69. Jalan

901 74 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading!

Selepas kepergian Indar, kini Danaqeela berbisik pada Anjani untuk duduk beristirahat, gadis itu masih merasa khawatir pasalnya jahitan bekas operasi Anjani belum kering, bahkan terbilang masih basah.

Namun Anjani masih terdiam di tempatnya, mencoba mencerna kejadian demi kejadian, ucapan demi ucapan yang baru saja terjadi. 

Ia sudah benar, ia yakin itu.

"Duduk, Janis.." lirih Qeela seraya memegang lengan Anjani dengan lembut. Hanya Anjani yang mampu mendengar suara itu.

"Kenapa nekat?" suara berat milik Brama memecah keheningan.

"Ngerasa jago?" lanjutnya karena dirasa gadis itu tidak menjawab.

Anjani dengan tatapan kosongnya mengedipkan mata berkali-kali guna menyadarkan dirinya sendiri. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menatap Brama yang kini tengah menatapnya tajam, namun masih tersirat tatapan kekhawatiran yang mendalam.

"Anjani."

"Lo gak akan paham, Bram." jawab Anjani dengan nada sedikit bergetar.

"Apa? Apa yang gak gue paham?"

"All about her. All about-"

"You think you know her so well?"

Anjani menggeleng, "bukan itu."

"Then?"

"Gue kenal dia jauh dari lo kenal dia," Brama kembali berucap.

"Gue tau. Tapi ini bukan tentang seberapa lama lo kenal dia, tapi seberapa lo ngerti dia."

Jawaban Anjani membuat lelaki itu terdiam. Tak hanya Brama, seluruh anggota yang berada di sana turut mendengarkan dengan seksama.

"Terus buat apa lo ngusir dia?" kini Daka yang bertanya.

Anjani tak menjawab. Gadis itu memilih berjalan menuju pintu keluar.

"Gue pamit."

"Sopan lo kayak gitu?" Brama bertanya.

Darah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang