2 hari kemudian.
Perlahan, lilitan kain kasa yang menutupi mata Nazwa dibuka. Disini ada George, Indah serta Arumi yang menunggu hasil operasi mata perempuan itu. George bersyukur karena ada orang baik yang sukarela mendonorkan kedua matanya untuk sang putri. George sangat berterimakasih.
Lilitan itu terlepas sempurna, menampilkan mata Nazwa yang masih tertutup.
"Coba perlahan buka matanya." Pinta sang dokter.
Perlahan Nazwa membuka matanya. Awalnya kabur, namun lama-lama objek penglihatannya semakin jelas. Nazwa tersenyum bahagia karena bisa menatap papa dan kedua sahabatnya, kedua binarnya yang berkaca-kaca.
"Pa, Nazwa udah bisa melihat." Ucap Nazwa berderai airmata. George langsung mengucap syukur, dipeluknya anak semata wayangnya. Begitupun dengan Arumi dan Indah, mereka tersenyum bahagia, namun juga terluka secara bersamaan.
"Gue senang Wa ... Akhirnya lo bisa liat wajah gue yang cantik ini." Ungkap Indah sembari terisak. Nazwa sedikit tertawa, namun ucapan Indah ada benarnya. Ia sudah sangat merindukan wajah cantik dan mulut cerewet sahabatnya itu.
Raut wajah Nazwa berubah sendu, entah mengapa ia merasa ada yang kurang disini. Seketika Nazwa teringat dengan Gante. "Woy, Gante mana?" Tanyanya pada kedua sahabatnya.
Sontak pertanyaan Nazwa membuat mereka terdiam, tenggorokan mereka kelu. Bingung mencari jawaban dari pertanyaan itu.
Ekspresi kedua wanita itu membuat perasaan Nazwa tidak enak. Padahal Nazwa berharap wajah yang pertama kali ia lihat adalah Gante. Namun kemana Gante? Apa lelaki itu sibuk dengan permasalahannya dengan pamannya?
Kalau begitu Nazwa mengerti, karena Gante sudah menceritakan semua masalah hukum dengan sang paman kepada dirinya semalam. Nazwa pikir, Gante harus cepat-cepat menyelesaikannya. Mungkin itu alasan kenapa lelaki itu tak hadir disini.
.
.
."Nyet, kamar Nazwa tepat dihadapan lo. Sekitar enam kurang satu langkah lagi. Lo hapalkan dekorasi kamarnya?" Syahrul memberikan penjelasan kepada cowok yang lagi berdiri disampingnya.
Gante mengangguk mengerti, "hmm hapal gue, btw dalam kondisi seperti ini lo masih bisa manggil gue dengan sebutan 'nyet' ya ..."
Syahrul terkekeh, "itukan panggilan sayang gue sama lo." Balasnya menepuk pundak sahabatnya. Rangga yang semula diam, akhirnya angkat bicara, "mau gue bantu kesana?"
"Gausah, gue gak lumpuh kali."
Rangga menghela nafas pendek, sedikit kesal dengan sifat Gante yang terlalu mandiri. "Gue sama Syahrul nunggu disini."
Meskipun agak khawatir, namun mereka terpaksa menuruti permintaan Gante yang another level. Bahkan Syahrul was-was, takut-takut Gante terjatuh saat berjalan.
"Keep strong, nyet ..." Syahrul memberikan semangat empat lima kepada cowok itu. Gante hanya membalas dengan acungan jempol.
Pintu ruangan Nazwa dibuka oleh Gante. Lelaki itu tersenyum manis untuk menyapa Nazwa.
"Wawa, gimana matanya?" Tanya Gante sembari berjalan pelan kearah Nazwa.
Kening Nazwa berkerut begitu melihat wajah Gante yang pucat dengan selang pernapasan menusuk lubang hidungnya serta botol infus yang masih mengalir ke punggung tangan dipegangan cowok itu. Bahkan Gante memakai baju rumah sakit sama seperti dirinya.
"Kok diam?" Ujar Gante sembari mengerucutkan bibirnya lucu.
