Bab 16 Uring-uringan

2.6K 57 0
                                    

Sean merasakan kepalanya mendadak migrain, pasalnya sudah hampir tiga jam Dellard Uring-uringan tidak jelas sambil menatap layar ponselnya. Entah apa yang Dellard tunggu Sean juga tidak tahu.

Terhitung sudah lebih dari 25 kali Dellard membuka tutup layar ponselnya membuat Sean jengah sendiri. Sean merasa pekerjaan hari ini terasa sangat berat, lebih baik menemani Dellard menyelesaikan masalah perusahaan daripada harus menemani Dellard yang Uring-uringan tidak jelas.

"Sean....." Sean mendongakkan kepalanya saat namanya di panggil.

"Apa yang salah dengan pesan ku sampai dia tidak membalas nya?" Dellard menatap Sean penuh harap seolah jawaban Sean sangat berarti membuat yang di tanya jadi gugup sendiri.

"Mungkin masih sibuk Tuan" Dellard memandang layar ponselnya yang menunjukkan pesan yang Dellard kirim ke Nuna. Pesan itu sudah berubah warna dari abu-abu menjadi hijau tapi kenapa tidak ada balasan.

Merasa jawabannya salah Sean hanya bisa menundukkan kepalanya, pasalnya Sean juga tidak tau Dellard mengirim pesan kepada siapa? dan pesan itu berisi apa?

"Kita ke sekolah" Titah Dellard berdiri dari duduknya. Dellard mengancingkan jas nya dan berjalan keluar menuju mobilnya. Dellard harus mendapat jawaban hari ini juga atau hatinya akan terus merasakan hal aneh yang anehnya Dellard sendiri tidak tau.

Setelah masuk kedalam mobilnya Sean tak langsung menjalankan mobilnya karena bingung mau ke sekolah siapa?

"Maaf Tuan kita kemana?" Tanya Sean memastikan.

"Sekolah Nuna" Sean mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang Sean tau alasan Dellard Uring-uringan ternyata masalah hati toh rupanya.

Dellard melirik Sean yang senyum-senyum dari rear-vision mirror.
Dellard pun berdehem "Ekhm" Sadar jika Dellard memperhatikan nya, Sean mengubah ekspresi nya menjadi datar kembali.

Sesampainya di sekolah Nuna, nampak pintu gerbang sekolah itu sudah di tutup rapat dan suasana sekolah pun sudah sangat sepi. Tak terlihat satu orang pun di sekolah elite tersebut kecuali satpam yang berjaga.

Dellard melirik jam rolex hitam yang melingkar di tangannya, pantas sepi sudah jam tiga lebih yang berarti sekolah sudah selesai satu jam yang lalu.

Saat hendak meninggalkan sekolah Dellard tidak sengaja melihat Iriana berada di seberang jalan tengah berbincang dengan seorang pria. Namun Dellard tidak bisa melihat wajah pria itu karena posisinya membelakangi Dellard.

Perbincangan itu hanya terjadi sebentar sebelum akhirnya Iriana kembali masuk kedalam mobilnya begitu juga dengan pria berbaju hitam itu.

"Jalan" Titah Dellard pada Sean.

Rumah Keluarga Bratadikara,

Tamara kebingungan saat Mario tiba-tiba saja mendiaminya sejak tadi. Tamara mencoba mencairkan suasana dengan mengajak Mario berbicara namun lagi-lagi Mario hanya diam dan terkesan menghindari nya. Belum lagi Cantika yang terus mengomel karena kepala nya yang botak.

"Bisa diem gak..." Sentak Tamara yang sudah jengah mendengar rengekan Cantika.

"Ma...mama bentak aku?" Cantika menunjukkan wajah sedihnya.

"Ini semua gara-gara kamu" Ucap Tamara marah

"Kok mama marahin aku?"

"Kalau kamu gak ganggu Nuna, Mario gak akan diemin mama seperti sekarang. Mama kan sudah bilang jangan ganggu Nuna sebelum mama dan Mario benar-benar menikah"

"Kalau rencana kita gagal gimana? mau kamu jadi gembel lagi? yang tiap hari harus menderita karena papa mu yang gak tau diri itu" Cantika menundukkan kepalanya takut.

Sedikit lagi Tamara akan menjadi nyonya di keluarga Bratadikara, dia tidak ingin rencana yang selama ini dia jalankan hancur begitu saja karena ulah anaknya yang tidak sabaran.

"Ma...."

"Diam atau mama akan biarin kamu di bawa papa mu" Cantika menggeleng takut sambil memegangi lengan mama nya.

'Nuna-Nuna udah pergi aja masih nyusahin orang' batin Cantika.

Di saat sedang memikirkan cara agar mama nya tidak marah lagi, suara notif dari pesan masuk di ponselnya membuat Cantika tersenyum sumringah. Dengan cekatan Cantika membalas pesan dari seseorang.

[Cantika : Tunggu aku akan datang]

Cantika masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaiannya sebagus mungkin memperlihatkan lekuk-lekuk di tubuhnya.

Di kamar Disty,

Nuna memandangi jepit rambut pemberian mamanya yang terbelah menjadi dua. Barang itu adalah barang satu-satunya peninggalan mamanya, meski hanya jepitan rambut tapi barang itu sangat berharga bagi Nuna.

Sebuah pesan masuk di ponselnya, membuat Nuna mengalihkan pandangannya ke benda kotak pipih itu.

Lagi-lagi nomor tak di kenal yang mengirim pesan, namun kali ini pesan itu membuat keringat dingin keluar dari kening Nuna.

[082555****** : Foto]

Hanya sebuah foto namun mampu membuat jantung Nuna berdetak kencang.

Ting, sebuah pesan masuk lagi dan membuat Nuna semakin takut saat membaca isinya.

[082555****** : Be careful]

Nuna terjeringat saat tiba-tiba tangan Disty menyentuh bahunya. Jantungnya benar-benar terasa akan copot.

"Ngapain sih Dis, ngagetin aja"

"Yee kok jadi nyalahin aku, orang dari tadi aku manggil kamu nya diem aja malah fokus banget liat hp" Keluh Disty

"Sorry" Ucap Nuna

"Mami nyuruh kita makan..." Nuna mengangguk dan meletakkan ponselnya di atas meja.

Ting

Sebuah notifikasi kembali masuk.


Ceo Tampan Kesayangan Nuna [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang