42 - Playing Victim

1.4K 137 39
                                    

Author POV

Karena tidak ada yang boleh menjenguk Reyhan, Damian meminta Nathan, Hanan, dan Keenan untuk pulang dulu sementara Dia dan Dirga akan berjaga di rumah sakit kalau-kalau ada yang perlu mereka lakukan atau kalau Reyhan memerlukan sesuatu.

Nathan masuk ke rumahnya, bukan untuk tidur disana tapi hanya untuk mengambil beberapa baju saja. Hanan mengajaknya untuk menginap dirumahnya katanya agar lebih mudah kalau harus bergantian menjaga Reyhan dan tentu saja dia setuju daripada harus diam di rumah.

"Kak Nathan kenapa baru pulang?" tanya Juan yang sedang duduk di tuang tamu.

Nathan hanya mengabaikan pertanyaan Juan, yang ada di otaknya sekarang hanya bagaimana Reyhan sekarang?

Nathan langsung berjalan melewati Juan begitu saja, Juan terus-terusan mencecarnya untuk menanyakan reyhan dimana? apa yang terjadi? dan berbagai pertanyaan lainnya yang sama sekali tidak dijawab Nathan.

Dia tetap melangkah ke kamarnya dan mengambil banyak barang yang dirasanya cukup untuk keluar dari rumah itu. Nathan memasukkan semua barangnya dengan asal ke sebuah tas besar.

"Kak, kakak mau kemana?" tanya Juan lagi. dan tidak mendapatkan jawaban.

"Adek nanya ke kamu Than." kata Nada yang baru saja datang dari dapur membawa makanan yang mungkin untuk Juan.

Mendengar suara Nada, membuat emosi Nathan naik, memang dasarnya saja dia marah dengan Nada jadi saat Nada mengeluarkan satu kalimatpun dia akan tetap marah terlepas dari apa kalimat itu.

"Kenapa gak liat sendiri kesana?" kata Nathan bukan untuk Juan tapi untuk Nada.

"Bunda juga mau jenguk Reyhan than, tapi kan kamu tau sendiri gimana keadaannya."

"Keadaan apa? bunda yang milih keadaan yang kayak gini. Bunda gak cemas sama sekali ya sama Reyhan? gimana bisa kalian makan dengan tenang sementara Reyhan disana kesakitan sendiri? Lagian Juan udah gede Bun, dia bukan bayi lagi. He can take care of himself. Dia juga udah baik-baik aja kan?"

"Kakak masih marah sama aku? kakak benci sama aku?" tanya Juan, Nathan bahkan tak berniat menjawab.

"Jawab kak."

"Shut the fuck up. Kamu udah gede Juan, stop bertingkah manja kayak anak kecil."

"Nathan! jangan ngomong kasar sama adik kamu!" tegur Nada yang tentu saja diabaikan oleh Nathan.

"Bunda juga khawatir Nathan, Reyhan anak bunda, mana mungkin Bunda gak khawatir?" kata Nada lagi.

"Bullshit. Kalau bunda khawatir mungkin bunda bakalan telponin aku terus buat nanya keadaan Reyhan gimana, mungkin bunda bakalan dateng buat jenguk Reyhan sekali dua kali. Kalau gak bisa di rumah sakit, masih bisa di rumah Om Damian kan?"

"Bunda gak suka kesana Nathan, lagian Reyhan yang milih pulang kesana. Kalau Reyhan pulang ke rumah, bunda juga bakalan rawat dia."

"Gak usah nyalahin Reyhan. Lagian mana mungkin? Bunda aja sibuk sama anak kesayangan bunda."

"Kamu gak tau apa yang bunda rasain, kenapa sekarang kamu jadi gini Than, kenapa kamu malah nyalahin Bunda?"

"Stop bersikap seolah-olah Bunda adalah korban, harusnya aku paham dari awal kenapa bunda gak bertindak apa-apa tiap kali Ayah mukulin Reyhan atau marahin Reyhan, itu bukan karena bunda gak punya pilihan, tapi karena bunda emang milih buat diem. Kalau itu kejadian sama Juan apa Bunda bakalan diem aja?"

"Kenapa kamu malah bawa-bawa Juan?"

"JAWAB AJA PERTANYAAN AKU BUN!" Teriak Nathan membuat Nada dan Juan terkejut karena jarang sekali Nathan teriak seperti ini.

"Bunda bakalan bersikap sama." jawab Nada. Padahal dia tidak tau apa yang akan dia lakukan.

"Oh ya?" tanya Nathan.