"Kamu sakit?" Nazwa memandang wajah Gante lekat, matanya berkaca-kaca tak kuasa menahan pedih saat melihat Gante yang tampak tidak baik-baik saja.
Sepertinya tak guna lagi Gante berbohong. Mau bagaimana pun Nazwa harus mengetahuinya.
"Iya aku sakit, Wa."
"Sakit apa? Parah gak?"
"Iya parah." Suara Gante terdengar parau, namun lelaki itu berusaha untuk tersenyum seolah ia baik-baik saja.
Pikiran Nazwa kalut. Separah apa kondisi Gante? Nazwa takut terjadi apa-apa pada laki-laki itu. "Kamu sakit apa? Cerita sama aku!" Suaranya terdengar serak.
"Nanti aku ceritakan sama kamu."
"Kapan?"
"Pas aku sembuh."
Nazwa tak lagi bersuara. Gadis itu hanya diam begitu Gante meraba wajahnya dengan tangan yang gemetar. Nazwa takut, namun ia tidak tahu takut akan apa?
"Aku cuma mau bicara sama kamu hari ini saja. Aku takut gak sempat, Wa ..."
"MAKSUD KAMU APA?" Suara teriakan Nazwa sontak membuat Gante terkejut. "Kamu jangan ngelantur deh!" Sambungnya.
"Iya-iya maaf."
Sesak memenuhi kedua insan tersebut. Atmosfer yang hangat nyatanya tak membuat hati Nazwa tenang. Apalagi saat melihat wajah Gante yang seperti menahan sakit.
"Kamu pergi saja!"
Gante menggeleng, "kok gitu sih, aku masih mau disini."
"Kamu kan lagi sakit! Lebih baik istirahat saja." Parau Nazwa.
"Aku mau ngobrol sama kamu Wawa ..."
"Besok saja kita ngobrol." Ucap Nazwa penuh penekanan. "Aku mau istirahat dulu, kamu juga harus istirahat." Lanjut gadis itu.
Tak ada suara lagi, Gante akhirnya mengalah. Mau bagaimanapun Nazwa harus istirahat, apalagi gadis itu baru menjalani operasi. Gante berdiri dan melangkah pelan.
Sesampainya diluar ruangan, Gante meraba-raba udara. Ia harus berhati-hati agar tidak menabrak sesuatu.
Brak
Gante kehilangan keseimbangan begitu menabrak orang yang lagi berjalan didepannya. Orang itu menatap Gante kesal.
"Jalan pake mata dong!" Ucapnya dengan nada tidak bersahabat. Lalu orang itu langsung melanjutkan perjalanannya tanpa memperdulikan Gante.
Gante meraba-raba lantai, mencari sesuatu itu dipegang namun tak kunjung dapat. Akhirnya, Gante mencoba berdiri secara mandiri. Kakinya melangkah penuh hati-hati karena kini dirinya tak bisa melihat apapun.
Namun baru beberapa langkah, rasa sakit diperutnya yang sejak tadi ia tahan semakin terasa sakit. Pertahanannya runtuh. Gante terjatuh dilantai sambil memegang perutnya yang terasa sakit. Melihat itu, Syahrul dan Rangga langsung bergerak membantu lelaki itu.
"S-sakit sekali." Gante mengerang, merasakan sakit yang semakin menjadi-jadi. Gante tak tahan, bahkan lelaki itu menangis tak kuasa menahan sakitnya.
"Gue bantu lo berdiri, nte!" Rangga memapah tangan kanan cowok itu untuk berdiri, sedangkan Syahrul sebelah kirinya.
"Bertahan sebentar lagi, gue mohon."
.
.
.Gante tak bisa melihat??
Beberapa Bab menuju ending hehe😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Singkat Untuk Gante
Teen Fiction⚠️ WAJIB FOLLOW AKUN AUTHOR! JUDUL AWALNYA CANDALA + Belum Direvisi "Tidak perlu kata-kata ketika hati benar, karena cinta dapat didengar bahkan dalam kesunyian yang paling mematikan." Ditinggal mati oleh sang Ayahanda, serta sang Ibunda yang lagi b...