Disaat aku masih mencoba mengatur detak jantungku karena perkataan Seulgi barusan, dia perlahan mengusap pipiku yang berair.
"Aku membenci diriku sendiri setiap kali kau menangis karena ulah ku."
Aku langsung menghapus air mataku sendiri dengan cepat. Enggan membuatnya semakin benci pada dirinya sendiri. Namun sepertinya dia salah sangka karena tatapannya berubah kecewa. Tidak Seulgi-ah, aku tidak menolak untuk kau sentuh, hanya saja aku tidak mau kau melihat ku menangis.
"Jangan pedulikan ucapanku, aku akan mengatasi perasaanku sendiri. Hiduplah bahagia dengan pilihanmu." Seulgi bangkit dari duduknya.
"Jangan membuatku merasa bersalah." ucapku pelan.
"Kau tidak salah. Dari awal juga kau hanya menjadi korban dari egoisan ayahmu."
Aku turut berdiri menghadapnya. Ada hal yang masih belum terselesaikan disini, sesuatu masih mengganjal dipikiranku.
"Kau masih kesal dengan itu? Aku tidak bermaksud untuk menuduhmu, tapi aku melihatmu keluar dari rumah sakit sebelum appa meninggal. Apa kau yang..." aku tidak bisa melanjutkan ucapanku. Namun Seulgi sudah mengerti kemana arah bicaraku, dia menatapku dengan tajam.
"Kau tidak bermaksud menuduhku tapi kau menyangka jika kematian ayahmu ada kaitannya denganku?" rahangnya mengeras.
"Bukan itu maksudku. Bisakah kau menjawab apa yang kau lakukan disana sebelum ayahku meninggal?"
Seulgi berdecak dengan raut sedikit kesal, "Aku memang bertemu dengannya sebelum menjenguk Anna yang juga ada disana karena kondisinya yang menurun. Aku membicarakan banyak hal dengan ayahmu. Dia mengatakan padaku jika aku harus menjagamu dengan sangat baik. Dia mempercayaiku tentang masa depanmu. Dia merasa jika usianya tidak akan bertahan lama jadi dia memaksaku untuk berjanji padanya. Kau tahu janji apa yang dia tuntut? Aku harus menjagamu seumur hidupku menggantikan kewajibannya."
Mataku kembali panas. Apa selama ini aku telah menuduh Seulgi melakukan hal yang sebenarnya tidak dia lakukan?
"Aku tidak bisa memegang kepercayaan yang telah dia berikan karena aku menyakiti hatimu, itu sebabnya aku merasa sangat bersalah sekali dengan ayahmu. Tapi setidaknya aku tetap menjagamu seumur hidupku walaupun dengan cara yang lain." Seulgi kembali menatapku dengan tatapan sendunya, "Percaya atau tidak itu terserah padamu. Aku mungkin pernah memiliki rasa kesal atau tidak suka pada mendiang ayahmu, tapi aku tidak memiliki alasan untuk membunuhnya disaat dia telah mendukungku untuk hidup denganmu."
Aku tidak peduli apa yang terjadi selanjutnya, yang kulakukan hanya menghamburkan diriku kedalam pelukannya. Merasakan hangat yang sudah sejak lama tidak kurasakan. Aku bisa merasakan Seulgi memelukku dengan erat seolah tidak ingin ada jarak diantara kami. Aku berharap waktu berhenti untuk sementara waktu agar aku hanya bisa merasakan kehangatan ini saja dihidupku.
____
Sejujurnya Joy pergi dengan membawa Minji hanyalah alibi semata. Dia tidak ingin melihat kebersamaan Irene dengan Seulgi maupun dengan Alby. Entahlah, ada beberapa hal yang membuatnya tidak senang dengan Irene.
"Mama, Al sangat nakal ya, dia sampai membuat papa marah." cibir Minji membuat Joy terkekeh.
Mereka kini sedang berjalan-jalan ditaman yang ramai dengan anak-anak yang sedang menikmati hari minggu mereka. Minji juga dengan santai berjalan sembari menyantap es krim.
"Yang seperti itu tidak boleh Minji tiru, Minji tidak boleh membuat Mama dan Papa marah. Arachi?"
"Eung!" Minji mengangguk dengan semangat.
"Sooyoung-ah!"
Joy menoleh ke sumber suara di mana seorang pria tengah berlari kearahnya. Dia sebenarnya cukup malas untuk menghadapi pria ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] Loftily 2 || ✔ SEULRENE [COMPLETE]
FanfictionIrene pikir kisah cintanya dengan Seulgi telah berakhir, tapi nyatanya takdir masih mengijinkan dia dengan seseorang dimasalalunya itu kembali bertemu. Apakah hubungan mereka akan kembali bersatu? Atau takdir tetap memisahkan mereka? ~__~__~__~ Di...