."

"Ma, aku sayang banget sama Mas Gama. Perasaan ini bisa hilang nggak, ya?"

Tangisnya pun pecah.

***

Havara! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang