🐣36.Afraid

7.1K 673 217
                                    

Kangen anak-anak aku gak, kalo kangen kalian kangen siapa✨🐣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kangen anak-anak aku gak, kalo kangen kalian kangen siapa✨🐣

Vote, komen yang banyak ya cingtahhhhh💗🌱

Happy Reading 🍓🎀

....


Carel baru saja memasuki kamar, masih dengan handuk yang bertengker di lehernya, dan rambut yang masih basah. Laki-laki itu tersentak, saat tiba-tiba Jidar memeluknya.

Carel hanya diam, seraya menunggu Jidar untuk mengatakan sesuatu. Namun, bukan sebuah ucapan melainkan Isak tangis yang terdengar sangat lirih.

"Jie," Carel menyentuh punggung sang sahabat.

"Biarin kayak gini dulu," Jidar semakin erat memeluk Carel yang masih merasa bingung.

"Nggak apa-apa, Jie. Ada gue, ada kami semua." Tutur Carel sangat lembut, seraya tangannya mengusap punggung sempit Jidar.

"Jangan bilang siapa-siapa, kalo gue nangis."

Carel tersenyum jenaka, ini bisa menjadi kelemahan Jidar kalau dirinya diejek laki-laki jangkung itu.

"Cengeng," celetuk Carel, membuat Jidar memukul pelan lengan laki-laki itu.

"Lo yang cengeng," balas Jidar tidak terima.

"Ini, buktinya nangis." Seloroh Carel dengan nada jahil.

"Terserah," bukannya melepaskan pelukannya, Jidar justru semakin erat memeluk Carel.

Carel melihat jam yang bertengker di dinding kamar, terlihat jarum pendek yang menunjuk angka setengah tujuh.

"Kita bakalan telat, sih." Ujar Carel tidak mendapati Jidar yang berniat untuk melepaskannya.

"Sebentar lagi," gumam Jidar menyamankan posisi nya.

Carel menghela nafas lelah, biarkan lah Jidar memeluknya, meluapkan apa yang laki-laki itu sedang rasakan saat ini. Asalkan ia tidak terkena pukulan, atau tatapan tajam Jidar saja.

Perlahan, Jidar mengurai pelukan keduanya, membuat Carel bernafas lega. Laki-laki itu lantas menghapus jejak air matanya, dan membenarkan seragam sekolah yang sudah melekat di tubuhnya.

"Kenapa baru mandi?" Tanya Jidar.

"Ngantri, bro. Lo kira ini rumah ada kamar mandi banyak?!" Sungut Carel kesal, baru saja tadi laki-laki itu bersikap seperti anak kucing, sekarang sudah seperti singa lagi.

"Seharusnya, mandi dari subuh."

"Bodo amat, Jie. Terserah, lo." Balas Carel, lantas melangkah kearah lemari pakaian. Memilah seragam yang harus ia pakai hari ini.

Jidar melangkah, duduk disisi kasur. Ia mengambil ponsel dari saku celana abu-abu nya, melihat pesan yang membuatnya ingin berteriak dan menangis sekencang-kencangnya. Kenapa harus seperti ini, ia tidak percaya dengan omongan seseorang itu.

Dream House [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang