34. Usai, Dia sudah Pergi (END)

239 29 90
                                    

"Tingkat tertinggi dalam mencintai adalah ikhlas."

.
.
.

Satu demi satu, pelayat mulai pergi meninggalkan area pemakaman. Namun, beberapa masih ada yang betah berada disamping makam lelaki yang berpulang kerumah Tuhan dengan suka cita. Jenazah Gante sudah dikebumikan, namun sosoknya terasa masih nyata dan dekat.

Namun sayangnya, kepulangan Gante tak ditemani oleh Nazwa. Gadis itu tak hadir, ia tak sanggup melihat jantung hatinya dikuburkan dan dibungkus dengan kain kafan. Sampai kapanpun Nazwa tak berani melihat itu.

Tangisan Dante tak kunjung reda, berulang kali pria itu memanggil nama sang adik. Berharap Gante datang atau bahkan sekedar menyahutinya. Namun sunyi, adik pertamanya itu sudah pergi untuk selama-lamanya.

"Nte ... Lo udah gak sakit lagi, kan?" Syahrul mengusap nisan yang terukir nama Gante Dharmendra disana. "Cepat banget lo ninggalin gue, anying. Gimana hari gue selanjutnya tanpa lo, hah? Gue mau curhat sama siapa lagi selain lo?" Ucap Syahrul dengan wajah sembab dan tatapan sendu. "Pas gue mati, gue gedik lo nanti ... tunggu aja!"

"Iya, gue juga pengen blender muka lo pas nanti kita ketemu!" Lanjut Rangga.

Tio ikut-ikutan, "gue juga mau tunjang pala lo pake jurus boboboy!"

"Hati-hati lo nanti pas gue mati, gue mutilasi lo karena udah berani ninggalin kite!" Timpal Indah menangis tersedu-sedu.

"Mampus lo kan, nyet ... banyak orang yang dendam sama lo." Syahrul terkekeh getir, matanya memandang foto Gante yang tersenyum manis.

Seorang pria paruh baya, berjalan mendekati makam Gante. Pak Jono memandang sayu makan anak muridnya. Tadi malam pak Logan menelponnya, mengabarkan kepergian Gante yang mendadak. Jono tentu terkejut, padahal baru saja ia memberikan hukuman untuk lelaki itu. Berupa mencabuti rumput dilapangan sekolah. Namun sepertinya kali ini Gante tak bisa lagi melaksanakan hukumannya itu.

"Sebelumnya, kamu selalu kabur pada saat hukuman-hukuman yang bapak berikan, dan bapak selalu bisa menemukan kamu di penjuru sekolah. Tapi sekarang, kayaknya kamu akan kabur untuk selama-lamanya. Sampai-sampai bapak gak mungkin bisa menggapai kamu lagi."

Airmata itu mulai mengenang di pelupuk matanya. Jono–kepala sekolah– yang selalu jadi target kejahilan Gante, nyatanya sangat menyayangi anak muridnya itu.

"Disekolah nanti mungkin bapak akan bosan, gak ada lagi kasus yang kamu buat yang membuat bapak sibuk setiap harinya."

Pak Jono menatap sendu nisan itu, hatinya sakit dan dadanya terasa sesak. "Meskipun kamu berandalan, meskipun kamu nakal dan jahilnya minta ampun. Kesopanan kamu pada saya juga masih dipertanyakan. Tapi bagi bapak, kamu itu sudah seperti putra bapak sendiri."

"Selama tiga tahun kamu di Trisatya, bapak merasa mengurusi anak laki-laki."

Cahyo dan Asyifa memeluk Jono dari belakang, dua murid itu sama pedihnya saat mendengar isi hati kepala sekolah mereka selama ini. "Bapak tidak menyangka, kamu akan pergi ninggalin bapak secepat ini. Alfatihah untuk kamu murid bapak ..."

Pak Jono mulai merapalkan surat Alfatihah dengan khusyuk. Mereka yang ada diarea pemakaman juja ikut menunduk, bersama-sama membaca Alfatihah untuk Gante. Semoga, surat yang mereka bacakan, dapat meringankan lelaki itu disana.

"Tidur yang nyenyak, Nte ... Kami akan selalu mengenangmu." Ucap Rangga.

"Jangan lupa datang ke mimpi gue ya, bro ... "

"Nte, gue tau lo orangnya suka jahil. Tapi pliss, jangan jadi setan yang gentayangan dirumah gue ya!"

"Selamat jalan di kedamaian, sahabat gue. Pesan lo akan selalu gue ingat!"

"Kami pergi dulu. Pak Anton, jagain sahabat gue ya ... Dia memang ngeselin sih, tapi jangan dibully disana!" Ucap Syahrul kepada makan disebelahnya yang sudah meninggal tujuh belas yang lalu.

Langit sudah mulai mendung, mereka memutuskan untuk pergi dari pemakaman itu. Langkah mereka berat, sesekali menoleh kebelakang menatap kuburan lelaki itu dengan sendu.

Semuanya telah selesai. Denis juga sudah dipenjara dan menebus segala perbuatannya. Meskipun dengan dipenjara dirinya, itu tidak sebanding dengan perbuatannya selama ini.

Galen adik Gante sudah melakukan transplantasi paru-paru semalam. Lelaki itu masih terbaring di ranjang rumah sakit. Mungkin, saat tahu kakaknya telah tiada, Galen pasti akan hancur. Namun, tak ada yang abadi didunia ini begitupun dengan luka. Pasti luka menyakitkan itu akan sembuh secara perlahan. Meskipun membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyembuhkannya. Dan, hanya satu obat luka itu, yaitu ikhlas.

Setelah ini, Galen dan Dante akan memulai kehidupan baru hanya berdua saja. Mereka harus tetap tabah, karena disetiap kesedihan pasti akan hadir sebuah kebahagiaan.

Disetiap pertemuan pasti ada perpisahan. Kapan pun perpisahan itu kita harus sudah siap. Karena tak ada yang abadi didunia ini. Gante telah pergi, namun kenangannya akan selalu berbekas dihati mereka yang menyayangi lelaki itu. 

Gante meninggalkan mereka dengan baik. Lelaki itu sudah berpamitan meskipun pamitnya itu menimbulkan luka dalam. Namun, perlahan luka itu pasti akan tertutup.

Kisah Gante memang terbilang singkat. Tapi disetiap kisah itu, Tuhan merangkainya dengan sangat luar biasa. Kepergian Gante bukanlah akhir maupun awal dari cerita. Kepergian Gante adalah sebuah keharusan, dan mereka yang ditinggali patutnya melepas lelaki itu dengan tegar.

Dan, untuk Gante ... terimakasih atas kisahmu. Sosokmu akan selalu terlihat sebagai bintang paling bersinar di langit malam nanti.

Selamat bersinar, lelaki pecinta luka sang penebar keceriaan ...

–TAMAT–

.
.
.

Aku gak tau harus ngomong apa😭🙏 tapi seneng banget akhirnya bisa namatin cerita ini setelah diterjang badai berkali-kali 😭😭😭

Mewek banget🤧

Aku takut endingnya gak sesuai ekspektasi kalian😭🙏 maaf kalaupun memang jauh dari ekspetasi 🙏😭🤧

Sejauh ini, cerita ku memang selalu berakhir sad end ya😭😭🙏 aku gak sadar sumpah😂

Part selanjutnya epilog🐈❤️

Kisah Singkat Untuk GanteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang