sembilan 🍓

74 14 1
                                    

Sebelum lanjut, seperti biasa jangan lupa tekan bintang bantu Author untuk semangat Up tiap saat.

Selamat membaca ramaikan tiap paragraf

🎀

Ara yang asik menonton drakor nya kini melirik jam disamping nakas tempat tidurnya, tidak terasa ia menghabiskan 1 jam, matanya sudah lelah menatap laptop itu. Sudah jam 23:20. Diluar sedang gerimis kakinya melangkah menuju balkon kamarnya, lampu jalan menghiasi suasana malam yang sunyi.

Menatap langit yang tidak terdapat bintang maupun bulan. Mata hazel itu menikmati rintik hujan mengenai wajah cantiknya, dengan air mata yang luruh begitu saja tanpa diminta. Ia selalu menyembunyikan kesedihannya, bohong kalau hatinya tidak sakit dengan harapan yang dirinya buat untuk Fadel.

2 tahun tidak mudah untuk melupakan cowok itu. Apa ia bodoh menyukai sepupunya sendiri? Apa itu salah dengan perasaannya? Sungguh kalau boleh jujur ia tidak mungkin menyingkirkan walau itu terbukti betapa cintanya dengan Fadel.

Harapannya terkadang membuat dirinya juga sakit, tidak mudah untuk jatuh cinta, tidak mudah menyukai orang lain, tidak mudah melupakannya begitu saja, ia tahu bahkan sangat tahu bahwa Fadel sudah mempunyai Airin. Apa ia salah tetap berharap?

Sesak tentu saja, apa mungkin perasaannya akan terbalas, akan tetapi sepertinya tidak mungkin. Cinta sepihak membuatnya sakit.

"Tuhan ini sangat sakit." gumamnya, bajunya basah akibat hujan yang terus-terus mengenainya. Seolah ia tidak peduli dengan dirinya yang sudah basah akibat hujan malam ini.

Pintunya dibuka dengan kasar, menampilkan sosok cowok yang menatapnya dengan tatapan tajamnya. Melangkahkan kakinya mendekat ke Ara, menarik gadis itu agar segera masuk.

"LO GOBLOK?!! LO NANTI SAKIT KALAU KENA HUJAN RAA!!" Murka Azka melihat mata Ara yang sembab.

Ara hanya menangis dengan diam tanpa bersuara, jujur hatinya sakit.

Azka memejamkan emosinya, memendam amarahnya sekarang, ia tidak tega melihat mata adiknya itu mengeluarkan air mata.

"Raa, lo masih mau berharap?" tanya Azka dengan pelan.

Ara hanya diam membisu, bingung dengan perasaannya sendiri tanpa menjawab Azka sudah tahu.

"Raa, gue jadi nggak tega kalau ninggalin lo ke Bandung. Apa gue ngurus surat pindah aja ke sini." ucap Azka menatap lembut Adiknya.

Seketika Ara menatap Azka dengan menggelengkan kepalanya dengan kuat, tidak mungkin Azka pindah hanya karena dirinya.

"Nggak usah, gue baik kok." Jawab Ara dengan menyerka air matanya, ia tidak boleh menangis.

"Lo jelek kalau nangis, nanti Fadel nggak suka sama lo." sindir Azka dengan kekehan yang keluar dari mulutnya berusaha menghibur adiknya.

Ara pun hanya memutarkan bola matanya malas. "Dia emang nggak peduli, siapa gue sampe mau peduli." perkataan Ara terdapat luka disana. Azka sampai terdiam mendengar penuturan Ara saat ini.

"Raa, jangan gitu, kalau mau berhenti yaudah berhenti aja kalau buat lo sakit, jangan siksa diri lo hanya untuk berharap sama dia. Sadar Fadel udah punya Airin. Hubungan mereka sudah lama. Sorry kalau perkataan gue bikin lo sakit, tapi gue nggak bisa liat lo kek gini." Jelas Azka manatap adiknya dengan tatapan sayang. Sungguh dia menyayangi Adik-adiknya melebihi dirinya sendiri.

Cousin Love ( segera Terbit )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang