Mungkin Gante salah selama ini, ia pikir hanya dirinya seorang yang jago dalam menutup luka. Namun ternyata adiknya Galen lebih ahli menyembunyikan luka sebesar ini. Sejak diagnosis dokter Maya semalam, pikiran Gante terus melayang pada adiknya.
Bagaimana bisa Galen terkena penyakit ganas itu?
Apakah adiknya bisa sembuh?
Meski kata dokter Galen harus melakukan donor paru-paru, namun menemukan pendonor paru-paru bukanlah hal yang mudah, dan biayanya juga pasti mahal.
Gante kini berada dirumah sakit bersama Dante, mereka tetap terjaga mengawasi adik bungsunya. Begitupun juga Galen, lelaki itu sudah sadar tiga hari yang lalu. Kondisi Galen masih lemah, alat bantu pernapasan setia menemaninya.
"Lo mau makan?" Tanya Gante seraya mengaduk-aduk bubur dari rumah sakit. Galen menggeleng lemah, ia tak selera bubur itu. Pasti rasanya hambar.
"Len, kondisi lo bukan main-main. Jadi gue mohon lo harus makan walaupun sesuap saja."
Galen tetap menggeleng, "kenyang."
Gante mencibir dalam hati. Ia tak mungkin percaya dengan ucapan Galen. Kenyang? Apanya kenyang makan saja lelaki itu enggan. Gante bingung harus bagaimana lagi membujuk Galen supaya mau makan. Sebelumnya Dante juga pelan-pelan membujuk adiknya untuk makan, namun lagi-lagi Galen menolak.
"Bang, teman-teman lo kenapa gak kesini?" Tanya Galen dengan suara pelan.
Hari-hari sebelumnya, teman-teman Gante sering berkunjung kerumah sakit untuk menjenguk adik Gante. Betapa terkejutnya mereka mengetahui Gante ternyata memiliki adik dan abang. Kecuali Syahrul dan Rangga yang hanya tersenyum bangga karena sudah tahu lebih dulu.
"Emang kenapa? Gak mungkin mereka setiap hari kesini, Len."
"Hmm, bilang aja karena lo yang ngusir mereka." Ucap Galen berhasil membuat Gante sedikit tertawa, "abisnya mereka berisik, udah kayak suara penjual penjual dipasar sana."
Galen membalas, "tapi gapapa tauk, justru gue suka karena rame. Kak Dante juga kelihatan senang banget waktu bermain ular tangga sama bang Cahyo."
Tawa Gante kembali terdengar tatkala mengingat wajah serius Cahyo saat bermain ular tangga bareng Dante. Jarang-jarang manusia seperti Cahyo serius, biasanya lelaki itu suka bermain-main dan becanda. Gante juga heran kenapa abangnya itu bisa memenangkan permainan ular tangga berulangkali hingga membuat Cahyo kesal dan mencoret-coret gambar ular dipermain tersebut.
"Alah, bilang aja lo sebenarnya mau ketemu Arumi kan?" Tanya Gante dengan senyuman usil. Galen sontak menggeleng, "en-enggak kok!"
Melihat ekspresi adiknya, lantas Gante langsung keluar untuk menelpon seseorang. Telepon itupun tersambung.
"Hallo, Nte. Lo kenapa telfon gue?"
"Euum, gini Rum. Lo sibuk gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Singkat Untuk Gante
Jugendliteratur⚠️ WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR! JUDUL AWALNYA CANDALA + Belum Direvisi "Tidak perlu kata-kata ketika hati benar, karena cinta dapat didengar bahkan dalam kesunyian yang paling mematikan." Ditinggal mati oleh sang Ayahanda, serta sang Ibunda yang lagi b...