Nathan lalu bergerak mendekati Juan, memegang kerah baju Juan dengan satu tangan sambil mendorong Juan hingga punggung Juan membentur tembok. Nada yang melihat itu tentu saja panik dan mencoba memisahkan mereka tapi Nathan menggunakan seluruh tenaganya untuk tetap dalam posisinya, Nada terus-terusan berusaha melepaskan tangan Nathan, Juan juga sudah ketakutan karena berfikir kalau kakaknya akan memukulnya. Nada lalu mendorong Nathan dengan sekuat tenaga hingga Nathan terjatuh.

"APA-APAAN KAMU NATHAN? KAMU UDAH GILA? KENAPA KAMU LAKUIN ITU KE ADIK KAMU!?" Teriak Nada marah. Kenapa tiba-tiba Nathan justru menyerang Juan padahal yang bertengkar adalah dirinya dan Nathan.

Nathan maju dan mendekati Juan lagi mencoba melakukan hal yang sama lagi hanya untuk memastikan apa bundanya hanya refleks atau memang melindungi Juan sekuat tenaga. Juan yang melihat Nathan mendekat berlindung ketakutan, Nada berdiri di depan Juan untuk melindungi Juan dari Nathan.

"Minggir!" kata Nathan.

"KAMU KENAPA SIH NATHAN? BUNDA GAK AKAN MINGGIR! KALAU KAMU MAU PUKUL, PUKUL BUNDA JANGAN SAKITIN ADIK KAMU!!" teriak Nada.

Nathan menyeringai, lalu tertawa dan mendekati Nada perlahan. Tidak ada tatapan mata menyeramkan lagi, hanya tatapan mata yang dingin.

"Kalau aja bunda lakuin hal yang sama untuk Reyhan, setengah aja dari gimana bunda lindungin Juan, Reyhan gak akan ada di rumah sakit sekarang." kata Nathan dingin dan tajam.

"Awalnya aku fikir ayah udah yang paling brengsek, tapi Ayah ngelakuin semuanya secara gak sadar, sedangkan bunda diam dan menonton dalam keadaan sadar sepenuhnya. Kalau aku fikir lagi, ayah masih lebih baik dari bunda. At least Ayah sadar dan mencoba perbaikin semuanya, ayah masih inget kalau dia punya dua anak lainnya yang namanya Reyhan sama Nathan yang juga butuh dilindungin, yang juga butuh perhatian yang sama, sementara bunda cuma sibuk ngeluarin omong kosong sambil ngabisin waktu sama anak bungsu kesayangan bunda itu."

"Dia adik kamu."

"Reyhan anak bunda." lawan Nathan tanpa memberi jeda.

"Hidup bunda cuma tentang Juan, Juan, Juan. Dulu aku masih coba ngerti karena Juan sakit. Tapi kali ini Reyhan jauh lebih sakit dari itu bun, tapi bunda gak peduli."

"Bunda peduli." Sanggah Nada.

"Itu cuma formalitas karena bunda takut dicap ibu yang buruk, bukan perasaan peduli seorang ibu untuk anaknya. Orang asing juga bisa ngasi rasa peduli yang lebih banyak dari itu." kata Nathan tajam. Tidak peduli kalau setelah ini ibunya akan mengutuknya atau adiknya tidak menganggapnya kakak lagi.

Jika seperti ini apa surga masih ada di telapak kaki ibu? Nathan ingin tau, Nathan ingin tau sejauh apa takdir bisa bersikap tidak adil.

"Kamu gak seharusnya ngomong gitu sama ibu kamu sendiri."

Nathan tertawa keras, sangat keras hingga terdengar mengerikan.

"Bun, bunda tau apa yang Reyhan tanyain tadi? dia tanya, bunda takut Juan sakit kalau ajak dia ke rumah sakit, tapi apa bunda gak takut kalau anak bunda yang lagi sakit tiba-tiba mati tanpa sempet bunda jenguk?" kata Nathan mengulang pertanyaan Reyhan.

"Tadi aku cuma bisa berusaha mengalihkan fikiran Reyhan, tapi sekarang aku juga penasaran. Apa bunda gak takut? IT'S A FUCKING CANCER WE'RE TALKING ABOUT." kata Nathan.

Nada tidak bisa mengatakan apa-apa setelah dicecar oleh Nathan.

"It's ok, gak perlu dijawab. Diemnya bunda aja udah bisa kasi jawaban dari semua pertanyaan aku. Mungkin sama kayak aku dan Reyhan, bunda cuma butuh Juan , cuma kalian bedua. Sekarang kalian bisa nikmatin waktu indah sebagai ibu penyayang dan anak penurut sepuasnya." Kata Nathan.

Lalu beberapa saat setelahnya mengatakan kalimat penutup sebelum pergi.

"Be happy, you two..."

***

Heloooooo double up 🤘🏻
Chapter ini sih sebenernya cuma kayak bonus chap aja, hehehe
🖤🤎🤍

Goodnight🌙

DERANA |  Haruto JeongwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang