Sembilan belas

4.1K 244 4
                                    

19. Taman

________________________________

Lucu, rasanya sangat lucu menurut Renaya. Bagimana bisa sifat protagonis yang di gambarkan dalam cerita ternyata bertolak belaka?

Mana yang katanya protagonis itu baik? penuh aura positif yang mengelilingi?

Yang Renaya lihat malah sebaliknya, protagonis ini manipulatif dan haus perhatian. Mungkin memang dia penuh dengan tutur kata yang lembut, tapi itu terlihat seperti rekayasa.

Jika mengingat itu kembali, Renaya tidak henti-hentinya mendengus kesal. Dari awal Renaya sudah menebak, kalau suatu saat dia akan tertarik dalam konflik protagonis itu.

Pandangannya tertunduk, menatap lurus pada kakinya. Kini, dia sedang duduk sendirian di taman tidak jauh dari area sekolah. Sekolahnya memang sudah bubar dari tadi, hanya saja Renaya sedang malas untuk pulang.

Gadis itu mendongak, pandangannya menerawang pada langit yang terlihat semakin meredup.

Terdiam beberapa saat di sana membuat pikirannya berkelana tidak beraturan. Sampai dia kembali teringat dengan rekaman cctv yang ada di ponsel yang dia bawa, dan fakta kalau ponsel ini milik Tania yang di berikan padanya.

Dia menghembuskan nafas perlahan. Saat hidup sebagai Renaya, dia tidak pernah hidup penuh dengan teka-teki serumit ini. Ini terlalu menguras pikiran dan batinnya.

"Kapan lo ngasih tau, Bocah! Dateng kek kemimpi gue mirip cerita yang gue baca." Kata Renaya menggerutu sebal.

Pemuda yang baru saja mendudukan pantatnya di sebelah renaya menipiskan bibirnya. menahan tawa yang ingin menyembur saat mendengar penuturan tidak jelas dari Renaya.

Yang kena Psikosis mah beda!

Renaya menolah saat merasa ada orang lain selain dirinya. Sebelah alisnya terangkat sebelah menatap pemuda yang mungkin lebih tua(?) duduk di sampingnya dengan sebelah tangan mengapit benda nikotin.

Pemuda itu menoleh hingga mereka saling melempar pandang. "Kenapa? Terusin aja acara ngoceh lo, Gue ga ganggu juga." Kata pemuda itu yang tak lain adalah, Hans.

Renaya melempar tatapan tanda dia kebingungan. "Sejak kapan lo di sana?" Tanya Renaya heran, sebab saat dia datang dalam ingatannya dia hanya sendirian.

Hans menggendikan bahunya. "Dari lo bicara sendirian, mungkin?" Jawabnya jujur.

Renaya memicingkan matanya menatap menyelidik pada Hans, sedangkan pemuda itu sedikit salah tingkah jadinya.

Salting dikit ga ngaruh.

"Lo penjahat ya?" Hans  melotot kaget mendengar tudingan pertanyaan barusan.

Ingin sekali Hans menggeplak kepala Renaya. "Enak aja! Ganteng gini dibilang penjahat." cetusnya agak kesal.

Renaya mengangguk mengerti. "Muka lo kriminalable" Jawabnya asal.

Hans mengelus dada ratanya sabar. Ternyata menghadapi Renaya yang sekarang jau menguras kesabaran setipis tisunya.

"kalo bukan bocil udah gue gorokin tuh leher." gumamnya pelan.

Hans memilih diam sembari menyesap rokoknya perlahan lalu menghembuskannya kedepan.

"Lo ga pulang? udah sore banget gini. Mau di gondol poci?"

Renaya mendelik. "Serah gue lah." Katanya.

Hans menarik sebelah bibirnya. "Lo bingung kan sama situasi lo sekarang?" Tanyanya tiba-tiba yang mau tak mau membuat atensi Renaya sepenuhnya padanya.

Renaya Sang Tokoh Figuran (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang