"Tenang saja, aku akan selalu memerankan peran baik meskipun jalan cerita yang ditakdirkan untukku sangat buruk"
-nramynh-
***
Keesokan harinya Aska memutuskan untuk tidak ke kantor, karena pikirannya yang susah untuk fokus.Ayra memenuhi pikirannya, Aska memikirkan anaknya yang di kandung oleh Ayra, Aska memikirkan setiap kejadian-kejadian yang membawa mereka sejauh ini.
Ini semua terjadi begitu cepat dan terasa sangat nyata. Bahkan Aska sendiri sulit mencari jalan keluar selain tetap memusatkan Ayra menjadi orang paling bersalah.
Sekali lagi tangan Aska terkepal kuat saat emosi kembali menguasai dirinya.
Satu kali, dua kali, bahkan untuk yang kesekian kalinya Aska memerintahkan orang terpercayanya untuk segara mencari informasi terkait masalah yang tengah di hadapinya.
Wajah Aska menoleh menatap keluar pepohonan yang tertiup oleh angin setelah tangannya mengusap kasar wajahnya, sekarang muka Aska sudah merah padam. Entah karena emosinya yang memuncak atau karena kerinduannya terhadap sosok Ayra.
Sering kali Aska menolak kenyataan dimana Ayra lah yang bersalah, tapi jika mengingat kembali semua bukti dan penjelasan saksi mata dan pihak polisi semuanya benar adanya.
Ayra benar-benar melakukan hal itu.
"Ayra..." Gumam Aska dengan mata yang tertutup.
Sial.
Aska menghempaskan kursi yang ada di sampingnya kemudian berjalan keluar dari kamar.
Tidak.
Lama-lama Aska gila jika terus-terusan seperti ini.
"Aska" Panggil seseorang ketika mendapati Aska menuruni tangga dengan langkah terburu-buru.
Tangannya mematikan kompor kemudian berjalan kearah Aska yang berhenti saat merasa namanya terpanggil.
"Mau kemana nak?" Tanyanya sambil menatap wajah Aska yang terlihat seperti orang yang sudah putus asa.
Ya putus Asa.
Wajah Aska memerah pertanda amarah yang sangat besar namun disatu sisi mata itu memancarkan kesedihan yang siapapun bisa dengan mudah menyadarinya.
"Aska keluar mah" Ucap Aska menarik tangan mamahnya kemudian mengecupnya singkat.
"Tapi dari kemarin kamu belum makan, bagaimana jik–"
"Sebentar saja" Final Aska lalu melenggang pergi tanpa menoleh.
Mira menatap punggung tegap putranya hingga menghilang di balik pintu.
'Mama mengerti, sangat mengerti dengan perasaanmu'
***
Menginjak hari kedua dimana Ayra masih di dalam kamar yang entah siapa pemiliknya.Matanya terjaga dan bahkan tidak tertidur semalaman. Ayra terus berusaha mencari jalan keluar sambil menunggu seseorang datang membuka pintu yang sedari kemarin tertutup rapat.
Tidak shalat, tidak membersihkan dirinya, pun sama halnya dengan makanan yang telah disiapkan untuk Ayra sama sekali tidak Ayra sentuh.
Ayra rasanya tidak bisa melakukan apapun sebelum seseorang datang dan menjelaskan semuanya. Hanya segelas air yang memang sangat sulit untuk Ayra hindari karena ketakutannya terhadap janinnya yang bisa saja mengalami kontraksi.
Tangan Ayra sekali lagi membolak-balik ikatan kakinya berharap segera bisa melepaskan diri.
Namun karena kesibukannya memperhatikan kakinya hingga tidak sadar seseorang telah berdiri menjulang di sampingnya dengan suara nya membuat mata Ayra seketika beralih menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak Dan Waktu (TERBIT)
RomanceCerita Jarak Dan Waktu murni hasil pemikiran penulis Nur'Aminah, jika terdapat salah satu penulis yang menyalah gunakan cerita ini, maka akan saya mintai pertanggung jawaban berupa sanksi rupiah ___________ Hari itu Arsy Allah berguncang dengan heb...