44| Pemakaman

523 37 12
                                    

Assalamu'alaikum

Haii, gimana kabarnya? Lama gak interaksi ya?

Maaf banget udah ninggalin kalian selama beberapa bulan ini, pikiranku lagi mumet, dan aku habis bernafas sejenak🙂✌

Sekarang aku kembali, setelah istirahat lumayan lama, terimakasih buat yang suka nungguin aku up🥺🙏

Ada yang kangen???

Okelah, Happy reading semua🤍🤍

Notes; baca chap 43 dulu, biar gak lupa sama alurnya

[Bagian 44; Pemakaman]

***

Berita meninggalnya Raka, mampu menggemparkan pesantren Al-Amin. Disebabkan menolong Ning- mereka yaitu Halwa dari kecelakaan kemarin.

Semua warga pesantren turut berdukacita atas kepergian Raka yang mana pernah hidup di pesantren itu juga.

Acara pemakaman nya akan dilaksanakan pagi ini.

Zayyan, Fahim, Raihan dan Haikal mengikuti acara pemakamannya juga.

Halwa, wanita itu pun juga kini berdiri lemas dengan Daiva, Zalfa dan Zahra disampingnya. Dia memakai kacamata hitam dan masker dengan tujuan untuk menutupi kesedihannya.

Dirinya merasa bersalah atas kepergian Raka. Tidak, bukan hanya atas hal itu. Dia juga merasa bersalah karena tidak pernah menghargai Raka.

Seandainya Halwa tahu hari ini akan tiba, mungkin dia akan mendengarkan semua hal yang ingin Raka sampaikan.

Mungkin dia akan menanyakan mengapa Raka bisa setulus itu pada dirinya?

Mengapa Raka masih menunggu dirinya yang sudah bersama orang lain?

Mengapa cinta Raka begitu besar pada Halwa yang tidak ada apa-apa nya?

Tapi itu hanya seandainya, sekarang hal itu tidak bisa Halwa tanyakan. Yang bisa dilakukan mungkin hanya memendam saja semua pertanyaan tersebut.

Tahap demi tahap telah dilalui dalam prosesi pemakaman Raka. Kini satu persatu orang-orang mulai meninggalkan pemakamannya.

Daiva, Zalfa dan Zahra pun memutuskan untuk kembali terlebih dahulu ke pesantren. Mereka membiarkan Halwa disini lebih lama.

"Halwa... Udah yu, kita pulang sekarang." Ajak Zayyan dengan lembut.

Halwa menggeleng lemah, "Kamu tunggu dimobil aja, mas."

"Oke, jangan lama ya?" Halwa tak menjawab, ia hanya mengangguk pelan.

Saat sudah benar-benar tidak ada orang. Halwa membuka kacamatanya, ia mulai mendekat lalu menatap nanar batu nisan dihadapannya yang tertera nama Raka.

"Rak.. Aku bawa bunga buat kamu, ini jadi bunga terakhir yang ada di pemakaman kamu hari ini."

"Kenapa secepat ini? Seharusnya kamu bahagia dulu, harusnya kamu punya istri dulu, kenapa harus cinta sama aku?" Tanya Halwa dengan lemah, ia sudah tak mampu lagi menangis, rasanya air mata nya sudah habis semalaman.

"Aku gak bisa lama-lama, maaf. Dan terimakasih, Raka..."

"Aku bakal inget terus semua kebaikan kamu, aku bakal ceritain semua kebaikan kamu sama anak-anak ku nanti."

Forever with GusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang