5. Perjodohan

7.1K 399 4
                                    

Senja mengajarkan kita bahwa keindahan itu tak harus datang di awal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja mengajarkan kita bahwa keindahan itu tak harus datang di awal.
-Anjani Sedah K.R-

~Happy Reading!~

"R.A. Anjani Sedah Kaniraras R."

Gadis itu menyernyit lalu menoleh, itu neneknya. Selalu saja memanggilnya menggunakan embel-embel Raden Ajeng. Padahal ia tidak ingin. Itu terlalu berlebihan.

"Apa, Mbah.." jawab Anjani dengan super lembut.

Wanita paruhbaya itu tersenyum persis dengan dirinya.

Anjani, anak dari kedua orang yang dijodohkan. Keluarganya menerapkan menikah lagi dengan orang darah biru.

Papa dan Mamanya sama-sama keturunan Majapahit. Hanya saja beda leluhur. Jadi di dalam diri Anjani terdapat 2 aliran darah biru.

"Besok kita bertemu dengan keluarga besar Ranawijaya, kamu harus berkenalan dengan anak laki-laki mereka, tampan dan mapan." ucapan Mirah-Nenek Anjani berhasil membuat gadis itu terkejut.

Ia tahu apa maksudnya.

"Loh? Tapi Ayah sama Ibu belum-"

"Bahkan mereka yang mengusulkan hal ini. Mbah cuma nyaranin aja keluarga mana yang baik dan cocok dengan keluarga kita," Seakan tahu menjurus kemana pertanyaan Anjani, Mirah menjawab terlebih dahulu.

"Kalian gak bermaksud ngejodohin Janis kan?" tanya Anjani,

"Itu bisa dibicarakan, sayang. Kami hanya ingin yang terbaik untuk kamu," ujar Retno, ibu dari Anjani.

Wanita itu datang, membawa sepiring pisang goreng, lalu duduk di sebelah Anjani.

"Tapi, Janis gak suka dijodohin kayak gini, bu.." tolak Anjani dengan nada yang super sopan.

"Anjani kamu jangan ngeyel. Ini demi masa depan kamu!" gadis itu terdiam kala mendengar ucapan dari sang ayah. Rajasa.

"Tapi, Janis pengen cari sendiri aja, Yah." ujar Anjani sambil menatap ayahnya yang kini duduk tegak menghadap dirinya.

"Apa yang mau kamu cari? lelaki berandalan? geng motor? tidak berpendidikan? keluarganya tidak jelas?" Rajasa memandang anaknya dengan tajam,

"Nggak kok. Brama gak gitu!"

Sesaat setelah ia membatin, gadis itu membulatkan matanya,

"Kok dia sih?! Brama sialan bisa-bisanya gua kepikiran terus!"

"Janis bisa memilah, Yah. Mana yang pantas dan mana yang tidak," Anjani kembali melawan.

"Kamu harus tetap ikuti perintah. Jangan sampai mempermalukan keluarga."

Anjani menatap ayahnya dengan sebal. Lalu beranjak dan berjalan cepat menuju kamarnya.

"Gak bisa apa? mikirin perasaan gua, sekali aja!" gerutu gadis itu ketika hendak menutup pintu kamar.

Darah BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang